Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Kegagalan UIN Mataram Dalam Memberikan Ruang Aman Bagi Perempuan

Penulis: Jeng Leha, Sekertaris FMN Ranting UIN Mataram.

Editor:

Kabar Baru, Opini – Kasus pelecehan seksual yang terjadi di UIN Mataram Saat ini tentu bukanlah insiden individual, namun ini adalah cerminan dari gagalnya kampus UIN Mataram dalam melindungi dan memberikan jaminan rasa aman bagi para mahasiswanya. Alih-alih menjadi ruang aman bagi pertumbuhan pengetahuan dan moral, kampus justru berubah menjadi tempat untuk membungkam korban dan melanggengkan impunitas pelaku. Disisi lain narasi mengenai menjaga nama baik kampus sering kali di jadikan sebagai tameng untuk menolak keterbukaan informasi, tentunya dalam hal ini semakin memberikan ruang aman bagi para pelaku.

Baru-baru ini, kasus pelecehan seksual yang mencuat di UIN Mataram kembali menegaskan bahwa fenomena ini bukanlah kejadian tunggal, melainkan bagian dari persoalan yang jauh lebih besar—yakni pelecehan seksual sebagai fenomena gunung es di lingkungan kampus. Banyak kasus yang tidak pernah terungkap ke permukaan, entah karena korban enggan melapor akibat takut stigma, tekanan sosial, atau karena tidak adanya mekanisme perlindungan yang berpihak pada korban. Namun lebih dari itu, pelecahan seksual di dalam kampus tidak juga bisa di lepaskan dari relasi kuasa yang timpang antara birokrasi dan korban, antara pelaku yang memilki otoritas kekuasaan dengan mahasiswa yang memiliki ketergantungan secara akademik karena membutuhkan penilaian yang menentukan kelulusan. Hal inilah juga yang menjadikan kampus sebagai ruang subur bagi kekerasan seksual untuk terus berkembang biak secara diam diam.

Jasa Pembuatan Buku

Dalam temuan hasil investigasi tercatat dari tahun 2021-2024 ada sebanyak 24 kasus yang telah di tangani oleh Satgas UIN Care, namun saat ini yang nampak di permukaan hanyalah 7  yang berhasil teridentifikasi. ironisnya Rata rata korban ialah yang tinggal di mahad dan mendapatkan beasiswa. Hal ini menandakan bahwa kampus telah terbukti gagal secara sistemik dalam melindungi hak-hak dasar mahasiswa khususnya perempuan yang sangat membutuhkan rasa aman dalam belajar dan jauh dari tindakan intimidasi. Selain itu situasi ini di perparah dengan tidak di dukungnya satgas PPKS UIN Care, oleh birokrasi kampus. Alih-alih di berikan dukungan secara structural yang memadai, UIN Care justru di hambat secara sistematis dengan budaya birokratik yang anti kritik dan lebih mengedepankan kepentingan institusional daripada keadilan bagi paran korban. Akibatnya satgas PPKS menjadi Lembaga formalitas dan disfungsi.

Ketidaksesuaian birokrasi UIN Mataram dalam menangani kekerasan seksual tidak hanya mencederai martabat instusi, tetapi juga secara nyata melanggar amanat regulasi yang telah di tetapkan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia. Dalam keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama, di tegaskan bahwa setiap satuan pendidikan tinggi keagamaan wajib membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) yang bekerja secara independent dan mendapat dukungan penuh dari pimpinan institusi. Namun dalam praktiknya, UIN Mataram justru bersikap abai dan meningkari ketentuan ini padahal sudah jelas dalam pasal 8 KMA Nomor 73 Tahun 2024 dijelaskan bahwa Satgas berwenang untuk melakukan penyelidikan, pendampingan, penindakan dan pemulihan korban.

Dalam hal ini agar persoalan mengenai PSKS tidak menjadi suatu fenomena yang berkpanjangan. Maka sudah seharusnya mahasiswa, khususnya perempuan harus berani melawan setiap bentuk kekerasan seksual yang di alaminya- baik bersifat fisik (Verbal), maupun yang bersifat non verbal yang dalam bentuknya seperti; komentar bernada seksual, tatapan yang melecehkan, catcalling hingga gestur tubuh yang tidak di inginkan. Pemahaman terhadap berbagai bentuk kekerasan ini adalah Langkah awal dalam membangun kesadaran dan keberanian untuk menolak diam.

Untuk itu solidaritas antar mahasiswa khususnya sesama permpuan harus memberanikan diri untuk melawan, melawan bukan berarti tidak sopan ia adalah upaya untuk mempetahankan harga diri, hak atas rasa aman dan kehormatan sebagai manusia yang merdeka. Oleh karenanya penting bagai perempuan untuk tidak terjebak dalam narasi patriarkal yang menyudutkan korban, serta tidak takut terhadap stigma yang kerap di lebelkan oleh lingkungan. Jika tidak melawan sekarang, semua kita bisa kena.

Maka dari itu Kami dari Front Mahasiswa Nasional Ranting Uin Mataram mengecam dan mengutuk segala bentuk kekerasan seksual yang di lakukan oleh oknum dosen. Selain itu kami juga mengajak mahasiswa seluruh UIN Mataram untuk dapat terlibat dan mempersatukan barisannya untuk menuntut hak atas rasa aman. FMN juga sebagai organisasi Demokratis Mahasiswa akan siap membantu mengadvokasi korban kekerasan seksual.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store