Kebijakan Plat Lokal Diharap Tekan Kerusakan Jalan dan Tingkatkan PAD di Sumut

Jurnalis: Zulfikar Rasyid
Kabar Baru, Opini – Fenomena kerusakan jalan akibat aktivitas truk angkutan barang dengan tonase bersih merupakan persoalan struktural yang dihadapi banyak daerah di Indonesia, termasuk Sumatera Utara dan Riau.
Kedua provinsi ini memiliki karakteristik serupa: sama-sama menjadi jalur vital transportasi logistik, baik untuk kebutuhan dalam provinsi maupun lintas provinsi, serta menjadi pintu gerbang perdagangan regional.
Namun, permasalahan muncul ketika sebagian besar kendaraan angkutan yang beroperasi di wilayah tersebut menggunakan pelat nomor dari provinsi lain.
Konsekuensinya, pajak kendaraan bermotor tidak masuk ke kas daerah Sumatera Utara dan Riau, sementara beban kerusakan infrastruktur jalan justru ditanggung oleh kedua provinsi ini.
Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan antara beban fiskal dan manfaat fiskal, yang dalam jangka panjang menghambat pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
Kebijakan Gubernur Sumatera Utara yang meminta agar kendaraan angkutan berat menggunakan pelat nomor daerah setempat sebenarnya merupakan langkah korektif terhadap persoalan ini.
Kebijakan serupa juga sudah diupayakan di Riau, mengingat intensitas lalu lintas kendaraan angkutan perkebunan, pertambangan, dan industri di provinsi tersebut yang sangat tinggi.
Dengan penerapan kebijakan ini, diharapkan tercapai dua hal: pertama, meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak kendaraan bermotor; kedua, berkurangnya tingkat kerusakan jalan karena adanya kontrol yang lebih ketat terhadap tonase kendaraan.
Pengalaman provinsi lain, seperti Kalimantan Tengah sejak 2017, menunjukkan bahwa penerapan regulasi penggunaan pelat daerah bagi kendaraan angkutan yang beroperasi secara permanen di wilayah tertentu memberikan dampak positif dalam meningkatkan kepatuhan sekaligus menambah pemasukan fiskal daerah.
Oleh sebab itu, kebijakan yang kini digagas di Sumatera Utara dan Riau sepatutnya dipandang sebagai langkah strategis untuk memperbaiki tata kelola transportasi dan memperkuat pembangunan infrastruktur berbasis keadilan fiskal, bukan semata sebagai beban bagi pelaku usaha angkutan.