Jabat Staf Khusus KSP, Status Timothy Ivan dalam Kasus Suap Hakim Agung Kembali Disorot

Jurnalis: Zulfikar Rasyid
Kabar Baru, Jakarta – Pengangkatan Timothy Ivan Triyono sebagai Staf Khusus di Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menuai sorotan publik. Hal ini menyusul rekam jejaknya yang pernah terseret dalam kasus suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
Keberadaan Timothy di lingkaran istana dinilai menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena namanya sempat disebut dalam persidangan kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2022 lalu.
Publik mempertanyakan alasan pemerintah menempatkan sosok dengan catatan hukum tersebut pada jabatan strategis di lembaga yang menjadi perpanjangan tangan Presiden.
Dalam kasus tersebut, Timothy diketahui mengembalikan uang sebesar Rp200 juta ke rekening penampungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uang itu disebut berkaitan dengan suap yang melibatkan pamannya, Heryanto Tanaka, dalam pengurusan perkara di MA.
KPK kala itu menjelaskan bahwa uang suap diberikan untuk mempercepat proses perkara kasasi sekaligus memengaruhi isi putusan.
“Untuk mempercepat pengurusan perkara dan mengabulkan permohonan kasasi yang diurus melalui Tersangka Yosep Parera dan Tersangka Eko Suparno,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, pada 2022 silam.
Meski Timothy bukan terdakwa utama, catatan keterlibatannya tidak bisa diabaikan. Dalam kasus yang sama, Hakim Agung Sudrajad Dimyati telah divonis 13 tahun penjara. Sejumlah pihak lain, termasuk Timothy, tercatat mengembalikan uang ke KPK untuk menghindari jeratan hukum lebih lanjut.
Status Timothy kembali menjadi perbincangan setelah akun resmi Instagram @kantorstafpresidenri mengunggah foto yang menunjukkan dirinya sebagai salah satu Staf Khusus KSP.
Publik menilai pengangkatan tersebut janggal. Pasalnya, KSP selama ini memiliki peran strategis dalam memberikan dukungan analisis, pengendalian program prioritas, hingga menjadi corong komunikasi Presiden kepada masyarakat.
Pengamat juga menilai, penempatan sosok dengan rekam jejak terjerat kasus suap justru berpotensi merusak citra lembaga serta menimbulkan pertanyaan soal konsistensi pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menegaskan bahwa pengembalian uang hasil suap tidak serta-merta menghapus tindak pidana.
“Secara normatif, undang-undang tindak pidana korupsi menjelaskan bahwa pengembalian uang hasil korupsi atau suap tidak menghilangkan pidana,” kata Yudi saat dihubungi, Senin (18/8/2025).
Menurut Yudi, setiap pihak yang terbukti menerima uang hasil korupsi tetap bisa dijerat hukum sepanjang keterlibatannya dapat dibuktikan. Ia menilai, pengembalian uang justru menunjukkan bahwa KPK sudah memiliki bukti yang cukup kuat.
“Mereka mengembalikan uang karena ketahuan. Kalau tidak ketahuan, tentu tidak akan mengembalikan. Jadi bukan kesadaran, tapi karena KPK punya bukti,” ujarnya.
Langkah Kepala KSP Letjen TNI (Purn) AM Putranto mengangkat Timothy juga dipandang tidak tepat. Publik menilai, penunjukan tersebut dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, terlebih di lembaga sekelas KSP yang berada langsung di bawah Presiden.
“Integritas harus menjadi syarat utama bagi pejabat publik, apalagi di KSP yang perannya vital. Bagaimana masyarakat percaya jika ada staf yang pernah terseret kasus suap?” ujarnya.
Menurutnya, transparansi pemerintah dalam menjelaskan alasan pengangkatan Timothy sangat dibutuhkan. Tanpa penjelasan yang jelas, isu ini berpotensi menimbulkan spekulasi liar dan merusak kredibilitas pemerintah.
Seiring ramainya sorotan publik, KPK kini didesak untuk memperjelas status hukum Timothy. Apakah dirinya sudah benar-benar bebas dari keterlibatan hukum atau masih berstatus sebagai pihak yang diperiksa dalam kasus suap tersebut.
“Keberadaan Timothy di lingkaran istana akan terus menimbulkan pertanyaan serius sampai KPK memberi penjelasan resmi. Masyarakat butuh kepastian agar isu ini tidak menggerus komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi,” tutup Yudi.