Hukum Potong Tangan bagi Koruptor

Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Kasus korupsi di Indonesia masih terbilang sangat tinggi. Bahkan perkembangan kasus korupsi selalu meningkat dari tahun ke tahun (Havivah. 2021). Meningkatnya kasus korupsi tidak terlepas dari lemahnya penegak hukum di Indonesia. Sanksi yang diberikan kepada terdakwa korupsi terbilang sangat rendah. Padahal dalam UU No. 30 Tahun 2002, Negara Indonesia menyatakan bahwa tindak pidana korupsi bukanlah kejahatan biasa, melainkan suatu kejahatan luar biasa (Havivah. 2021)
Terdakwa koruptor diketahui sangat merdeka di dalam lapas. Bahkan mereka bisa membuat lapas mereka seolah-olah seperti kamar hotel yang memiliki televisi dan air conditioner. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sebuah permainan yang dilakukan oleh koruptor dengan pihak yang bersangkutan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan betapa lemahnya penegak hukum dan sanksi yang diberikan kepada terdakwa koruptor di Indonesia. Negara Indonesia membutuhkan penegak hukum yang adil dan hukuman yang sangat berat kepada para pelaku korupsi dan orang-orang yang terlibat harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Karena banyak pelaku korupsi yang tidak mendapatkan hukuman karena ada campur tangan dari pihak yang tidak bertanggungjawab tersebut.
Bahkan dalam kasus terbaru, dua dari tiga terdakwa korupsi dinyatakan bebas. Padahal mereka melakukan korupsi bansos yang dimana berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa hukuman mati terhadap pelaku korupsi dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Kemudian pada Juli 2020 dipertegas oleh KPK untuk menuntut hukuman mati bagi pelaku korupsi anggaran penanganan Covid-19.
Satu diantara tiga pelaku tindak pidana korupsi itu juga mendapat sanksi yang terbilang sangat rendah dengan hukuman pidana 5 tahun saja. Bagaimana bisa seorang pencuri dana bansos dengan hasil curian yang sangat besar bisa mendapatkan hukuman yang sama dengan seorang pencuri sepeda motor yang jauh lebih sedikit kerugiannya.
Seharusnya hukuman potong tangan bahkan hukuman mati sangat layak di jatuhkan kepada terdakwa korupsi. Hukuman potong tangan terasa sangat menyakitkan dan akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku korupsi. Hukuman potong tangan itu harus dilakukan di depan banyak orang dengan maksud untuk menimbulkan rasa takut untuk melakukan korupsi dan bisa membayangkan bagaimana sakitnya di potong tangan tanpa di bius terlebih dahulu.
Hukuman mati juga bisa dilakukan agar orang yang ingin melakukan korupsi akan memikirkan ulang tindakannya. Jika dia melakukan korupsi maka dia akan di hukum mati dan akan memikirkan bagaimana nasib keluarganya kelak.
Dengan hukuman potong tangan dan hukum mati serta hukuman yang setimpal kepada pihak yang membantu orang itu melakukan korupsi, maka Indonesia secara perlahan akan menjadi negara dengan kasus korupsi terendah di dunia.
- Penulis adalah Ilham Sayid Fajar, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co