Aku Bertanya | Puisi-puisi Hikmatul Kamilah
Editor: Ahmad Arsyad
Dikesibukan jalanan kota
Kerinduan hadir di antara hilir mudiknya kendaraan roda empat dan dua
Namun bisingnya bunyi kenalpot terus berusaha mengusir memori tentang kita
Yang hanya bak bus antar kota yang singgah sementara
Mata kali ini hanya menjadi rambu-rambu jalanan
Sebagai menunjuk pandangan menyusuri alur-alur cerita yang telah belok ke kiri dan ke kanan
Perjuangan dipaksa berhenti oleh lampu merah di tengah keramaian
Cerita kita hanya menjadi hiasan di trotoar yang dilalui kekecewaan
Di terminal hati, aku sengaja menunggumu lama dengan kebodohan
Lalu dengan santainya membawamu kedegup jantung yang mulai tak beraturan
Meski akhirnya, kau hanya seperti orang di pinggir jalan
Yang tak menghiraukan kenek angkutan umum meneriakkan tempat tujuan
Hingga kesibukan sore menjadi penutup kisah yang telah raup
Diantar kendaraan yang hendak pulang kelelah yang meletup
Bisingnya jalanan menjadi backsound penutup masa yang telah berlalu
Untuk kita yang menjadi orang asing di pelataran aspal rindu
Sumenep, 01 Februari 2021
Jika sore ini daun jatuh di pekarangan
Jangan pernah halangi dia patah
Jika sore ini awan mendung kembali tumbang
Biarkan dia menangis dengan tenang
Dulu aku kira muara bisa dengan mudah kugapai dengan tangan
Ternyata butuh sampan dan dayung yang didayuh perlahan
Aku kira membujukmu adalah keahlian
Ternyata kesenianku tumpul di kata “sudahan”
Aku seniman receh yang sedang kemiskinan
Kelaparan dengan semua kenyataan
Bayangkan dahan jatuh tanpa rangkulan
Apa pantas tanah disebut tampat pulang?
Nyatanya bangunan kotak tak pernah memberikan sudut-sudut nyaman
Meski tangan-tangan tersusun rapi jadi bantal
Aku malah kebingungan mencari tempat pembaringan
Tuhan, di mana letak tubuhku yang paling nyaman?
Kenapa malah ditoreh dengan perkataan bejat
Apa luka hanya bak bubur yang diaduk, saat kenyang lalu dibuang tanpa perlu dimakan?
Apa luka hanya sebagai pajangan tua yang sudah diabaikan oleh pembuatnya?
Ternyata semiskin itu kita jadi pemilik tubuh yang kaya
Lagi-lagi luka hanya barang murah yang mudah didapatkan
Sumenep, 13 Desember 2021
Dari jendela buram waktu itu
Aku debu yang bertanya aku siapa
Dari dinding yang menguning sore itu
Aku retak yang bertanya gunaku apa
Di jalanan padat aku menjadi lampu merah
Motormu berhenti tapi tidak betah
Harapanku menempel di helm mu waktu itu
Kamu menghapusnya, katanya mengganggu
Aku pun zebra cross untuk menyebrang
Dan kakimu kasar menyapaku dengan solnya
Melewati garis putihku dengan terburu-buru
Segera pergi tanpa menoleh pada bekas injakanmu di kenanganku
Aku jarak yang bertanya sejauh apa aku telah ada
Aku jalan yang bertanya serumit apa aku disusuri
Aku dinding yang bertanya seputih apa aku menjadi latar di kamarmu
Aku jendela yang kebingungan, pemandangan apa yang bisa aku berikan pada matamu
Sumenep, 10 Januari 2022
BIO NARASI :
*) Penulis adalah Hikmatul Kamilah dengan nama pena Erka Ray. Kelahiran Januari 2003 di Sumenep Madura. dan saat ini sedang menempuh pendidikan S1 di Institut Agama Islam Negeri Madura.