Ada apa dengan Soleman Pontoh dan KPLP?
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Pemerintah saat ini sedang berusaha menyusun RPP Keamanan Laut guna menjawab lingkungan strategis yang kian dinamis. Keseriusan pemerintah ditandai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo ketika melantik Kepala Bakamla RI pada februari 2020 silam yang berkata bahwa “kedepan Badan Keamanan Laut (Bakamla) itu menjadi embrio coast guard-nya Indonesia sehingga nanti lembaga yang lain kembali ke institusinya masing-masing dan di laut kewenangan hanya Bakamla”.
Sebulan setelah pelantikan atau tepatnya pada Maret 2020, pemerintah langsung bergerak cepat dengan menggelar rapat penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Keamanan Laut yang dipimpin oleh Mahfud MD selaku Menko Polhukam dan dihadiri oleh Kepala Bakamla RI, Dirjen PP Kemenkumham serta Perwakilan Kementerian/Lembaga terkait.
Tentunya langkah yang sedang ditempuh pemerintah sepatutnya layak diapresiasi. Mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas ke Pulau Rote memiliki potensi kekayaan sumber daya maritim yang sangat besar didalamnya, secara posisi sangatlah strategis. Karena berada dalam arus pelayaran perdagangan global. Sehingga harus didukung dengan undang-undang yang tepat.
Penting bagi Pemerintah untuk memberi perhatian lebih terhadap keamanan laut, termasuk menjamin pengelolaan kekayaan laut. Selain itu perlu juga menyamakan persepsi terkait memadukan sistem keamanan laut kita. Karena sebetulnya tinggal kemauan dari kita semua, tentunya dengan menurunkan ego sektoral dari masing masing lembaga itu sendiri.
Akan tetapi dibalik niat baik pemerintah, ada beberapa pihak yang tidak menyukai langkah tersebut dengan berbagai macam dalih yang sulit diterima secara nalar. Salah satunya adalah Soleman Pontoh kerap meributkan RPP Keamanan Laut. Bahkan dalam salah satu portal media online, Soleman Pontoh menyebutkan bahwa Penyusunan RPP Keamanan Laut yang hari ini sedang dicanangkan oleh pemerintah terasa aneh, bahkan sampai menduga Presiden Joko Widodo telah melanggar UUD 1945. Karena Penyusunan RPP Keamanan Laut tidak sesuai dengan UU 12/2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Namun bila kita telisik apa yang kerap disampaikan Soleman Pontoh, sejalan dengan sikap Dirjenhubla Kemenhub yang menaungi KPLP. Dimana dalam sebuah rapat koordinasi Kemenkopolhukam untuk menindaklanjuti pembahasan RPP Keamanan Laut, Perwakilan Dirjen Hubla merasa keberatan dengan point-point RUU Keamanan Laut. Dan tetap ngotot berpedoman pada UU no 17 tahun 2008.
Lalu balik lagi dengan pernyataannya Soleman Pontoh yang berani sekali memfitnah Presiden Joko Widodo telah melanggar UU 1945. Tak elok rasanya berkata demikian bila melihat Latar Belakang Saudara Pondoh yang mantan Purnawirawan TNI, sengaja membuat kegaduhan politik dengan statementnya tersebut.
Entah darimana Soleman Pontoh bisa begitu detail mengenai informasi perkembangan RPP Keamanan Laut. Apa karena Pontoh adalah bagian dari internal KPLP, Sehingga bisa saja statementnya ini mewakili institusi tersebut. Karena pada saat executive brief dengan DPD RI di bulan Juli 2020 silam, terlihat saudara Pontoh yang duduk disamping Dir KPLP, dan bisa ditegaskan bahwa yang bersangkutan merupakan staf khusus Ditjen Hubla walau sering dibantahnya, bisa mengetahui perkembangan pembahasan RPP tersebut.
Seharusnya apabila Pontoh ingin membuat statement tersebut, harus memahami dasar hukum pembentukan PP yang terkandung dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, berbunyi Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.” dan Pasal 1 angka (5) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan(“UU 12/2011”) yang berbunyi“Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya baik yang diamanatkan secara langsung maupun yang tersirat.”
Terkait materi muatan PP diatur dalam Pasal 12 UU 12/2011 yaitu “Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.” Disebutkan dalam penjelasan Pasal 12 UU 12/2011 bahwa: “Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.”
Miris bagi saya bila melihat latar belakang saudara Pontoh ini sebagai orang hukum. Tapi tidak paham soal asas hukum. dan celakanya selalu saja hanya berpatokan pada UU 17/2008 tentang Pelayaran, padahal ada UU 32/2014 tentang kelautan. Dimana dalam azaz hukum berbunyi lex special derogat legi generali. Bahwa peraturan yang khusus yakni UU 32 tahun 2014 lebih dikedepankan dibandingkan peraturan yang umum (KUHAP).
Lantas apa yang aneh dalam penyusunan RPP Keamanan Laut tersebut? Ketika pemerintah sudah berupaya keras untuk menghadirkan sebuah solusi, ditengah tumpang tindihnya tata kelola keamanan laut kita hari ini. Dimana penyusunan RPP ini juga sudah dirancang dengan matang serta melibatkan pihak yang memang secara tupoksi berada dalam ranah tersebut. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan sistem dan kedepankan sinergitas.
Perlu diketahui bahwa materi-materi dalam UU no 32 sampai saat ini belum dapat berjalan karena belum ada pengaturan lebih lanjut yang mengatur tentang pelaksanaannya seperti, “mensinergikan dan memonitor patroli perairan oleh instansi terkait” (Pasal 62 huruf d), “mensinergikan sistem informasi” (Pasal 63 ayat (1) huruf c). Maka dari itu dibutuhkan peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Jika ingin dites, silahkan dibaca UU 32 dan Draft PP yang sdr. Ponto dapatkan dari pihak yang berkepentingan PP ini tidak terlaksana.
Lalu apa yang dipermasalahkan saudara Ponto selalu tidak relevan karena dalam hal ini materi muatan PP yang disusun adalah untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya dan tidak keluar dari UU 32 tentang Kelautan. Statement Presiden diduga berpotensi melanggar UUD 1945 sangat tendensius dan sepertinya adalah titipan dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat gaduh.
Saya jadi bingung dengan sikap Saudara Pontoh, karena kerap menyebarkan kesesatan nalar dengan menggunakan logika falasi untuk mengacaukan trik hukum. Bayangkan saja ketika Bakamla RI menangkap Kapal Asing yang bernama MT Horse dan MT Frea karena melakukan pelanggaran di wilayah perairan Indonesia. Malah yang bersangkutan menyalahkan Bakamla RI dengan segala dalihnya dan lebih membela kepentingan asing daripada kepentingan nasional, mengingat kapal tersebut sudah diputuskan oleh pengadilan bahwa jelas sudah bersalah.
Oleh karena itu RPP tersebut sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dan Kita perlu mengapresiasi pemerintah yang sudah berkomitmen dan bekerja dengan ekstra untuk menyelaraskan tata kelola keamanan laut kita hari ini agar kedepannya bisa memperkuat integrasi antar instansi. Dengan demikian, jika peraturan tersebut telah disahkan maka institusi yang menangani terkait keamanan laut akan lebih mudah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Jadi tidak perlu ada lembaga atau kementerian yang merasa insecure dengan kehadiran RPP tersebut.
- Penulis adalah Muhammad Sutisna Direktur Maritim Strategic Center
- Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co