Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Demokrasi di Ujung Jempol: Antara Partisipasi dan Manipulasi

Penulis adalah Rina Anggraini, Mahasiswa S1 Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong.
Penulis adalah Rina Anggraini, Mahasiswa S1 Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong..

Jurnalis:

Kabar Baru, Opini – Hari ini, politik tidak lagi hanya berlangsung di gedungparlemen, ruang rapat partai, atau panggung kampanye.

Politik hidup di layar ponsel kita. Ia hadir dalam bentukunggahan singkat, potongan video, komentar pedas, hinggatagar yang mendadak viral.

Jasa Penerbitan Buku

Media sosial telah menjelmamenjadi ruang baru demokrasi, tempat setiap orang bisabersuara tanpa harus memiliki panggung besar.

Di satu sisi, kondisi ini patut disyukuri. Media sosialmembuka akses partisipasi politik yang lebih luas. Masyarakat tidak lagi sepenuhnya bergantung pada media arus utamauntuk menyampaikan aspirasi.

Kritik terhadap kebijakan, pengawasan terhadap kekuasaan, hingga solidaritas publikdapat tumbuh dengan cepat. Banyak isu penting yang sebelumnya terpinggirkan justru mendapat perhatian karenaramai dibicarakan di ruang digital.

Namun, di balik kebebasan itu, muncul pertanyaan yang tidak bisa diabaikan, apakah media sosial benar-benarmemperkuat demokrasi, atau justru menggerus kualitasnya?

Realitas yang kita hadapi hari ini menunjukkan bahwaruang digital tidak selalu netral. Algoritma media sosialbekerja berdasarkan perhatian, bukan kebenaran.

Konten yang memicu emosi-marah, takut, atau benci-cenderung lebihmudah tersebar dibandingkan gagasan yang tenang dan argumentatif.

Akibatnya, politik sering kali direduksi menjadiadu sensasi, bukan adu ide.
Kita bisa melihat bagaimana citra lebih diutamakandaripada substansi.

Potongan video singkat dianggap cukupuntuk membentuk opini publik, meski sering kali terlepas darikonteks yang utuh.

Debat kebijakan yang seharusnya rasionaljustru berubah menjadi serangan personal.

Tidak sedikit pula informasi menyesatkan yang sengaja diproduksi untukmemengaruhi persepsi masyarakat.

Dalam situasi seperti ini, masyarakat berada di posisiyang rentan. Banyak orang merasa telah “ikut berpartisipasi” hanya dengan membagikan unggahan atau menuliskankomentar, tanpa benar-benar memahami isu yang dibicarakan.

Partisipasi politik menjadi dangkal, sementara manipulasiopini berlangsung secara halus dan masif.
Yang lebih mengkhawatirkan, polarisasi semakinmenguat.

Media sosial menciptakan ruang gema, tempatseseorang hanya berinteraksi dengan pandangan yang sejalandengan dirinya. Perbedaan tidak lagi dipahami sebagaikeniscayaan dalam demokrasi, melainkan dianggap sebagaiancaman.

Dialog digantikan oleh saling serang, dan empatiperlahan memudar.
Namun, menyalahkan media sosial sepenuhnya juga tidak adil.

Masalah utamanya bukan pada teknologinya, melainkan pada cara kita menggunakannya. Demokrasi digital membutuhkan kedewasaan politik, literasi media, dan etikakomunikasi yang kuat. Tanpa itu, kebebasan berekspresijustru berubah menjadi kebebasan memanipulasi.

Di sinilah peran masyarakat menjadi penting. Penggunamedia sosial tidak bisa lagi hanya menjadi konsumeninformasi.

Sikap kritis, verifikasi sumber, dan kesadaranuntuk tidak ikut menyebarkan konten provokatif adalahbentuk tanggung jawab warga negara di era digital.

Demokrasi tidak cukup dijaga melalui bilik suara, tetapi juga melalui jari-jari yang menekan layar setiap hari.

Media sosial seharusnya menjadi ruang belajar bersama, bukan medan pertempuran tanpa arah.

Jika dimanfaatkandengan bijak, ia bisa memperkuat partisipasi dan kontrolpublik terhadap kekuasaan.

Namun jika dibiarkan tanpakesadaran dan etika, ia berpotensi menjadi alat manipulasiyang merusak kepercayaan dan persatuan.

Pada akhirnya, demokrasi di era digital berada di tangankita sendiri. Bukan di algoritma, bukan pula pada viralitas, melainkan pada kesediaan untuk berpikir jernih, mendengarperbedaan, dan menempatkan kepentingan bersama di ataskepentingan sesaat.

Demokrasi memang kini ada di ujungjempol, tetapi arah geraknya tetap ditentukan oleh akal sehatdan nurani penggunanya.

*) Penulis adalah Rina Anggraini, Mahasiswa Strata Satu Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sorong.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

 

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store