Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Refleksi Satu Tahun Kepemimpinan Prabowo dan Kabinet Merah Putih

IMG-20251021-WA0043
Penulis : Raman Supriyatna Tamu, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Gorontalo.

Jurnalis:

Penulis : Raman Supriyatna Tamu, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Gorontalo

Kabar Baru,Opini—Satu tahun telah berlalu sejak Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia bersama Kabinet Merah Putih yang ia bentuk dengan visi besar: menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat, berdaulat, dan berkeadilan sosial melalui percepatan pembangunan ekonomi, ketahanan pangan, serta modernisasi pertahanan. Di bawah semboyan “Bersatu untuk Indonesia Maju”, kabinet ini berusaha memadukan semangat nasionalisme dan pragmatisme ekonomi untuk menjawab tantangan zaman yang kian kompleks.

Dalam tahun pertamanya, berbagai program unggulan dijalankan. Di sektor pertahanan dan kedaulatan nasional, pemerintah memprioritaskan penguatan industri militer dalam negeri serta modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista). Di sisi ekonomi, program peningkatan swasembada pangan dan hilirisasi sumber daya alam tetap menjadi fokus utama. Pemerintah juga meluncurkan program Gerakan Kedaulatan Pangan Nasional dan Program Lumbung Pangan Nusantara untuk memperkuat ketahanan pangan nasional di tengah tekanan global.
Di bidang sosial, kebijakan Kartu Sejahtera Anak Bangsa dan perluasan Bantuan Langsung Produktif bagi pelaku usaha mikro menjadi bagian dari upaya menjaga daya beli masyarakat. Sementara di bidang energi dan sumber daya, pemerintah mulai mempercepat transisi menuju energi terbarukan melalui kebijakan Indonesia Green Energy Initiative. Semua kebijakan tersebut dirancang untuk menegaskan arah pembangunan yang terintegrasi antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial.

Jasa Penerbitan Buku

Namun demikian, tahun pertama pemerintahan ini juga diwarnai dengan tantangan serius. Kenaikan harga kebutuhan pokok, kontroversi pengelolaan sumber daya alam, serta polemik kenaikan fasilitas pejabat publik menjadi pemicu keresahan sosial. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi pada Agustus hingga September 2025 menjadi catatan penting, ketika ribuan mahasiswa dan aktivis turun ke jalan, menuntut transparansi serta penegakan keadilan sosial. Peristiwa tersebut menegaskan bahwa pembangunan dan kebijakan publik bukan hanya persoalan teknokratis, melainkan juga proses komunikasi sosial yang harus dimaknai dan dikonstruksi secara kolektif.

*Kepemimpinan dan Realitas sosial Dalam Bingkai Konstruksi Sosial*
Teori konstruksi sosial yang digagas oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menegaskan bahwa realitas sosial tidak hadir secara alamiah, melainkan terbentuk melalui proses dialektika yang melibatkan tiga tahapan: eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Dalam konteks pemerintahan Prabowo dan Kabinet Merah Putih, proses ini tampak jelas dalam bagaimana kebijakan dan citra kepemimpinan dikonstruksi melalui praktik komunikasi politik dan interaksi sosial antara negara, media, dan masyarakat.

Eksternalisasi terjadi ketika pemerintah mengekspresikan visi dan gagasan besar melalui program-program strategis, seperti swasembada pangan dan modernisasi pertahanan. Visi tersebut kemudian dikomunikasikan melalui berbagai kanal mulai dari pidato kenegaraan, media sosial resmi, hingga publikasi kebijakan yang menekankan semangat nasionalisme dan kemandirian bangsa. Pada tahap ini, pemerintah berupaya menciptakan narasi kolektif bahwa “Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri” sebagai bentuk eksternalisasi nilai-nilai ideologis.

Objektivasi kemudian muncul ketika masyarakat mulai memaknai, menilai, dan menguji kebijakan tersebut dalam realitas kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika kebijakan subsidi pangan atau kenaikan fasilitas pejabat publik menimbulkan respon beragam, masyarakat memproduksi opini dan persepsi baru terhadap pemerintah. Di sinilah realitas sosial menjadi arena kontestasi makna antara janji politik dan pengalaman empiris warga negara. Demonstrasi besar yang melanda berbagai provinsi, termasuk Gorontalo, merupakan bentuk objektivasi sosial yang mencerminkan penolakan atas realitas yang dianggap tidak sesuai dengan konstruksi harapan publik.

Proses internalisasi memerlukan kehadiran komunikasi yang bersifat dialogis dan empatik, di mana pemerintah bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mendengarkan realitas yang dirasakan oleh rakyatnya. Dalam konteks ini, komunikasi publik tidak lagi dimaknai sebagai instrumen propaganda, melainkan sebagai jembatan untuk membangun trust dan legitimasi moral. Tanpa mekanisme komunikasi dua arah, kebijakan publik akan cenderung dipersepsi sebagai “produk elite” sekadar keputusan administratif yang jauh dari kebutuhan riil masyarakat.

*Refleksi dan Implikasi sosial*
Refleksi satu tahun pemerintahan Prabowo dan Kabinet Merah Putih memperlihatkan bahwa tantangan terbesar bukan semata pada persoalan teknis kebijakan, tetapi pada kemampuan membangun trust melalui komunikasi publik yang transparan, empatik, dan partisipatif. Dalam kerangka teori konstruksi sosial, komunikasi publik menjadi arena utama di mana makna kekuasaan, kebijakan, dan legitimasi politik diproduksi dan direproduksi setiap hari.

Demonstrasi besar pada Agustus–September 2025 menjadi cermin bahwa masyarakat kini semakin kritis dan berdaya dalam mengonstruksi realitas sosial-politik mereka sendiri. Mereka bukan lagi penerima pasif kebijakan, melainkan aktor aktif dalam membentuk makna politik nasional. Respons pemerintah yang adaptif seperti pembatalan tunjangan DPR dan pembukaan dialog dengan kelompok mahasiswa menunjukkan kesadaran baru bahwa realitas sosial tidak bisa dibentuk secara sepihak.

Dalam konteks daerah seperti Provinsi Gorontalo, fenomena ini memperlihatkan bagaimana isu nasional dapat dikonstruksi ulang dalam ruang lokal. Aksi mahasiswa yang menuntut keadilan dan transparansi kebijakan menunjukkan bahwa konstruksi sosial tentang negara, keadilan, dan kesejahteraan telah meresap hingga ke lapisan masyarakat daerah. Dengan demikian, pemerintah perlu melihat komunikasi politik bukan sekadar penyampaian pesan, melainkan sebagai proses negosiasi makna yang berkelanjutan antara pusat dan daerah, antara penguasa dan warga negara.

Satu tahun perjalanan Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto telah menampilkan dua wajah: semangat perubahan yang besar dan tantangan sosial yang kompleks. Dalam perspektif teori konstruksi sosial, keberhasilan pemerintah tidak hanya ditentukan oleh efektivitas programnya, tetapi juga oleh sejauh mana realitas kebijakan tersebut dikonstruksi secara positif dalam kesadaran kolektif masyarakat.

Kebijakan yang baik akan kehilangan makna bila gagal dikomunikasikan dengan jujur dan terbuka. Sebaliknya, dialog dan keterlibatan publik dapat menjadi fondasi baru bagi konstruksi sosial tentang pemerintahan yang berkeadilan. Dengan demikian, refleksi satu tahun ini bukan hanya evaluasi politik, tetapi juga pelajaran penting bagi semua pihak: bahwa membangun Indonesia tidak hanya melalui kebijakan dan angka, tetapi melalui bahasa, makna, dan komunikasi yang memanusiakan.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store