Dapur MBG Menjadi Ladang Korupsi Baru Anggota DPR RI

Jurnalis: Listiani Safitri
Kabar Baru, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai proyek unggulan pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi anak bangsa kini kian menuai sorotan.
Fakta di lapangan memperlihatkan betapa jauh implementasi program ini dari harapan.
Kasus keracunan massal yang menimpa 37 siswa di Tlanakan, Pamekasan, menjadi bukti telanjang bahwa standar keamanan pangan dalam MBG nyaris tidak ada.
Bukannya menyehatkan, justru program ini menghadirkan ancaman serius bagi kesehatan anak-anak sekolah.
Kondisi lebih memprihatinkan terlihat yakni di Kabupaten Sampang.
Menu MBG yang dibagikan di beberapa sekolah hanya berisi lauk pauk seadanya ayam berukuran kecil, telur puyuh, dan buah jeruk keriput.
Gizi yang seharusnya menjadi prioritas, kini berubah menjadi sekadar formalitas demi menggugurkan kewajiban laporan.
Tak berhenti di situ, temuan investigasi terbaru mengungkap bahwa sejumlah yayasan penyedia MBG justru dijadikan mesin bisnis oleh kelompok konglomerasi dan investor.
Alih-alih fokus pada kualitas makanan, yang terjadi justru praktik kapitalisasi proyek negara.
Gizi anak bangsa ditukar dengan kepentingan kontrak besar, sementara masyarakat di akar rumput hanya menerima sisa keuntungan yang dipangkas dari meja elite.
Ketua Forum Pemuda Peduli Pendidikan Nusantara (FP3N), Firman Maulana, mengecam keras kondisi ini.
“Kami melihat program MBG sudah jauh melenceng dari semangat awalnya. Negara justru membuka celah bisnis baru yang merugikan rakyat. Jangan jadikan perut kosong anak-anak sebagai komoditas,” ujarnya kepada Jurnalis Kabarbaru di Jakarta, Rabu (17/09/2025).
Firman menambahkan, pemerintah harus segera melakukan audit total terhadap MBG.
“Transparansi anggaran harus dibuka, kontraktor dan yayasan nakal harus diseret ke ranah hukum. Jika tidak, program ini hanya akan menjadi etalase politik murahan yang mengorbankan masa depan anak-anak bangsa,” pungkasnya.
Program yang seharusnya menjadi investasi masa depan justru berubah menjadi simbol kegagalan tata kelola.
Bila kondisi ini terus dibiarkan, MBG hanya akan meninggalkan jejak: anak-anak tetap kekurangan gizi, sementara segelintir elit tertawa puas menikmati pundi-pundi keuntungan.
					
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink



		
		
		
		
		
		
		
		
					
					
					
					
			
			
			
			
			



