Liefta Afrilia Putri, Mahasiswi Kairo Inisiasi Mesir Bergerak

Jurnalis: Listiani Safitri
Kabar Baru, Mesir – Inisiator gerakan Mesir Bergerak, Liefta Afrilia Putri, menggelar diskusi dan konsolidasi bersama mahasiswa, aktivis, dan diaspora Indonesia di Kairo.
Acara ini menjadi respons atas dinamika politik di tanah air, khususnya pasca-peristiwa 25 Agustus 2025 yang memicu gelombang demonstrasi.
Dalam sambutannya di sekretariat IKMG Mesir, Liefta menyampaikan keresahan atas kondisi demokrasi Indonesia yang dinilai semakin mundur.
Ia menyinggung sikap arogansi oknum DPR, ketimpangan anggaran, hingga tindakan represif terhadap mahasiswa dan aktivis yang menyuarakan aspirasi.
“Banyak dari teman-teman kita ditangkap, bahkan hilang. Ada juga warga sipil yang gugur, bukan karena ikut aksi, tapi karena mereka ada di tempat yang salah saat mencari nafkah,” ujar Liefta kepada Kontributor Kabarbaru di Mesir, Rabu (17/09/2025).
Ia juga menyoroti perpecahan di masyarakat akibat perbedaan pandangan politik, yang menurutnya diperparah oleh narasi-narasi provokatif di media sosial yang mengakibatkan perang adu opini dan argumen secara tidak sehat dan ilmiah di media sosial.
“Kita harus mulai bicara pakai pikiran, bukan emosi. Berbicaralah dengan rasa kepedulian bukan kebencian, tambahnya.
Diskusi bertajuk Aksi Massa dan Masa Depan Demokrasi ini dihadiri perwakilan berbagai organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir.
Termasuk Wihdah PPMI Mesir, HPI Ma’had, PIIM, IKMG, dan Masisirwati Speak Up. Sejumlah media partner seperti Wawasan, Informatika Mesir, dan Citra Wihdah juga dan juga mahasiswa/i turut hadir.
Acara digelar secara swadaya tanpa dukungan dana dari organisasi atau partai mana pun. Ketua pelaksana, Muh Rifat Arifin, menegaskan bahwa seluruh pembiayaan berasal dari dana pribadi Liefta selaku inisiator dan founder.
“Ini murni gerakan rakyat. Tidak ada arahan untuk mendukung pihak tertentu. Tujuannya adalah membangun ruang diskusi yang sehat dan berpihak pada rakyat,” kata Rifat sebagai ketua pelaksana acara.
Diskusi menghadirkan lima pemateri dengan latar belakang beragam. Liefta membuka sesi dengan topik Edukasi Dasar Politik dan Masa Depan Demokrasi.
Ahmad Doivi mengulas sejarah demokrasi dan filosofi aksi massa, sementara Dede Muflih menyampaikan kronologis kericuhan aksi 28 Agustus 2025.
Alman Haris membahas analisis politik seputar aksi tersebut, dan Faiz Ardhika menutup sesi dengan paparan soal dugaan konspirasi di balik rangkaian peristiwa 25–31 Agustus.
Sesi diskusi dilanjutkan dengan pembacaan puisi dan orasi oleh Deden Muhammad Ridwan, serta tanggapan terbuka dari peserta forum.
Menjelang akhir acara, Liefta membacakan teks deklarasi pernyataan sikap yang menuntut pemerintah membuka ruang dialog dengan rakyat dan menindaklanjuti tuntutan secara konstitusional dan adil.
“Kami mahasiswa dan diaspora Indonesia di Mesir berdiri bersama rakyat. Kami mengecam segala bentuk kekerasan terhadap masyarakat sipil,” tegas Rifat saat ikut membacakan pernyataan sikap.
Sebagai simbol dukungan, peserta diminta menandatangani banner acara yang memuat 11 foto korban yang gugur dalam aksi. Penandatanganan dimulai oleh Liefta dan Rifat, lalu diikuti peserta lainnya.
Acara ditutup dengan doa bersama dan pembagian sertifikat kepada para narasumber dan panitia. Diskusi ini diharapkan menjadi awal dari forum-forum serupa yang konsisten dan menyuarakan kepentingan rakyat dari luar negeri.
“Untuk apa kita jauh-jauh belajar ke luar negeri jika abai dengan kondisi bangsa dan rakyat, apakah kita jauh-jauh belajar di luar negeri untuk menjadi orang kapitalis dan apatis? We choose to speak up not to give up! ” tutup Liefta.
					
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink



		
		
		
		
		
		
		
		
					
					
					
					
			
			
			
			
			



