Kades Gunung Baringin Diduga Terlibat Alih Fungsi Kawasan Hutan Produksi Terbatas

Jurnalis: Rizqi Fauzi
Kabar Baru, Tapanuli Selatan – Dugaan alih fungsi kawasan hutan produksi terbatas (HPT) menjadi perkebunan kelapa sawit kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada Kepala Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, yang disebut-sebut terlibat dalam praktik jual beli atau ganti rugi lahan di kawasan hutan negara tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sekitar 20 hektare lahan di kawasan HPT di desa tersebut telah dibuka dan ditanami kelapa sawit. Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.81/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016, tanaman kelapa sawit tidak termasuk dalam jenis tanaman yang diperbolehkan untuk pemanfaatan di kawasan hutan produksi. Kawasan ini seharusnya dimanfaatkan untuk kegiatan agroforestri seperti akrosilvopastura atau penanaman tanaman keras yang mendukung ketahanan pangan dan konservasi tanah.
Ketua organisasi Hayuara Mardomu Bulung, Kaslan Dalimunthe, menyatakan bahwa pihaknya menemukan adanya praktik jual beli atau ganti rugi lahan di kawasan yang secara hukum masih berstatus sebagai hutan negara. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang dan berpotensi menimbulkan konsekuensi pidana.
“Kami mendapati adanya transaksi jual beli lahan yang statusnya masih kawasan hutan negara. Ini jelas melanggar hukum dan bisa dikenakan sanksi pidana,” ujar Kaslan kepada awak media, Kamis (31/7/2025).
Kaslan juga mengecam keras praktik alih fungsi kawasan hutan yang tidak sesuai peruntukannya. Menurutnya, kawasan hutan produksi seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik seperti ketahanan air, konservasi keanekaragaman hayati, dan bukan untuk komoditas industri besar seperti sawit.
Lebih lanjut, Kaslan menyampaikan bahwa pihaknya mendukung penuh program pemerintah dalam penataan ulang fungsi kawasan hutan demi tercapainya kedaulatan pangan nasional.
“Hayuara Mardomu Bulung siap mendorong proses hukum terhadap para pelaku. Kami juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian ATR/BPN untuk melakukan pengecekan ulang dan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan kawasan hutan di daerah ini agar tidak disalahgunakan,” tegasnya.
Ia pun mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Dalam kesempatan yang sama, ia mengimbau agar pemerintah desa serta masyarakat mematuhi regulasi yang ada.
“Pengelolaan hutan harus dilakukan secara berkelanjutan demi menjaga kelestarian lingkungan dan generasi mendatang,” pungkasnya.
