Fahrul Wahidji Soroti Dugaan Mafia Pajak di Gorontalo, Minta DJP dan APH Bertindak

Jurnalis: Redaksi Gorontalo
Kabar Baru , Gorontalo-Aktivis Gorontalo, Fahrul Wahidji, mengungkapkan keprihatinannya terkait dugaan mafia pajak di Gorontalo. Ia menyebutkan bahwa ada dugaan beberapa perusahaan yang melakukan penekanan pajak dengan bekerja sama dengan oknum pejabat, sehingga berdampak pada kecilnya pemasukan kas daerah.
“Gorontalo memiliki banyak perusahaan ada ribuan perusahaan dan 30 diantaranya masuk sebagai perusahaan terbesar di gorontalo, tetapi pendapatan dan manfaat terhadap daerah masih dipertanyakan. Ini patut dipertanyakan, terutama mengingat kondisi daerah yang rentan menjadi salah satu provinsi dengan menempati 5 terendah termiskin di indonesia,” ungkap Fahrul.
Fahrul meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengawasi dan memeriksa setiap perusahaan di Gorontalo terkait dugaan mafia pajak ini. Ia juga berjanji akan lebih intens dengan persoalan ini dan akan melengkapi bukti-bukti untuk mengungkap praktik mafia pajak.
“Ini adalah masalah serius yang harus ditangani dengan tegas. Kami meminta DJP dan APH untuk bertindak dan mengawasi praktik pajak di Gorontalo agar pendapatan daerah dapat meningkat dan masyarakat dapat merasakan manfaatnya,” tegas Fahrul.
Mafia pajak adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya jaringan atau kelompok yang terlibat dalam praktik korupsi, penipuan, atau penyalahgunaan wewenang dalam sistem perpajakan. Mafia pajak dapat melibatkan oknum-oknum di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), aparat penegak hukum, atau pihak lain yang memiliki kepentingan dalam sistem perpajakan.
Fahrul menerangkan Bentuk-Bentuk Mafia Pajak
Mafia pajak dapat mengambil berbagai bentuk, seperti:
– Korupsi: Oknum-oknum di lingkungan DJP atau aparat penegak hukum menerima suap atau gratifikasi untuk memengaruhi proses perpajakan.
– Penipuan: Wajib pajak atau pihak lain melakukan penipuan dengan cara memalsukan dokumen atau memberikan informasi palsu untuk menghindari pajak atau mendapatkan keuntungan tidak sah.
– Penyalahgunaan Wewenang: Oknum-oknum di lingkungan DJP atau aparat penegak hukum menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Dampak Mafia Pajak
Mafia pajak dapat memiliki dampak yang signifikan pada sistem perpajakan dan perekonomian, seperti:
– *Kerugian Negara*: Mafia pajak dapat menyebabkan kerugian negara karena pajak yang seharusnya diterima tidak dapat dipungut secara optimal.
– *Ketidakadilan*: Mafia pajak dapat menciptakan ketidakadilan bagi wajib pajak yang patuh dan taat pada peraturan perpajakan.
– *Kerusakan Citra*: Mafia pajak dapat merusak citra DJP dan aparat penegak hukum, serta mengurangi kepercayaan masyarakat pada sistem perpajakan.
Upaya Pemberantasan Mafia Pajak
Untuk memberantas mafia pajak, perlu dilakukan upaya-upaya seperti:
– *Pengawasan dan Pemantauan*: Meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap proses perpajakan dan aparat penegak hukum.
– *Penindakan*: Melakukan penindakan yang tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam mafia pajak.
– *Peningkatan Transparansi*: Meningkatkan transparansi dalam proses perpajakan dan pengelolaan keuangan negara.
– *Kerja Sama*: Meningkatkan kerja sama antara DJP, aparat penegak hukum, dan lembaga lain untuk memberantas mafia pajak.
Mafia pajak adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya jaringan atau kelompok yang terlibat dalam praktik korupsi, penipuan, atau penyalahgunaan wewenang dalam sistem perpajakan. Mafia pajak dapat melibatkan oknum-oknum di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), aparat penegak hukum, atau pihak lain yang memiliki kepentingan dalam sistem perpajakan.
Undang-Undang Pajak
– *Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan*: Mengatur tentang kewajiban pajak, hak dan kewajiban wajib pajak, serta tata cara perpajakan.
– *Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai*: Mengatur tentang cukai dan tata cara pemungutannya.
Pasal-Pasal yang Berkaitan
– *Pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007*: Mengatur tentang sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak membayar pajak atau membayar pajak tidak sesuai dengan ketentuan.
– *Pasal 39A UU No. 28 Tahun 2007*: Mengatur tentang sanksi pidana bagi pejabat atau pegawai yang melakukan tindak pidana korupsi di bidang perpajakan.
– *Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi*: Mengatur tentang tindak pidana korupsi dan sanksinya.
Mafia Pajak
– *Pasal 372 dan 378 KUHP*: Mengatur tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dapat diterapkan dalam kasus mafia pajak.
Peraturan Lainnya
– *Peraturan Menteri Keuangan (PMK)*: Mengatur tentang tata cara perpajakan, pengadministrasian pajak, dan lain-lain.
– *Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak (SE DJP)*: Mengatur tentang petunjuk pelaksanaan peraturan perpajakan.
Dalam kasus mafia pajak, penekanan pajak dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi atau penipuan yang dapat dijerat dengan pasal-pasal di atas. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dapat menggunakan pasal-pasal tersebut untuk menindak pelaku mafia pajak.