Presiden Mahasiswa UNRI: Milenial Jangan Mau Hanya Dijadikan Vote Getter, Hapus Batas Minimal Usia Presiden

Jurnalis: Arif Muhammad

Kabar Baru, Jakarta – Kaharuddin, Mantan Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan semua orang memliki hak untuk memilih dan dipilih, dan anak-anak muda ingin berkontribusi untuk bangsa termasuk dalam perpolitikan, akan tetapi kerap terkendala dengan batasan-batasan. Termasuk aturan pembatasan usia minimal calon Presiden dan calon wakil presiden.

“Berdasarkan WHO umur pemuda 18-65 tahun, maka sudah seharusnya tidak ada batasan umur dalam pemilu, tapi kita malah punya persyaratan lain-lain” katanya dalam sambutan dalam acara Muda Memimpin di Kopitok, Kemang, Jakarta Selatan. Pada (26/10/2022). Padahal menurutnya, pemuda adalah harapan, perubahan, dan juga masa depan bangsa.

Selanjutnya mengenai presidential threshold, Kaharuddin mengaku bahwa ambang batas 20% suara dalam partai politik dapat dihapuskan tetapi terkendala oligarki politik.

“Dahulu saat Orde Baru hanya ada satu orang yang berkuasa yaitu tirani, tapi hari ini kita sedang menghadapi beberapa kelompok yang berkuasa,” tegasnya.

Selanjutnya Kamaruddin menyikapi efek dari Presidensial Threshold, baginya sistem tersebut hanya untuk memperkuat kekuasaan saja tapi mereduksi fungsi kontrol.

“Ketika Presiden dan wakil menjabat yaitu mayoritas 45%, maka ketika menang yang terjadi tidak adanya check and balancing sehingga yang ditakutkan adalah kongkalikong antara Legislatif dan Eksekutif,” terangnya.

“Sehingga yang terjadi wakil rakyat sekarang bukanlah wakil rakyat tapi wakil partai,” katanya

Maka menurutnya Presidenstial Threshold perlu dikaji kembali.

“Jangan sampai menuju 2024, calonnya seperti kucing dalam karung. Kita dipaksa untuk memilih, seharusnya setiap daerah memiliki pemuda-pemudi yang terbaik untuk mencalonkan diri dan diberikan kesempatan,” tutupnya.