Peningkatan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Hak Asasi Manusia merupakan hak asasi yang melekat pada diri manusia sejak lahir di bumi, dan hak ini bersifat permanen dan universal. Hak-hak ini tidak diberikan oleh negara atau pemerintah kepada setiap warga negara dimanapun, sehingga hak-hak ini harus dihormati oleh semua dan dilindungi oleh hukum itu sendiri. September dianggap sebagai bulan kelam bagi hak asasi manusia di Indonesia. Tragedi lain menyusul, seperti peristiwa 30 September 1965 dan pembunuhan Munir.
Dalam sebagian besar kasus ini, para korban dan keluarga mereka belum menemukan titik terang, meski sudah puluhan tahun menunggu keadilan. Tragedi yang mereka saksikan merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Singkatnya, itu adalah serangan sistematis atau meluas terhadap hak asasi manusia dari orang, yang mengakibatkan kematian dan kerugian fisik, psikologis, ekonomi, sosial dan budaya. Jenis-Jenis Pelanggaran HAM dapat digolongkan ke dalam kategori.
Pelanggaran HAM Berat yaitu pembunuhan, penyiksaan, pencurian, perbudakan, penyanderaan dan pelanggaran HAM berbahaya lainnya yang mengancam kehidupan manusia.
Pelanggaran HAM Ringan yaitu yang tidak mengancam nyawa manusia tetapi sangat berbahaya jika tidak segera ditangani. Misalnya, kelalaian dalam pemberian pelayanan medis, pencemaran lingkungan yang disengaja, dll. Di Indonesia sendiri, proses pembelaan hak asasi manusia didasarkan pada ideologi nasional, Pancasila. Pancasila adalah sebuah idealisme yang mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan. Pancasila dapat dibagi menjadi tiga kategori : nilai ideal, nilai instrumental dan nilai praktis.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus menjadi aspek yang penting bagi semua warga negara yang beroperasi sebagai warga negara Indonesia. Selain hak-hak yang ada di Indonesia, kita warga negara Indonesia juga harus peduli dengan hak-hak yang bisa kita berikan untuk negara kita dan kemajuan negara kita. Properti pribadi masih menjadi milik komunitas, tetapi terbuka untuk semua orang. Namun, saat itu banyak orang Indonesia yang tidak memahami hak asasi manusia yang ada di Indonesia dan menggunakan haknya tanpa memikirkan orang lain, sehingga orang Indonesia kini telah kehilangan nyawanya. negara ini. Masih ada kasus pelanggaran HAM lainnya di Indonesia.
Secara hukum, Pasal 39, Pasal 1, Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, antara lain meliputi menghalangi , membatasi dan/atau menghapus secara hukum, hak asasi manusia individu atau kelompok yang dijamin secara hukum, kami tidak menawarkan hukum pidana yang adil dan tepat. Mekanisme hukum yang berlaku. Dalam konteks Indonesia, pelanggaran HAM adalah pelanggaran HAM, baik yang dihukum maupun tidak oleh individu atau organisasi lain. Di sisi lain, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia tahun 2000, pelanggaran berat hak asasi manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia
Kasus Trisakti merupakan salah satu dari pelanggaran HAM yang paling terkenal di Indonesia, yaitu penembakan hingga tewasnya mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 Mei 1998 Tembak mati utama mahasiswa Trisakti ditutup dengan mereka yang terlibat dalam protes: mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang berbasis di Jakarta menyerukan Presiden Suharto untuk mengundurkan diri. Protes mahasiswa ini sangat mirip dengan gerakan People Power di Filipina, di mana orang-orang bersatu padu menggalang kekuatan untuk menghentikan presiden. Dan mediasi pengadilan atas penembakan mahasiswa Trisakti telah merusak citra Indonesia. Bagaimana suatu kasus pelanggaran HAM yang dikecualikan oleh Deklarasi HAM PBB sebagai kejahatan internasional, tidak jelas ketentuan hukumnya dan tidak diketahui penanggung jawabnya?
Kasus pembunuhan Munir. Munir adalah seorang aktivis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Meninggal dalam penerbangan Garuda Indonesia nomor pada 7 September 2004.
Pembunuhan aktivis Marcina dilaporkan di nomor pada 4 Mei 1993. Marcina adalah seorang aktivis, pekerja pabrik publik dan PT di Orde Baru. Permintaan Marcina adalah sebagai berikut: Kenaikan gaji sesuai kebutuhan karyawan Tunjangan cuti karyawan dibayar oleh perusahaan Klaim asuransi kesehatan, THR Kenaikan gaji bulanan dan membatalkan biaya pengiriman PSPI untuk memenuhi klaim subsidi makan pemerintah. Gaji pegawai baru sama untuk pegawai dan pegawai. Majikan yang telah bekerja selama satu tahun dilarang memindahkan, mengancam, atau memecat karyawan litigasi. Dan pada tanggal 6 Mei 1993, sehari setelah para pekerja dipanggil ke Kodim, adalah hari libur nasional dalam rangka memperingati Hari Besak, dan pada tanggal 8 Mei 1993, Marcina meninggal di sebuah gubuk padi di desa Jahan, Nanjuk. Ini adalah hasil setelah kematian dan seterusnya. Luka menyebar dari dinding kiri foramen pubis (bibir minilla) ke rongga perut, di mana fragmen tulang ditemukan dan bagian anterior panggul dihancurkan.
Dan masih ada kasus pelanggaran HAM lainnya seperti pembunuhan, penyiksaan, perbudakan dan pemerkosaan. Padahal, di negara kita Indonesia, setiap warga negara berhak atas kehidupan dan pendidikan, dan setiap orang yang tinggal di Indonesia berhak melakukan segala sesuatu sesuai dengan peraturan negara. Pemerintah Indonesia harus dapat memperhitungkan hal ini sepenuhnya. penyusunan peraturan dan undang-undang untuk menciptakan keadilan di masyarakat. Sebagai masyarakat, agar negara ini terus berkembang, perlu mematuhi peraturan pemerintah setempat.
- Penulis adalah Daffa Prasandi, Mahasiswa UIN Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Pidana Islam
- Tulisan opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co