Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Pandangan IMABTA UGM dan PPIDK Tentang Identitas dan Eksil dalam Karya Sastra Arab Kontemporer

Jurnalis:

Kabar Baru, Mesir – IMABTA UGM dan PPIDK Timtengka kembali menggelar rangkaian kegiatan kedua ‘Pekan Budaya Timur Tengah’ pada Jumat, 7 Juni 2024 pukul 17.00 – 19.00 WIB.

Pada gelaran lanjutan tersebut, kedua organisasi kembali berkolaborasi dalam acara ‘Bincang Isu Timur Tengah’ bertajuk Identitas dan Eksil dalam Karya Sastra Arab Kontemporer.

Jasa Penerbitan Buku

Diskusi ilmiah tersebut sukses diselenggarakan secara daring dengan jumlah peserta sebanyak 55 partisipan.

Para peserta yang hadir pada acara tersebut berasal dari kalangan mahasiswa dan para peminat sastra Arab kontemporer.

Lebih lanjut, para peserta yang hadir dalam gelaran diskusi ilmiah tersebut sebagian tengah berada di luar negeri, terkhusus di kawasan Timur Tengah.

Acara kedua yang diselenggarakan IMABTA UGM dan PPIDK Timtengka ini konsepnya cukup berbeda dari sebelumnya.

Hal tersebut karena para peserta diajak untuk ikut mendalami dan mengamati fenomena sosial dan budaya di Timur Tengah melalui berbagai karya sastra Arab kontemporer.

Diskusi ‘Bincang Isu Timur Tengah’ kali ini didampingi oleh seorang dosen Magister Kajian Budaya Timur Tengah UGM sekaligus pengamat sastra dan budaya Palestina, yaitu Dr Hindun, M. Hum.

Menurut Dr. Hindun, M. Hum, pembahasan mengenai fenomena eksil yang akhir-akhir ini banyak dialami masyarakat Arab di Timur Tengah tidak lepas kaitannya dengan persoalan identitas.

“Mengapa para sastrawan berbicara tentang kenangan tanah airnya? Karena itu merupakan identitasnya. Identitas itulah yang membentuk diri mereka,” tutur Ibu Hindun.

Lebih mudahnya, ketika kita berbicara tentang eksil, maka pembahasannya tidak akan lepas dari identitas.

Salah satu karya sastra yang menjadi cermin realitas sosial masyarakat Arab yang terasingkan, yaitu puisi Palestina berjudul ‘Bithaaqah Huwwiyyah’ karya Mahmoud Darwish.

Dr Hindun, M. Hum mengungkap bahwa karya sastra sangat mampu mempengaruhi pola pikir masyarakatnya.

Contohnya adalah penyair Palestina Mahmoud Darwish yang kandungan puisinya berbicara tentang identitas dan eksil.

“Mahmoud Darwish dipenjara enam kali karena masyarakat (Palestina) hafal puisinya yang berjudul Bithaaqah Huwwiyyah” terangnya.

Di samping itu, dunia sastra Arab kontemporer semakin berkembang pesat.

Terbukti, semakin banyak sastrawan Arab yang menulis karya mereka dengan menggunakan Bahasa Inggris.

Hal tersebut karena para sastrawan Arab yang berdiaspora ke Amerika dan negara barat lainnya mampu menyampaikan pesan mereka ke masyarakat dunia lebih cepat dan tidak terbatas dipahami oleh para penutur Bahasa Arab.

Sebagai contoh, sastrawan Arab kontemporer yang satu ini adalah jurnalis sekaligus novelis Rawi Hage kelahiran Lebanon. Ia diketahui berdomisili di New York, Amerika Serikat.

Selain itu, ada pula Mona Simpson yang terlahir dari ayah berkebangsaan Syria dan Ibunya yang merupakan campuran Swiss-German Amerika.

Novelis Mona Simpson, kerabat dari Steve Jobs ini menjadi salah satu contoh sastrawan berdarah Arab yang kini tinggal di Amerika Serikat.

Selanjutnya, Ibu Hindun membagikan contoh karya sastra Arab diaspora terkemuka yang dapat ikut dibaca oleh pecinta sastra.

Contohnya, Prosa Yad Al-Qadha dalam Buku ‘Ajnihah Al Mutakassirah’ karya Gibran Khalil Gibran.

Dari apa yang diungkapkan oleh Ibu Hindun, dapat dipahami bahwa isi pembahasan dari karya sastra arab eksil bercerita tentang kejadian yang pernah mereka alami di tanah airnya.

Biasanya para sastrawan menyisipkan simbol seperti tanaman, rumah, pakaian dan lainnya dalam karya sastra mereka.

Di dalamnya terdapat irama penceritaan khas dengan tujuan mengajak para pembaca untuk merasakan apa yang mereka rasakan.

Sebagai informasi, acara ‘Bincang Isu Timur Tengah’ diawali dengan ungkapan sambutan dari Ketua Departemen Antarbudaya FIB UGM, Prof. Dr. Sangidu, M. Hum.

Dalam kesempatan tersebut, guru besar bidang sastra ini menceritakan pengalaman singkatnya saat beliau berada di daerah perbatasan Palestina beberapa waktu lalu.

“Setiap jengkal itu diperiksa oleh para tentara dan polisi. untungnya saat itu kami menggunakan mobil diplomatik,” ungkapnya.

Prof Sangidu mengungkap bahwa suasana yang dialaminya saat di perbatasan Mesir-Palestina seolah sesuai dengan gambaran novel ‘Rajulun fi Asy-Syams’ karya Ghassan Kanafani.

“Yang ditulis di karya sastra tersebut ternyata terbukti,” lanjutnya.

Meski para pengarang memproduksi karya dengan menyisipkan imajinasi mereka.

Akan tetapi, mereka tidak melupakan unsur faktanya sehingga karya sastra yang diproduksi tersebut sesuai dengan peristiwa yang terjadi sekarang, ungkapnya.

Dengan demikian, dari hasil diskusi ilmiah tersebut dapat dipahami bahwa karya sastra dapat dijadikan sebagai media dan jendela untuk melihat berbagai isu sosial tentang suatu negara.

Di saat bersamaan, sastrawan di sini tugasnya adalah mengingatkan masyarakat dan menyuarakan suara orang-orang yang tidak mampu bersuara.

Itulah mengapa tulisan dan lisan indah dari sastrawan Arab dapat menjadi bagian dari data fenomena sosial budaya yang bisa dilihat oleh para pecinta sastra dan peneliti.

Penting untuk diketahui, acara tersebut juga dihadiri penuh oleh Sekretaris Departemen Antarbudaya FIB UGM Dr. Mahmudah, M. Hum.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store