Merawat Budaya Lokal di Kampung Gandekan Bersama Mahasiswa KKN Tim II Universitas Diponegoro
Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Surakarta, 8 Agustus 2024 – Kelurahan Gandekan, yang terletak di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, merupakan salah satu wilayah dengan sejarah dan budaya yang kaya. Namun, di tengah modernisasi dan perkembangan kota yang pesat, wilayah ini menghadapi sejumlah permasalahan yang kompleks. Seperti banyak wilayah bersejarah lainnya, Gandekan menghadapi tantangan dalam mempertahankan identitas budaya lokalnya di tengah arus perubahan sosial, ekonomi, dan urbanisasi.
Salah satu permasalahan utama adalah degradasi nilai-nilai budaya lokal. Banyak dari generasi muda tidak lagi mengenal atau memahami warisan budaya yang dimiliki wilayah ini, seperti peran penting abdi dalem gandek dalam sejarah keraton. Kurangnya edukasi dan promosi tentang sejarah lokal membuat nilai-nilai budaya tersebut semakin tergerus. Dengan latar belakang permasalahan ini, mahasiswa KKN Tim II Universitas Diponegoro berinisiatif untuk mengadakan program Penguatan Budaya Lokal dengan mengulik tempat bersejarah Kelurahan Gandekan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Kamis, 8 Agustus 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan dan mendalami sejarah lokal Gandekan melalui sebuah talkshow yang menghadirkan dua narasumber ahli di bidang sejarah, Bapak Dani Saptoni, SS dari Solo Societeit dan Bapak KRHT. Drs. Mufti Rahardjo Pustokodiningrat, MM. Program ini dilaksanakan di rumah Ibu Siti Faizah Handoyo sebagai ahli waris Nyi Lurah Gandek, dan dihadiri oleh Camat Jebres, Lurah Gandekan serta masyarakat setempat.
Acara dimulai dengan sambutan dari MC yang memperkenalkan agenda dan menyambut para hadirin. Setelah itu, sambutan dari perwakilan KKN dan tokoh masyarakat setempat diikuti oleh pemaparan materi oleh kedua narasumber. Dalam sesi ini, Bapak Dani Saptoni, SS dan Prof. Mufti Rahardjo Pustokodiningrat, MM menjelaskan sejarah dan aspek penting dari Kelurahan Gandekan yang mungkin belum banyak diketahui.
Dalam acara tersebut, sejarah Kampung Gandekan di Solo erat kaitannya dengan kebudayaan dan struktur kekuasaan kerajaan, khususnya Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Dalam konteks administrasi, Gandekan termasuk dalam wilayah Keraton Kasunanan. Keunikan dari wilayah ini dapat dilihat dari pembagian dua kampung yang dikenal sebagai Gandekan Kiwo dan Gandekan Tengen.
Dalam beberapa literatur, termasuk Serat Sri Karongron yang ditulis pada masa Sinuwun Pakubuwono X, disebutkan bahwa Gandekan memiliki peran penting dalam struktur abdi dalem keraton. Pada tahun 1929, tercatat ada dua gandek yang menjabat di wilayah ini, yaitu Raden Mas Ngabei Joyo Darsono di Gandekan Kiwo dan Raden Mas Ngabei Purwo Darsono di Gandekan Tengen.
Istilah gandek merujuk pada abdi dalem yang memiliki fungsi sebagai penyambung lidah raja. Dalam tradisi kekuasaan Jawa, raja tidak berkomunikasi langsung dengan abdi dalem, melainkan melalui perantara yang disebut gandek. Gandek tidak hanya menyampaikan perintah, tetapi juga melakukannya dengan tata cara khusus, menggunakan bahasa kedaton yang terdiri dari sekitar 30 kosa kata. Bahasa ini dikenal dengan gaya yang lembut dan mendayu-dayu, mencerminkan etika tinggi dalam berkomunikasi di lingkungan keraton.
Sejarah gandek dapat ditelusuri kembali ke masa peralihan dari Kerajaan Demak ke Kerajaan Pajang. Bahasa dan tradisi gandek muncul pada masa ini, berkembang hingga Dinasti Mataram, dan melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Nyai Adisoro, seorang Nyai Lurah Gandek yang juga dikenal sebagai intelijen dan selir Panembahan Senopati. Peran gandek dalam sejarah Jawa seringkali melibatkan fungsi-fungsi strategis dan penting, baik di dalam maupun di luar keraton.
Dalam keraton, tugas gandek terbagi menjadi dua, yakni Gandek Kiwo yang bertugas mempersiapkan pusaka, dan Gandek Tengen yang bertugas mempersiapkan ampilan atau hiasan raja. Selain itu, terdapat dua versi gandek, yaitu Kyai Lurah Gandek yang bertugas di luar keraton, dan Nyai Lurah Gandek yang bertugas di dalam keraton.
Penamaan kampung dan wilayah di Solo, termasuk Gandekan, tidak terlepas dari simbol-simbol historis yang mencerminkan watak dan karakter masyarakat setempat. Dengan memahami sejarah Gandekan, kita dapat melihat bagaimana wilayah ini bisa menjadi simbol dan maskot yang membawa nilai-nilai historis yang kaya dan bermakna.
Sesi tanya jawab kemudian dilaksanakan, di mana masyarakat menunjukkan antusiasme tinggi dengan mengajukan berbagai pertanyaan dan berdiskusi mengenai materi yang telah disampaikan. Kegiatan ini berakhir dengan penutup oleh MC dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat.
Program tersebut bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang sejarah lokal Kelurahan Gandekan serta mempererat hubungan antara mahasiswa KKN dan masyarakat. Kegiatan ini juga menonjolkan pentingnya penguatan budaya lokal dan pelestarian sejarah melalui keterlibatan masyarakat.
Dengan adanya acara ini, diharapkan masyarakat Kelurahan Gandekan dapat lebih memahami dan menghargai warisan budaya mereka, serta menjalin kerjasama yang lebih baik dengan berbagai pihak dalam upaya pelestarian sejarah dan budaya lokal.