Logo Hari Jadi Pamekasan 494 dan Selera Buruk Terhadap Estetika
Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – Seolah-olah Pamekasan memang sudah bersumpah untuk memelihara selera buruk dalam estetika. Alih-alih belajar dari kekacauan logo Bobotik MTQ Jatim 2021 yang menuai hujatan brutal di media sosial, mereka memilih untuk mengulanginya.
Logo yang seakan-akan digarap oleh bapak-bapak buta estetika ini, beridiri angkuh di atas podium, menunjukkan egonya tanpa mempertimbangkan sentimen publik, apalagi kepekaan artistik.
Kemaren Pemerintah Kabupaten Pamekasan bangga launching Logo Hari Jadi ke-494 dengan tema Pamekasan Bersinergi, launching tersebut berlangsung di Pendopo Agung Ronggosukowati, sepasang Kacong-Chebbing ditugaskan membawa logo jelek itu seolah ingin merepresentasikan sebuah logo yang dekat sekali dengan kultur anak muda Pamekasan.
Tapi saya menangkap pesan lain, adalah sepasang generasi dalam bayang-bayang pola pikir generasi yang usang.
Sebagaimana logo-logo sebelumnya, ia hanya repetisi teror visual yang diulang-ulang, generik dan membosankan, gambar batik yang terkesan ditempel, penggunaan warna dan gradien yang bikin sakit mata, Monumen Arek Lancor juga kembanggaan yang tak boleh dilewatkan.
Nilai-nilai desain seperti hirarki, kesederhanaan, keteringatan, kesatuan, dan keunikan? Tidak ada dalam kamus. Konsistensi dan relevansi? Kembali dilupakan.
Kehadiran logo ini, tentu saja menyirat ejekan seolah-olah di Pamekasan tidak ada anak muda yang kreatif, yang mengerti soal visual, orang-orang seperti Naufan Noordyanto pemuda pegiat visual Pamekasan yang karya visualnya sudah keliling dunia, yang berkali-kali dimintai menjadi juri event desain International, bahkan sudah mendapatkan penghargaan Habibie Prize itu, tidak terlihat berguna.
Pamekasan seolah-olah tidak punya kampus Tehnik Informatika macam UNIRA dan UIM, Seolah tidak ada ruang kreatif yang memiliki talent logo designer berbakat seperti EJSC Madura, seolah Pemuda yang mengambil studi jurusan DKV di luar Pamekasan Madura pulang dengan pengetahuan hampa, atau seperti saya yang sudah terjun freelance di dunia desain grafis sejak 2019,
Bahkan sudah beberapa kali mengerjakan proyek desain grafis perusahaan atau agency dalam maupun luar negeri seperti Malaysia dianggap belum siap mengerjakan proyek logo ini.
pertanyaannya, kenapa Pamekasan tidak percaya diri untuk melibatkan mereka dalam peristiwa visual ini? Kenapa soal logo saja Pamekasan gagal bersinergi?
Penulis adalah Zenfreak, Pekerja Visual dan Freelance Graphic Designer asli Pamekasan.