Hukum Internasional: Peran Mahkamah Internasional dalam Penyelesaian Sengketa antara Indonesia dan Malaysia tentang Kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan
Editor: Bahiyyah Azzahra
Oleh : Nola Vidya Dewi, Yus Sudarso Nugroho, dan Syifa Aulia Nurfaiza
Pendahuluan
Sengketa kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan antara Indonesia dan Malaysia merupakan contoh signifikan bagaimana Mahkamah Internasional (MI) berperan dalam penyelesaian konflik internasional. Kedua pulau kecil yang terletak di perairan antara Kalimantan dan Sabah ini menjadi sumber perselisihan sejak tahun 1969, ketika perundingan mengenai batas landas kontinen antara kedua negara memunculkan klaim tumpang tindih. Setelah berbagai upaya diplomatis tidak membuahkan hasil, Indonesia dan Malaysia sepakat untuk membawa kasus ini ke MI pada 31 Mei 1997, dengan harapan mendapatkan keputusan yang adil dan final. (UGM Repository)
Pada 17 Desember 2002, MI mengeluarkan putusan yang menetapkan kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan berada di pihak Malaysia. Keputusan ini didasarkan pada prinsip “penguasaan efektif” (effective occupation), di mana MI menilai bahwa Inggris, sebagai pendahulu Malaysia, telah melakukan tindakan administratif nyata di kedua pulau tersebut, seperti pembangunan mercusuar dan pengaturan konservasi penyu. Sebaliknya, Belanda dan kemudian Indonesia tidak menunjukkan adanya tindakan serupa yang mencerminkan penguasaan efektif. Meskipun keputusan ini mengecewakan bagi Indonesia, penerimaan hasil tersebut menunjukkan komitmen kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai melalui mekanisme hukum internasional. (Hukumonline)
Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui studi dokumen, termasuk analisis putusan MI, perjanjian internasional, dan literatur terkait. Studi kasus dilakukan dengan meneliti kronologi sengketa, proses perundingan, dan dinamika diplomasi yang terjadi sebelum dan sesudah putusan MI. Pendekatan ini membantu memahami konteks sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, serta dampaknya terhadap hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia.
Melalui metode ini, dapat dianalisis bagaimana MI berperan dalam menegakkan hukum internasional dan menyelesaikan sengketa antarnegara secara damai. Selain itu, pendekatan ini juga memungkinkan identifikasi tantangan dan pelajaran yang dapat diambil untuk penyelesaian sengketa serupa di masa depan.
Hasil dan Pembahasan
1. Latar Belakang Sengketa Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan
Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan terletak di Laut Sulawesi, dekat perbatasan Indonesia dan Malaysia. Sengketa mengenai kedaulatan atas kedua pulau ini bermula pada tahun 1969, ketika Indonesia dan Malaysia tidak sepakat mengenai batas landas kontinen mereka. Keduanya mengklaim kedaulatan atas pulau-pulau tersebut, yang menyebabkan ketegangan diplomatik antara kedua negara.
2. Peran Mahkamah Internasional dalam Penyelesaian Sengketa
Pada 31 Mei 1997, Indonesia dan Malaysia sepakat membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional (MI) melalui perjanjian khusus. MI diminta untuk menentukan kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan. Proses ini menunjukkan komitmen kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai melalui mekanisme hukum internasional.
3. Prinsip “Penguasaan Efektif” dalam Hukum Internasional
Dalam memutuskan sengketa ini, MI menerapkan prinsip “penguasaan efektif” (effective occupation), yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam hukum internasional untuk menentukan kedaulatan atas wilayah yang disengketakan. Prinsip ini menekankan pentingnya tindakan nyata dan berkelanjutan dalam mengelola dan menguasai wilayah tersebut. (Jurnal Unnes)
4. Analisis Putusan Mahkamah Internasional
Pada 17 Desember 2002, MI memutuskan bahwa kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan berada di pihak Malaysia. Keputusan ini didasarkan pada bukti bahwa Inggris, sebagai negara pendahulu Malaysia, telah melakukan tindakan administratif nyata di kedua pulau tersebut, seperti pembangunan mercusuar dan pengaturan konservasi penyu. Sebaliknya, Belanda dan kemudian Indonesia tidak menunjukkan adanya tindakan serupa yang mencerminkan penguasaan efektif. (Journal Unnes)
5. Implikasi Keputusan MI bagi Hubungan Indonesia dan Malaysia
Keputusan MI yang menetapkan kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan berada di pihak Malaysia membawa implikasi signifikan bagi hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia. Meskipun keputusan ini mengecewakan bagi Indonesia, penerimaan hasil tersebut menunjukkan komitmen kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai melalui mekanisme hukum internasional. (Library UI)
6. Dampak Keputusan MI terhadap Penegakan Hukum di Laut
Setelah keputusan MI, penegakan hukum di perairan sekitar Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan menjadi lebih jelas. Kapal-kapal penangkap ikan Indonesia yang sebelumnya sering beroperasi di wilayah tersebut harus mematuhi hukum Malaysia. Hal ini menimbulkan tantangan bagi aparat penegak hukum Indonesia dalam mengatasi pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan mereka di wilayah tersebut. (e-Journal UNPATTI)
7. Pentingnya Penyelesaian Sengketa Melalui Hukum Internasional
Kasus sengketa Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan menegaskan pentingnya penyelesaian sengketa internasional melalui mekanisme hukum yang sah, seperti Mahkamah Internasional. Pendekatan ini tidak hanya memastikan keadilan bagi pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga memperkuat supremasi hukum internasional dan mendorong penyelesaian sengketa secara damai. (Hukumonline)
8. Pelajaran yang Dapat Diambil dari Kasus Ini
Kasus ini memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya dokumentasi yang lengkap dan tindakan administratif yang konsisten dalam mempertahankan klaim kedaulatan atas wilayah tertentu. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa serupa dapat belajar dari kasus ini untuk lebih berhati-hati dalam mengelola wilayah yang disengketakan dan memastikan bahwa tindakan mereka sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.
Kesimpulan
Sengketa kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan antara Indonesia dan Malaysia menunjukkan bagaimana Mahkamah Internasional berperan dalam menyelesaikan sengketa internasional melalui penerapan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku. Keputusan MI dalam kasus ini menegaskan pentingnya penguasaan efektif dalam menentukan kedaulatan atas wilayah yang disengketakan dan menunjukkan komitmen kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai melalui mekanisme hukum internasional.
Daftar Pustaka
Rajabi, Mohammad Taghi. “Peranan Mahkamah Internasional dalam Penyelesaian Sengketa antara Indonesia dan Malaysia tentang Kedaulatan atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan.” Tesis, Universitas Gadjah Mada, 2003. (UGM Repository)
“Analisis Putusan Mahkamah Internasional dalam Kasus Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan.” Digest, Universitas Negeri Semarang. (Journal Unnes)
“Kesepakatan Penyelesaian Kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.” Yustisia, Universitas Merdeka Madiun. (Yustisia)
Upaya Indonesia dalam Menyelesaikan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan. Universitas Indonesia. (Library UI)
“Penyelesaian Sengketa Sipadan-Ligitan: Interpelasi.” Hukumonline.com. (Hukumonline)
“Studi Kasus Sengketa Pulau Sipadan Dan Ligitan Antara Indonesia dan Malaysia.” Atma Jaya University Repository. (Atmajaya Library)