Hoax Seperti Virus di Tengah Masyarakat, Gen Z Harus Jadi Preventif
![Kabarbaru.co](https://kabarbaru.co/wp-content/uploads/2024/12/haidar-800x533.png)
Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – Generasi Z (Gen Z), yang dikenal sebagai digital native, tumbuh dalam dunia yang serba cepat dan berbasis teknologi.
Akses mereka terhadap informasi tidak terbatas, namun ironisnya, mereka justru menjadi generasi yang paling mudah terpengaruh oleh hoax. Salah satu penyebab utama masalah ini adalah kebiasaan malas membaca yang mengikis kemampuan berpikir kritis.
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena malas membaca di kalangan Gen Z menjadi semakin nyata. Alih-alih membaca artikel panjang atau buku, mereka lebih memilih konten singkat seperti video berdurasi pendek, meme, atau cuplikan berita tanpa konteks.
Pola konsumsi ini diperparah oleh kemudahan akses informasi instan melalui media sosial. Sayangnya, informasi yang diterima sering kali diterima mentah-mentah tanpa verifikasi, sehingga membuka peluang besar untuk penyebaran hoax.
Kemalasan membaca ini memiliki dampak signifikan. Ketika kemampuan memilah fakta dari fiksi melemah, Gen Z cenderung langsung mempercayai informasi viral tanpa mempertanyakan kebenarannya.
Ini terutama terlihat pada isu-isu sensitif seperti politik, kesehatan, atau kebijakan pemerintah. Situasi ini diperparah oleh algoritma media sosial yang hanya menampilkan konten sesuai minat pengguna, menciptakan echo chamber yang mempersempit wawasan mereka terhadap pandangan lain yang lebih objektif.
Akibatnya, hoax dapat menimbulkan efek domino yang merugikan. Contohnya, Polarisasi akibat berita politik yang tidak benar juga dapat mengancam stabilitas demokrasi.
Dalam skala pribadi, keputusan yang diambil berdasarkan informasi palsu sering kali membawa dampak negatif dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, masalah ini bukan tanpa solusi. Upaya membangun budaya membaca kembali harus menjadi prioritas. Edukasi literasi digital, misalnya, dapat mengajarkan Gen Z cara memverifikasi fakta dan mengenali informasi palsu.
Selain itu, teknologi dapat dimanfaatkan untuk menarik minat membaca, seperti aplikasi e-book, platform diskusi buku, atau bahkan permainan interaktif yang mengedukasi.
Figur publik dan influencer juga dapat berperan besar dalam menyuarakan pentingnya membaca dan berpikir kritis, mengingat mereka memiliki pengaruh besar terhadap perilaku Gen Z.
Potensi Gen Z sebagai agen perubahan di dunia digital tidak diragukan lagi. Namun, jika kebiasaan malas membaca terus dibiarkan, dampaknya bisa sangat merugikan, baik bagi diri mereka sendiri maupun masyarakat secara luas.
Kini saatnya kita bersama-sama membangun generasi yang bijak dan tanggap terhadap informasi, dimulai dari kebiasaan membaca dan berpikir kritis. Masa depan mereka dan kita semua bergantung pada langkah ini.
Penulis adalah Ach Chaidar Ghazy, Mahasiswa Pascasarjana UIN Malang.