Gibran Jadi Cawapres, Untung atau Jebakan?
Jurnalis: Annas Eka Wardana
Kabar Baru, Opini – Dinamika politik menuju pemilu 2024 telah memasuki babak baru. Setelah seluruh capres mendeklrasikan koalisi serta para wakilnya, tampaknya publik justru tertuju kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Hal ini dikarenakan setelah banyaknya partai koalisi pengusung Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Padahal, jauh sebelum deklarasi tersebut terdapat para nama calon wakil presiden seperti Erick Thohir, Yusril Ihza Mahendra, Airlangga Hartanto serta yang terbaru Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun dari nama-nama tersebut, justru yang terpilih adalah putra sulung Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka yang notabenenya sebagai kader dari PDI Perjuangan.
Apa yang ditampilkan oleh para elite politik menjelang pemilu 2024 sangat menarik untuk diikuti. Cawe-cawe yang selama ini Jokowi tunjukkan seakan menjadi bukti bahwa Presiden yang memiliki tingkat kepercayaan hingga 80 persen benar-benar memainkan perannya secara ciamik sehingga membuat siapapun lawan politiknya terheran-heran. Apa yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi menandakan bahwa Jokowi bukanlah orang sembarangan yang selama ini kerap dianggap remeh oleh lawan politiknya. Sebelum Gibran dideklarasikan sebagai cawapres, publik lebih dulu dihebohkan Kaesang Pangarep yang dijadikan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sehingga menjadi tanda bahwa Presiden tidak sepenuhnya mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung oleh PDI Perjuangan.
Apalagi setelah pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan syarat umur capres-cawapres boleh kurang 40 tahun asal pernah atau sedang menjabat kepala daerah membuat langkah politik Gibran menuju cawapres kian mulus. Ia menjadi satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang terus didukung oleh sebagian relawan dan masyarakat untuk menjadi cawapres, setidaknya sampai artikel ini dimuat. Akan tetapi, dari banyaknya dukungan terhadap Gibran apakah terpilihnya Gibran sebagai bakal calon wakil presiden menjadi sebuah keuntungan atau justru menjadi jebakan bagi Prabowo Subianto?. Kita perlu mengingat kembali, jika Presiden Jokowi adalah salah satu sosok yang susah sekali ditebak arah politiknya. Sehingga apa yang terlihat di media massa serta kehidupan masyarakat belum tentu menjadi kesimpulan dari arah dukungan politik Jokowi untuk pemilu 2024.
Namun yang jelas Jokowi betul-betul ingin penerus selanjutnya nanti benar-benar melanjutkan apa yang selama ini ia coba bangun dua periode memimpin Indonesia. Sehingga cawe-cawe menjadi jalan Jokowi untuk mencoba peruntungan dalam ikut bermain pada pemilu 2024. Sebagai orang yang sering mengikuti bursa capres dan cawapres, Prabowo Subianto kerap memilih wakil presidennya terburu-buru termasuk yang terbaru saat ini saat penunjukkan Gibran sebagai calon wakil presidennya. Isu politik dinasti boleh jadi sebagai hambatan bagi Prabowo di pemilu 2024 nanti, belum lagi isu-isu HAM yang kerap menghantui dirinya saat musim pemilu tiba menambah tantangan bagi Prabowo untuk maju sebagai calon presiden.
Gibran yang baru terjun ke dalam politik dan memimpin kota Solo selama dua tahun pun membuat publik semakin bertanya apakah penetapan Gibran sebagai wakil presiden hanya sebatas ban serep untuk mendapatkan perhatian penuh dari Presiden Jokowi dan barisan pendukungnya?. Karena kita tau bahwa kursi wakil presiden hanya sebatas dijadikan bahan simbolik kekuasaan semata, sehingga sekalipun Gibran dijadikan wakil presiden tidak akan bisa terlalu dominan untuk menunjukkan kualitasnya di dunia politik. Bayang-bayang besar seorang Prabowo akan lebih sering muncul ketimbang sosok Gibran yang baru terjun ke dalam politik. Hal ini bisa menjadi ancaman bagi karir politik Gibran yang sewaktu-waktu bisa cepat selesai. Di umurnya yang muda sebagian orang berharap bahwa ia disarankan untuk maju menjadi calon gubernur di DKI Jakarta atau Jawa Tengah ketimbang menjadi cawapres pada kontesasi pemilu 2024.
Kelihatannya manuver yang dijalankan oleh Prabowo mengusung Gibran jadi cawapres adalah bentuk respon terhadap lawannya bahwa ia dan Gibran mampu meraut suara milenial di pemilu 2024 nanti. Karena di pemilu 2024 menurut data yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga survei menyatakan jika pemilih di pemilu 2024 adalah generasi milenial atau gen-Z. Sehingga para calon presiden dan wakil presiden nanti berbondong-bondong meraut suara banyak dari generasi milenial tersebut. Apa yang dilakukan hal tersebut sebetulnya sah-sah saja. Namun kita juga perlu menimbang dan melihat track record dari setiap pasangan calon presiden wakil presiden yang akan kita pilih nanti. Gagasan dan isu apa yang mau dibawa sehingga diantara calon tersebut bisa betul-betul menempati janji kampayenya. Tidak ada jaminan sekalipun jika calon wakil presiden anak muda apalagi anak dari penguasa sekarang. Sehingga pemilu 2024 nanti bukan hanya sebatas gambaran bahwa anak muda bisa memiliki peranan di dunia politik, namun bisa betul-betul memberikan sumbangsihnya terhadap keamjuan bangsa dan negara.