Direktur MSC: Indo Defence 2022 Signal untuk Kemandirian Industri Pertahanan dalam Negeri
Jurnalis: Faisol Bin Ali
Kabar Baru, Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan RI kembali menggelar pameran pertahanan internasional terbesar se-Asia Tenggara, Indo Defence 2022 Expo & Forum yang mengusung tema “Peace, Prosperity, Strong”.
Dimana pameran yang diselenggarakan di JI Expo Kemayoran pada 2-5 November 2022 ini menghadirkan berbagai macam industri pertahanan baik dalam dan luar negeri.
Terselenggaranya kegiatan ini, mendapatkan respon dari berbagai pihak. Salah satunya Muhammad Sutisna selaku direktur Maritime Strategic Center saat dihubungi awak media melalui sambungan seluler (Sabtu, 05 November 2022).
Dimana menurut Sutisna dengan adanya Indo Defence 2022, momentum bagi industri pertahanan kita bisa unjuk gigi disini. Mengingat sudah saatnya Indonesia membangun kemandirian Industri Pertahanan, dengan menyiapkan segala ekosistem penunjangnya.
Agar selain bisa memenuhi kebutuhan pertahanan dalam negeri dan dapat bersaing dalam pasar industri pertahanan global.
Lalu bila mencermati pernyataan Presiden Jokowi pada peluncuran Holding Company BUMN dibidang industri pertahanan, defend id beberapa waktu silam yang mendukung keberadaan Defend id.
Nampaknya sebagai sinyal bagi kita untuk bisa belajar dari masa lalu, ketika pada tanggal 12 September 1999 Amerika Serikat melakukan embargo terhadap Indonesia yakni melarang dan menyetop kebutuhan Alutsista Indonesia yang selama ini sangat bergantung kepada Amerika Serikat.
Sutisna juga menjelaskan bahwa kita perlu mewaspadai berbagai dinamika hari ini, mulai dari dinamika di Laut China Selatan, dinamika di Semenanjung Korea hingga konflik Rusia-Ukraina yang tak kunjung reda, dibutuhkan armada yang mandiri.
Ketika sewaktu-waktu terjadi insensitas suhu politik global yang meninggi, atau apabila Indonesia kembali diembargo oleh negara tertentu. Tentunya tidak berpengaruh pada kondisi alutsista kita yang miliki. Karena hasil dari pengembangan industri pertahanan dalam negeri.
Jangan sampai Indonesia di embargo kembali karena bergantung terus pada alutsista luar negeri. Mengingat dampak embargo tersebut sangatlah besar, Segala jenis persenjataan yang dimiliki Indonesia yang mayoritas merupakan buatan lisensi Amerika Serikat sehingga menyebabkan sebagian besar alutsista kita tidak mendapat perawatan yang semestinya karena berbagai jenis jasa pemeliharaan persenjataan turut diembargo.
Sehingga menyebabkan Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk pemeliharaan serta peremajaan senjata (arms maintenance). Ungkap Sutisna.
Sutisna juga menjelaskan bahwa beberapa perusahaan dibidang pertahanan milik BUMN, sebenarnya juga sudah mulai berkembang dengan baik. Bahkan produk produknya menjadi Primadona bagi negara lain.
Seperti ketertarikan Angkatan Laut UEA terhadap Kapal buatan PT PAL dan langsung menandatangani kontrak untuk pengadaan enam kapal jenis LPD (landing platform dock). Dimana kontrak tersebur telah ditandatangani pada 1 Juli 2022 lalu saat kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Abu Dhabi yang saat itu didampingi oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto. Ungkap Sutisna.
Menurut Sutisna yang juga pemerhati Pertahanan dan Keamanan mengatakan selama ini kita selalu tersandera oleh permasalahan klasik yakni urusan keterbatasan anggaran. Bila merujuk dari data Kementerian Pertahanan, masih tetap 0,8 persen dari total GDP atau sejumlah Rp 134 Triliun.
Tentunya masih kalah jauh dengan Singapura sekitar 3 persen dan Malaysia sekitar 2 persen dari total GDPnya. Belum lagi anggaran pertahanan tersebut harus dibagi ke tiga matra dan kebutuhan belanja pegawai.
Sehingga Anggaran yang terbatas itu alangkah baiknya bila digunakan untuk pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Adapun bila ingin membeli Alutsista dalam negeri, perlu adanya perjanjian transfer of technology didalamnya.
Sutisna berharap kedepannya industri pertahanan dalam negeri dapat pemenuhan kebutuhan alutsista kita. mengingat Indonesia sebagai negara Kepulauan yang luas wilayahnya mayoritas terdiri hamparan laut, dan terletak diantara dua samudera, Pasifik dan Hindia yang menjadikan Indonesia menjadi kawasan penghubung antarnegara di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara serta Asia Selatan.
Selain itu wilayah Indonesia seperti Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makasar juga berada dalam area lalu lintas maritim global, membuat kondisi ini mau tak mau kita harus mempersiapkan segala sesuatunya. Sebagai bentuk antisipasi berbagai macam dinamika yang melanda dunia internasional hari ini. Tutup Sutisna.