Aktivis Aceh Sebut di Tengah Bencana Sumatra, Saatnya Bergerak Terpadu, Bukan Terprovokasi

Jurnalis: Masudi

Kabar Baru, Jakarta- Di tengah duka mendalam akibat banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh serta sejumlah wilayah Sumatra, ruang publik kembali menghangat setelah pernyataan Anggota DPR RI Teuku Abdul Khalid (TA Khalid) dalam podcast ORDAL.

Pernyataan tersebut menyoroti pentingnya kejujuran data lapangan dan percepatan respons negara agar kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat terdampak.

Aktivis muda asal Aceh, Wanda Assyura, menilai apa yang disampaikan TA Khalid bukanlah bentuk kritik kepada pemerintah, melainkan bentuk masukan internal yang sah dan justru diperlukan dalam situasi krisis. Menurutnya, pesan utama yang perlu ditangkap adalah dorongan agar negara bekerja lebih presisi, lebih cepat, dan lebih terkoordinasi, bukan saling menyalahkan di tengah penderitaan rakyat.

“Masukan seperti yang disampaikan Pak TA Khalid harus dibaca sebagai alarm dukungan. Intinya sederhana: pastikan data yang sampai ke Presiden adalah data lapangan yang sebenar-benarnya, supaya kebijakan tidak salah arah,” ujar Wanda dalam keterangannya kepada media, Rabu (17/12/2025).

Wanda menekankan bahwa dalam kondisi bencana besar, selisih data beberapa jam saja bisa berakibat fatal. Karena itu, ia memandang usulan pembentukan mekanisme khusus atau tim percepatan sebagai upaya memperkuat kerja negara, bukan ekspresi ketidakpercayaan terhadap pemerintah.

Di saat yang sama, Wanda juga meminta masyarakat Aceh untuk menahan diri dan tidak terprovokasi oleh narasi yang berkembang liar di media sosial. Menurutnya, ekspresi kelelahan dan kemarahan warga termasuk aksi simbolik seperti pengibaran bendera putih atau seruan meminta bantuan asing harus dipahami secara empatik, namun tidak boleh diarahkan menjadi sentimen yang merusak kepercayaan terhadap negara.

“Rakyat Aceh berhak lelah dan berhak marah. Tapi jangan sampai emosi ini diarahkan ke simbol-simbol yang justru memecah solidaritas nasional,” kata Wanda. Ia mengingatkan bahwa sejak hari-hari awal bencana, aparat negara TNI, Polri, BNPB, Basarnas serta relawan lokal telah bekerja tanpa henti di lapangan.

Terkait isu bantuan asing, Wanda menilai perlu ada pelurusan informasi yang tenang dan proporsional. Ia menegaskan bahwa bantuan dari luar negeri sah dan dimungkinkan, namun harus melalui mekanisme negara dan koordinasi Kementerian Luar Negeri. “Yang perlu dijaga adalah persepsi publik. Jangan sampai muncul kesan seolah negara tidak hadir, padahal aparat kita sudah bekerja sejak hari pertama,” ujarnya.

Menurut Wanda, kegaduhan ini diperparah oleh potongan video dan narasi media sosial yang tidak utuh. Karena itu, ia sepakat bahwa komunikasi pemerintah dalam situasi darurat sebaiknya satu pintu agar pesan yang sampai ke publik tidak terdistorsi. “Bukan untuk membungkam kritik, tetapi untuk memastikan informasi tetap utuh dan tidak liar,” katanya.

Ia kembali menegaskan bahwa pesan TA Khalid sejatinya sejalan dengan semangat ini: memperbaiki alur kerja dan memastikan negara hadir secara nyata. “Dorongan itu bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk menguatkan. Dalam situasi genting, kejujuran data adalah bentuk loyalitas tertinggi kepada negara,” tutur Wanda.

Di akhir pernyataannya, Wanda menyampaikan pesan khusus kepada masyarakat Aceh. “Kalian tidak sendiri. Negara sedang bekerja, meski belum sempurna. Jangan biarkan kelelahan dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin memecah persatuan. Kita kawal bersama, kita bangkit bersama,” ujarnya.

Menurut Wanda, bencana ini seharusnya menjadi momentum memperkuat kolaborasi antara rakyat, wakil rakyat seperti TA Khalid, dan pemerintah pusat. “Saatnya bergerak terpadu. Yang dibutuhkan Aceh hari ini bukan saling menyalahkan, tetapi kerja nyata, kejujuran data, dan kepercayaan satu sama lain,” pungkasnya.