Kajari Tolitoli Bantah Keras Tuduhan Kriminalisasi, Tegaskan Penegakan Hukum Berdasarkan Fakta dan Laporan Masyarakat

Jurnalis: Adan
Kabar Baru, Tolitoli – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tolitoli, Albertinus P. Napitupulu, angkat bicara terkait tuduhan yang dilayangkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah terhadap dirinya dan institusinya. Dalam laporan yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR RI, LBH menuduh Kajari melakukan kriminalisasi dan pemerasan terhadap Direktur PT Megah Mandiri Makmur, Benny Chandra, yang saat ini menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Pasar Rakyat Dakopamean, Desa Galumpang, Tolitoli.
Kajari menegaskan bahwa semua tuduhan tersebut tidak berdasar, dan proses hukum berjalan sesuai aturan perundang-undangan tanpa intervensi dari pihak mana pun.
“Saya pastikan tidak ada kriminalisasi, tidak ada permintaan uang, dan tidak ada tekanan dari pihak manapun. Penanganan perkara ini murni hasil kerja profesional jaksa penyidik dan berdasarkan aturan hukum dan SOP yang berlaku di institusi kejaksaan,” ujar Albertinus di Tolitoli, Selasa (2/7).
Albertinus juga menyampaikan bahwa kasus ini berangkat dari laporan dan keluhan masyarakat, yang mempertanyakan keberadaan dan kondisi pasar yang dibangun dengan anggaran sekitar Rp5,6 miliar namun hingga saat ini tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Kami menerima pengaduan dari masyarakat bahwa pasar ini dibangun namun tidak berfungsi. Ini adalah proyek publik, dan kami berkewajiban untuk memastikan tidak ada kerugian negara,” tambahnya.
Bahkan, Kajari Tolitoli turun langsung ke lokasi proyek di Pasar Galumpang untuk mengecek secara faktual kondisi bangunan.
“Saya sudah beberapa kali turun langsung untuk mengecek pasar Galumpang. Didampingi tim dari Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Inspektorat Kabupaten Tolitoli, kami menelusuri setiap sudut bangunan pasar modern tipe C yang seyogianya sudah rampung sejak lama,” tegas Albertinus.

Dalam tinjauan tersebut, ditemukan sejumlah kejanggalan mulai dari keramik yang belum dipasang, pekerjaan yang belum tuntas, hingga ketidaksesuaian volume pekerjaan dengan spesifikasi teknis. Fakta ini juga telah diberitakan dalam artikel berjudul “KAJARI TOLITOLI GERUDUK PASAR GALUMPANG: Bongkar Kejanggalan Proyek 5,6 Miliar yang Mangkrak!” oleh buol.pikiran-rakyat.com (link artikel).
Kajari menambahkan, proses hukum yang sedang berlangsung telah melalui pemeriksaan tim ahli konstruksi dan auditor independen, serta dilengkapi dengan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.
Ia menegaskan bahwa penetapan tersangka dalam perkara ini tidak dilakukan secara sembarangan. Penyidik Kejari Tolitoli bekerja berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang ketat, dan tidak mungkin menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa didukung oleh alat bukti yang sah, valid, dan memenuhi unsur-unsur pidana yang disangkakan.
“Ini bukan persoalan wanprestasi semata. Ketika ada pekerjaan publik yang diduga mangkrak dan tidak sesuai kontrak, maka unsur dugaan korupsi harus diuji secara hukum. Dan itu yang kami lakukan,” katanya.
Terkait narasi adanya tekanan atau percakapan soal hutang pribadi sebagaimana diklaim pihak pelapor, Kajari menyebut bahwa hal itu adalah upaya membangun opini dan tidak berdasar.
“Cerita soal hutang, percakapan pribadi, dan tekanan itu fiksi. Itu bagian dari upaya menggiring opini publik agar proses hukum ini dicemari. Kami tidak akan terganggu dengan taktik seperti itu. Fenomena koruptor fight back itu hal biasa,” tegasnya.
Kajari juga menekankan bahwa pihaknya akan terus menjunjung tinggi prinsip independensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap penanganan perkara.
“Tidak ada yang bisa mengintervensi proses hukum di Kejari Tolitoli. Kami bekerja berdasarkan hukum, bukan tekanan,” pungkasnya.