Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Guru Besar UGM Maria Sumardjono Tegaskan RUU MHA Bisa Segera Sah

Maria Sumardjono
Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria Sumardjono (Foto: Istimewa).

Jurnalis:

Kabar Baru, Jakarta Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria Sumardjono menegaskan, Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) mendesak untuk segera disahkan.

Ia mengaku resah dengan kondisi masyarakat adat yang sampai sekarang belum memiliki landasan hukum atas wilayah adatnya.

Jasa Pembuatan Buku

“Saya heran ya, kenapa sejak dulu sampai sekarang RUU MHA selalu gagal disahkan. Harapannya, sebelum 2024, ini sudah sah,” ungkap Maria Sumardjono pada Webinar Festival Ibu Bumi, Rabu (25/5/2022).

Baginya, pengesahan RUU MHA mendesak sebab itu berkaitan erat dengan hak dasar masyarakat.

Jika hak ini tidak dipenuhi, maka itu merupakan sebentuk ketidakadilan yang nyata.

Maria mengatakan, pihak yang bicara tentang reforma agraria memang tidak sedikit. Namun, mereka sekadar menyuarakan isu pentingnya redistribusi dan resolusi konflik.

Isu yang lebih mendasar, mereka justru melupakannya, yakni landasan hukum bagi masyarakat adat berkaitan dengan wilayahnya.

“Kita sering bicara reforma agraria, tapi ketika bicara itu, orang ingatnya hanya redistribusi dan resolusi konflik. Pemenuhan hak masyarakat adat malah diabaikan, padahal ini penting, khususnya dalam bentuk segera disahkannya RUU MHA,” ungkap Maria.

Selain itu, Ia menjelaskan bahwa regulasi yang parsial memang sudah ada, tapi persoalannya itu kerap tumpang tindih.

Akibatnya, pemerintah penting untuk mengumpulkan dan menyempurnakannya menjadi satu UU khusus.

Ia memberi contoh tentang regulasi pertanahan dan kehutanan masyarakat adat. Keduanya membahas tentang wilayah masyarakat adat, tapi jalan sendiri-sendiri.

“Regulasi yang parsial sudah ada, tapi tidak selalu sejalan satu sama lain, bisa tumpang tindih. Contoh, yang pertanahan bicara masyarakat adat dan ulayatnya dan yang kehutanan bicara hutan adatnya. Ini membingungkan,” kata Maria.

“Kalau mendaftar, mestinya yang didata itu seluruh wilayah mencakup tanah, hutan, dan air. Soal pengelolaan, untuk hutan, silahkan KLHK, sedangkan di luar wilayah hutan silahkan ATRBPN. Yang sekarang terjadi, ATR/BPN tidak berani mengelola yang di luar kawasan hutan,” Maria menambahi.

Lebih jauh, Maria menegaskan bahwa hak ulayat MHA tidak mencakup Sumber Daya Alam (SDA) di dalam bumi.

Hak ulayat mereka terbatas pada tanah, hutan, perairan, dan SDA di atasnya.

Akibatnya, untuk pengelolaan dan pemanfaatan SDA di dalam bumi dipegang oleh pemerintah melalui pihak ketiga.

Meski demikian, Maria menengarai, bukan berarti ketika demikian, maka MHA dilupakan begitu saja.

Betapa pun, SDA tersebut tetap berada di wilayahnya, sehingga MHA berhak atas manfaat yang dihasilkan dan pembagian keuntungan.

“Jadi kalau itu dieksploitasi atau dikelola, masyarakat adat harus mendapatkan prioritas manfaat, bahkan termasuk pembagian keuntungan dari pemanfaatan SDA itu. Ini kita bisa membandingkannya dengan Filipina,” pungkasnya.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store