UU MINERBA di Revisi: WIUP Untuk Perguruan Tinggi dan Lahirnya Kontroversi

Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – DPR RI sedang melaksanakan dan mempercepat proses revisi undang-undang mineral dan batu-bara atau RUU MINERBA yang dalam hal ini digarap oleh Badan Legislasi (BALEG), percepatan revisi UU Minerba ditujukan untuk mendukung program hilirisasi yang tujuanya untuk meningkatkan nilai jual akan tetapi menjadi problem ketika proses revisi ini dilaksanakan secara kilat dengan langkah-langkah taktis oleh Baleg yang akhirnya mengesampingkan aspek-aspek formil maupun material dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Hal inilah yang menjadikan beberapa minggu ini terjadi banyak penolakan dari berbagai elemen terhadap Revisi UU Minerba ini. Salah satu norma yang banyak ditentang adalah penambahan norma bahwa perguruan tinggi bisa mengelola tambang, penolakan ini didasarkan karena hal itu dianggap sebagai bentuk dari penghianatan nilai-nilai dan keluar dari fungsi perguruan tinggi.
Hilirisasi salah eksekusi
Revisi UU Minerba ini untuk mendorong hilirisasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, menciptakan ekosistem industri mandiri, dan mewujudkan swasempada energi, akan tetapi menjadi kekacauan jika proses revisi undang-undangnya dilaksanakan secara serampangan, hal ini tergambarkan dari sehari setelah pengajuan RUU Minerba ini, DPR langsung membahas dalam rapat paripurna, proses kilat ini menjadi pertanyaan bagi banyak kalangan terkait sedalam apa kajian yang dilakukan oleh DPR bahkan dirasa mengesampingkan partisipasi public atau tidak melaksanakan meaningful partcipation,
Selain mendapat respon negative dari masyarakat, respon negative lainya juga disampaikan oleh anggota Baleg sendiri yaitu, Putra Nababan mengatakan “dengan jumlah halaman 79 menjadi suatu kemustahilan ketika dikirimnya hanya berjarak 30 menit bahkan tanpa membaca naskah akademik”, selain permasalahn formil dalam proses revisi ini, secara materi juga melahirkan pro dan kontra, salah satunya adalah penambahan norma pada pasal 51A ayat 1 yang menyatakan wilayah izin usaha pertambangan(WIUP) dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
Penghianatan nilai-nilai perguruan tinggi dan kerusakan ekologi
Banyaknya penolakan dan pertentangan terhadap pemanbahan norma pada pasal 51A ayat 1 revisi UU minerba ini karena hal ini dinilai sebagai bentuk dari penghianatan nilai-nilai perguruan tinggi bahkan keluar dari fungsi perguruan tinggi sendiri, sebagai mana yang terdapat pada UU Pendidikan yang menyatakan bahwa perguruan tinggi ditugaskan setidaknya pada 3 hal atau yang biasa dikenal dengan Tri drama perguruan tinggi yaitu Pendidikan, penilitian dan pengabdian, hal inilah yang ditugasakan oleh negara kepada perguruan tingi, seminimalnya berperan sebagai salah satu elemen yang mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadi suatu permasalahan ketika kampus mulai disibukkan dengan hal yang bukan menjadi tugasnya dalam hal ini mengelola tambang, ketika perguruan tinggi
Disibukan dengan urusan bisnis maka akan berbicara untung dan rugi bahkan dikhawatirkan mengesampingkan tugas-tugas utama dari perguruan tinggi itu sendiri, ketika kampus sudah masuk keindustri tambang kampus tidak lagi peduli dengan pembangunan yang berkelanjutan karena menjadi bagian dari perusak lingkungan.
Tambang sendiri merupakan salah satu industri yang menyebabkan kerusakan lingkungan hal itu disampaikan oleh George W. (Rock) Pring “pertambangan adalah inheren (tak terpisahkan) dengan degradasi lingkungan, tidak ada aktivitas pertambangan yang ramah lingkungan. Aktivitas sumber daya mineral mempengaruhi semua media lingkungan, yaitu tanah, udara, air, dan flora dan faunanya, juag lingkungan manusia, keamanan dan kesehatan individu, gaya hidup masyarakat lokal, kelangsungan budaya, tertib sosial, dan kehidupan ekonomi. Ketika sementara menganggap bahwa mayoritas dampak pertambangan dikatakan bersifat lokal, pertambangan dapat menyebabkan persoalan lingkungan secara nasional, bersifat lintas batas, dan bahkan global”.
Hal itulah yang seharunya menjadi bahan dasar kajian saat DPR RI melakukan revisi UU Minerba ini, artinya dengan semakin banyaknya penerima wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) maka akan menjadi PR tersendiri bagi negara karena bertambah juga kerusakan lingkungan.
Begitu juga pernguruan tinggi sudah sepatutnya memiliki kajian yang matang terkait RUU Minerba ini, jangan karena adanya tawaran yang mengiurkan dan Gambaran keuntungan yang berar malah mengesampingkan nilai-nilai dan acuh terhadap kerusakan lingkungan seperti apa yang disampaikan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang dikutip dari Perspektif.idn “pemberian izin wiayah usaha pertampangan (WIUP) kepada kampus memiliki dampak positif, kampus dapat memprolleh pendapatan tambahan yang dapat digunakan untuk mendukung fasilitas akademin dan peneitian”.
*Penulis adalah Muzakki, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Ciputat.