TPM Ganjar Kritisi Ide Carbon Capture Storege Gibran di Debat Cawapres

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Wakil Deputi II Generasi Y dan Z Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo – Mahfud MD (Tim Pemenangan Muda Ganjar Pranowo-Mahfud MD), Achyar Al Rasyid menilai apa yang dibahas oleh Gibran mengenai regulasi Carbon Capture Storage adalah suatu tantangan besar dimasa depan. Dan core dari Carbon Capture Storage ini adalah lingkungan.
“Pertanyaan Gibran terkait regulasi Carbon Capture Storege itu diluar kontek dari tema debat, Carbon Capture Storage itu nilai dan prinsipnya ada pada bidang lingkungan. Soal pasca itu ada efek ekonomi, itu adalah efek samping semata. Tapi sekali lagi, jangan dibalik, tujuan dan niat utamanya untuk ekonomi, nanti akan berdampak buruk bagi sikap dari para pengusaha dan pelaku industri, ibarat kata akan terbentuk kerangka berpikir untung-rugi, dan ujungnya tetap bahan bakar fossil akan digunakan semaksimal mungkin, ibaratnya akan muncul pandangan : ‘jika saya menerapkan teknologi Carbon Capture Storage yang ini jelas memerlukan tambahan investasi baru ke dalam teknologi perindustrian mereka, mereka akan berpikir berapa biayanya yang diperlukan, berapa biaya operasionalnya, jika sekian yang harus dikeluarkan, maka dari industri yang saya jalankan harus memproduksi seberapa banyak barang produk sehingga tetap untung, ini berbahaya. Apalagi dalam debat kemarin, Carbon Capture Storage ini ditanyakan pada tema ekonomi, ini jelas ingin menukar logika berpikir”, ungkap Achyar yang juga merupakan Kandidat Ph.D., Urban Planning, Tianjin University, Tiongkok ini.
Achyar juga mengatakan bahwa Corbon Capture Storage ini bukanlah hal yang baru dalam dunia industri, khususnya industri yang menggunakan bahan baku fossil, dan bisa dikatakan sejauh ini belum berhasil dapat dilihat dari penelitian-penelitian yang sudah ada.
“ Dalam Sebuah Laporan dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), kegiatan operasi Carbon Capture Storafe hanya menghasilkan total 39 juta ton CO2 per tahun. Angka ini hanya sekitar 1/10.000 dari total 36 miliar ton emisi yang dibuang ke atmosfer pada tahun 2021, saya yakin faktor utamanya tadi, ada kekeliruan mind set untung rugi, karena jelas teknologi yang diperlukan cukup besar pembiayaannya”, ungkap Achyar yang juga Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia 2022-2023.
Lebih lanjut Achyar juga mengatakan “Dalam jurnal yang oleh Chelvam and Hanafiah yang berjudul ‘Life Cycle Assessment of Carbon Capture, Utilisation and Storage Technologies: An analytical Review’ menunjukkan bahwa penerapan teknologi penangkapan karbon dapat secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca, namun juga dapat meningkatkan beban lingkungan lainnya seperti asidifikasi, eutrofikasi, dan toksisitas ekosistem tergantung pada metode penangkapan karbon yang digunakan”.
Achyar yang juga ingin menyampaikan bahwa Carbon Capture Storage (CCS) bukan satu-satunya cara untuk menekan emisi carbon dan juga CCS juga memiliki resiko kebocoran CO2 dan juga biaya yang sangat tinggi dan belum tentu efisien dalam penerapan teknologinya.
“Masih ada cara lain yang perlu dipastikan berjalan untuk menekan emisi karbon, semuanya berkaitan dengan penegakan hukum, keahliannya Prof. Mahfud, seperti reboisasi dan pelestarian hutan agar tidak digunakan untuk hal-hal kontraproduktif dengan kebijakan menekan emisi karbon sesuai dengan kesepakatan di Perjanjian Paris, kepastian jaminan reklamasi dijalankan secara baik tidak hanya penuntasan kewajiban saja, yang wajib dilakukan para pelaku usaha di sektor Sumber Daya Alam, juga perlu diingat, emisi karbon yang dihasilkan dari rumah tangga jika dijumlahkan itu juga sangat besar, ini yang perlu dimulai kebijakan afirmasinya”, ungkap Achyar
Achyar juga mengatakan bahwa kebijakan hijau Indonesia hari ini secara alas hukum hampir semua sudah diatur sekarang tinggal bagaimana penerapannya dan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk turut serta dalam pembangunan hijau.
“Secara aturan terkait kebijakan pembangunan hijau di Indonesia sudah sangat baik dan ini sejalan dengan perjanjian paris, sekarang tinggal bagaimana kita menerapkannya dan yang paling penting jangan pula ketika kita fokus dalam pembangunan hijau malah ada salah satu kementerian kita membuat sebuah program yang bertentangan dengan pembangunan hijau dengan dalih krisi pangan global dan menciptakan sebuah ketahanan pangan nasional namun program tersebut tidak di kaji secara matang dan alhasil programnya bisa dibilang gagal dan dampaknya banyak pembukaan lahan hutan yang digunakan tidak efektif dan efisien”, terang Achyar yang pernah menjadi Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Bidang Hubungan Internasional 2018-2020 ini.
Diakhir achyar mengatakan bahwa masyarakat bisa melihat kandidat capres-cawapres mana yang memiliki roadmap pembangunan hijau pada debat yang keempat yang bertema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa.
“Saya sangat yakin di dalam visi-misi yang dibuat oleh Ganjar-Mahfud terkait pembangunan hijau sudah sangat komprehensif dan masyarakat bisa lihat dan bandingkan nanti ketika debat yang keempat yang berfokus membahas tema pembangunan berkelanjutan”, ujar Achyar menutup wawancara ini.