Quo Vadis Cuitan Ferdinand Hutehean, Publik Percaya Polri Presisi
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan Tuhan dari agama mana, tapi diksi cukup jelas, Ferdinand ingin menegaskan soal superioritas Tuhan dia sebagai penganut Kristen, dan Tuhan yang lainnya itu diposisikan lemah tak berdaya.
Wajar saja kalau banyak pihak merasa tersinggung dengan cuitan Ferdinand Hutahean. Aksi protes di media sosial semakin tak terbendung, bahkan menjadi trending topik di Twitter.
Tidak itu saja, berbagai organisasi islam maupun kepemudaan melaporkan yang bersangkutan ke Mabes Polri maupun Polda dan Polres setempat.
Ferdinand memang kerap mencuit narasi-narasi yang dianggap kontroversial dan memicu perdebatkan di ruang publik. Narasi-narasi yang tidak sehat ini berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan selaku anak bangsa hingga perlu dibijaki serius oleh kepolisian.
Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta pihak kepolisian untuk bersikap responsif terhadap laporan masyarakat terkait dengan cuitan Eks Politisi Demokrat, Ferdinand Hutahean kali ini yang berpotensi membuat kegaduhan, sehingga masyarakat rentan terfragmentasi.
Polisi harus bersikap profesional demi terwujudnya equality before the low. Jangan ada kesan kelompok sana cepat diproses tapi yang disini dilindungi. Ini tidak baik buat masa depan hukum kita di tanah air. Polisi harus bekerja sesuai dengan pakemnya, jangan mau ditekan apalagi diintervensi.
Menurut kami, kasus Ferdinand ini harus dijadikan momentum bagi kepolisian untuk merubah stigma buruk yang selama ini disematkan.
Polisi yang terkesan lambat memproses laporan-laporan yang berkaitan dengan kelompok-kelompok tertentu dan sangat cepat memproses hukum kelompok yang lain yang dianggap bersebrangan dengan pemerintahan.
Ini stigma buruk yang harus segera di ubah. Wajah Polri adalah wajah keadilan yang menjadi harapan masyarakat Indonesia. Kita tetap akan support dan mendukung kerja-kerja kepolisian selama on the track dengan prosedur hukum yang berlaku di bangsa ini.
CENTRIS mendukung langkah Polri sesuai dengan pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu (5/1/2022), perihal Pasal 45 a Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan juga Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP,” yang tengah dikaji oleh Polri terhadap laporan masyarakat yang masuk ke Bareskrim Polri.
Bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), sangat tepat disangkakan kepada Ferdinand Hutahean.
Sementara Bunyi Pasal 45a ayat (2) UU ITE: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), juga kami pandang sangat pas untuk disangkakan kepada eks Demokrat tersebut.
Adapun pasal-pasal tersebut berkaitan dengan penyebaran informasi bermuatan permusuhan berdasarkan SARA, menyebarkan pemberitaan bohong di kalangan masyarakat sehingga berpotensi menimbulkan keonaran, kami harapkan dapat membuat efek jera kepada calon-calon terduga penista agama di negeri ini.
CENTRIS dan seluruh eksponen dan elemen bangsa lainnya akan mendukung penuh setiap langkah Polri khususnya dalam pemanggilan Ferdinand Hutahean yang seyogianya bagian dari penegakan hukum di NKRI yang dilakukan secara adil, transparan, dan berkeadilan,”
*) Penulis adalah AB Solissa, Peneliti CENTRIS
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co