Penundaan Pemilu dan Darurat Negara
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI- Sepanjang sejarah konstitusi Negara kita dirubah, UUD 1945 Pasal 12 tidak mengalami perubahan. Bunyi UUD 1945 Pasal 12 adalah sebagai berikut. ‘Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.”
Secara umum, UUD 1945 Pasal 12 tidak menyatakan secara tegas keadaan berbahaya yang dimaksud. Dengan demikian, pemerintah memiliki ruang untuk mengeluarkan aturan terkait keadaan berbahaya sesuai dengan kondisi relevan yang dialami bangsa Indonesia.
Kendati demikian, Perpu Nomor 74 Tahun 1957 terkait penetapan keadaan berbahaya menjelaskan mengenai tiga jenis keadaan berbahaya, yaitu:
- Keadaan darurat sipil,
- Keadaan darurat militer, dan
- Keadaan darurat perang.
Penjelasan mengenai tiga jenis keadaan darurat dan bahaya di atas dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
- Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian wilayah Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
- Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah NKRI dengan cara apa pun;
- Keadaan negara Indonesia berada dalam kondisi bahaya atau ada gejala-gejala yang mengkhawatirkan, serta dapat membahayakan Indonesia.
Dalam kaitannya dengan penundaan pemilu justru ini menjadi hal yang keliru dimana telah diatur dengan jelas dalam Bab VII B Tentang Pemilihan Umum Pasal 22E Bahwa pemilihan umum dilakukan 5 tahun sekali dan telah ditetapkan pula oleh Komisi Pemilihan Umum mengenai Tanggal pemilihan umum. Masalah ini akan menjadi klimaks ketika banyak dari unsur pejabat ataupun pemerintah asal ucap penundaan pemilu karena hal tertentu.
Misalnya yang disampaikan oleh politisi Partai Amanat Nasional karena sedang terancamnya dunia international karena perang rusia dan ukraina. Kita perlu amati lebih jauh apakah ada dampak secara langsung terhadap pemerintah dan masyarakat Indonesia mengenai hal ini? Tentu tidak itu hanya claiming semata saja untuk melanggengkan kekuasaan
Dalam hal lain misalnya karena ada wabah pandemi covid-19. Dalam sejarah kita memang pilkada 2019 diundur karena alasan pandemi covid dan telah ditetapkan menjadi bencana nasional. Nah kita dapat melihat ke dalam aspek kali ini apakah kita sudah tidak tanggap terhadap hal itu? Secara jelas kita telah melewati fase itu dengan tuntas dan berhasil. Jadi tak ada alasan mengenai hal itu.
Terlebih bagi penulis, dengan melakukan statement seperti itu para pejabat telah melakukan konstitusi yang membuat keresahan masyarakat. Saat ini mereka sedang terpuruk karena kondisi ekonomi masyarakat sedang dipermainkan seperti permainan saja pemerintah melakukan itu terhadap masyarakat.
Terlebih negara ini sedang bangkit menuju Indonesia bangkit yang bagaimana pemerintah serukan. Sudah saatnya pemerintah kita taat dan menghormati hukum. Jangan sampai supremasi hukum yang telah mendarah daging dalam negara ini dinistakan oleh segelintir orang.
*) Penulis adalah Ahamd Zaqi Ainurrofiq, Direktur Forum Hukum dan Demokrasi
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co