P2G: Passing Grade PPPK Diskriminatif, Afirmasi Guru Honorer Sangat Dibutuhkan
Jurnalis: Joko Prasetyo
KABARBARU, JAKARTA – Seleksi kompetensi untuk pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru akan segera digelar. Plt. Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Katmoko Ari Sambodo menyampaikan, secara garis besar dalam seleksi calon PPPK Guru hanya terdapat dua seleksi, yaitu Seleksi Administrasi dan Seleksi Kompetensi.
Namun, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai “passsing grade” (ambang batas) skor guru PPPK pada 2021 yang sudah dikeluarkan Kemenpan RB melalui Surat Keputusan No. 1127 Tahun 2021 tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Formasi Guru pada instansi daerah dirasakan terlalu tinggi.
Berdasarkan surat keputusan tersebut, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. “Passing grade” atau ambang batas nilai yang harus didapatkan peserta ujian PPPK 2021, yakni Kompetensi Teknis berkisar antara 220 sampai 325 dalam skala 500.
Artinya, peserta ujian harus dapat menjawab benar 44 nomor dari 100 soal. Bahkan di banyak mata pelajaran peserta guru harus menjawab soal dengan benar sebesar 65 persen atau 65 dari 100 soal tes. Hal ini terjadi karena setiap mata pelajaran dan setiap jenjang pendidikan memiliki standar atau “passing grade” tersendiri alias berbeda-beda.
Hal ini sangat disayangkan oleh Kepala Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri.
Menurut Iman, Keputusan Menpan RB terlalu tinggi dan tidak memperhatikan aspek peserta tes yang terdiri dari Guru dan Tenaga Honorer K-2, yang umumnya sudah lanjut usia dan mengabdi lebih dari 18 tahun bahkan ada yang mencapai 25 tahun.
“P2G menilai perlakuan pemerintah pusat sangat tidak adil yang memberikan afirmasi hanya 10 persen bagi guru K-2 yang usianya mayoritas di atas 50 tahun,” kata Iman.
Iman menambahkan, afirmasi 10 persen mestinya ditambah dengan afirmasi 15 persen bagi guru honorer berusia 35 tahun ke atas. Sehingga total afirmasi menjadi 25 persen. Skema ini dirasa cukup berkeadilan khususnya bagi honorer K-2 dan honorer tua lainnya.
Afirmasi ini juga memperkuat fakta sekaligus bukti empiris bahwa usia dan masa kerja guru honorer seperti K-2 adalah berbanding lurus.
Sedangkan menurut Muhaimin, Ketua P2G Provinsi NTB, yang juga guru honorer di SMK Negeri 1 Bolo Kab. Bima, “passing grade” yang ditetapkan oleh Menpan RB dinilai terlalu mengada-ada.
“Jika standar passing grade yang ditetapkan pemerintah seperti ini, maka kami yakin kejadian pada seleksi CPNS tahun 2018 akan terulang kembali, dimana prosentase peserta yang lolos passing grade sangat sedikit,” kata Muhaimin.
Muhaimin menambahkan, kalau dibandingkan juga dengan Seleksi Kompetensi Bidang CPNS 2019, yang formatnya sejenis dengan Kompetensi Teknis pada seleksi PPPK sekarang, rata-rata perolehan nilai peserta tidak banyak yang melampaui 50 persen benar. Sementara itu, passing grade PPPK untuk Kompetensi Teknis, mengharuskan peserta memenuhi skor minimal sampai 65 persen.
Belum lagi peserta harus memenuhi nilai Kompetensi Sosiokultural 130 dari 200 nilai maksimal dan nilai Wawancara sebesar 24 dari 40 nilai maksimal.
Kenyataannya sekarang, guru-guru yang sudah mengetahui informasi tingginya passing grade seleksi PPPK 2021 sudah mulai khawatir, resah, bahkan pesimis.
Para guru honorer di Kab. Bima, NTB, mencoba membandingkan passing grade PPPK dengan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diadakan Pemerintah Provinsi NTB baru- baru ini. Standar minimal/ambang batas yang ditetapkan Pemerintah Provinsi adalah skor 55 dari skala 0-100.
Untuk passing grade 55 saja, tingkat kelulusan guru peserta UKG terbilang rendah. Apalagi dengan standar passing grade PPPK 2021 yang lebih tinggi.
Di sisi lain, P2G Provinsi NTB mengapresiasi Pemerintah Provinsi NTB yang sudah membuka Formasi PPPK guru dengan jumlah cukup banyak. Peluang bagi guru honorer relatif besar untuk ikut serta tahapan seleksi PPPK.
“Kami P2G Provinsi NTB berterima kasih kepada Pemprov NTB yang membuka lowongan Guru PPPK lumayan banyak. Jumlah formasi PPPK Guru tingkat SMA, SMK, dan SLB sebanyak 4442 formasi, tersebar di sekolah di 11 Kabupaten/Kota,” pungkas Muhaimin.
Fakta diskriminatif dalam penentuan “passing grade” seleksi Guru PPPK 2021 lainnya, juga dirasakan para guru mata pelajaran Pendidikan Agama.
Untuk guru mata pelajaran Pendidikan Agama: Islam, Katolik, Hindu, dan Kristen nilai ambang batas Kompetensi Teknis adalah 325. Cukup berbeda dibandingkan “passing grade” Kompetensi Teknis guru kelas sebesar 320, guru Bahasa Indonesia sebesar 265, guru Bahasa Inggris, guru Bimbingan Konseling, dan IPA masing-masing sebesar 270.
Kemudian bagi guru IPS sebesar 305, guru Matematika sebesar 205, guru Penjasorkes sebesar 280, guru PPKN sebesar 330, guru Prakarya sebesar 280, guru Seni Budaya sebesar 280, dan guru TIK sebesar 235.
Jelas tampak ambang batas Kompetensi Teknis guru Pendidikan Agama paling tinggi di antara beberapa pelajaran lainnya.
“Kami mempertanyakan fakta diskriminatif ini, mengapa guru agama dibedakan sendiri dari guru lain?!” cetus Sodikin, guru honorer K2 Pendidikan Agama Islam SDN Karawang.
Sodikin berharap dalam proses rekrutmen dan seleksi Guru PPPK, pemerintah pusat memperlakukan semua guru mata pelajaran sesuai dengan asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
“UU ASN memerintahkan agar manajemen ASN termasuk PPPK diselenggarakan berdasarkan asas proporsionalitas, akuntabilitas, nondiskriminatif, keadilan, dan kesetaraan,” ujar Ketua P2G Provinsi Jawa Barat ini.
Tambahan afirmasi sesungguhnya akan sangat membantu meningkatkan capaian skor para guru honorer peserta Tes PPPK 2021.
“Sangat wajar tambahan afirmasi diberikan bagi guru honorer, mengingat masa pengabdian mereka sudah belasan tahun bahkan ada yang mencapai 25 tahun, ditambah usia yang sudah tak lagi muda. Kemenpan RB dan Kemdikbudristek hendaknya mengedepankan prinsip keadilan,” pungkas Iman.
P2G sangat berharap, semoga pemerintah pusat memberikan penambahan afirmasi bagi guru honorer K-2 dan yang usianya di atas 35 tahun. Agar target Kemdikbudristek mengisi kekurangan 1,3 juta guru ASN di sekolah negeri tercapai. Sebab perlu disadari, kita sedang menghadapi darurat nasional kekurangan 1,3 juta guru ASN di sekolah negeri.