Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Meluruskan Narasi Negatif Calon Tunggal, Menuju Perhelatan Kontestasi Pilkada Bangkalan

Kabarbaru.co
Penulis adalah, Mas ody, Sarjana Hukum UIN Surabaya.

Editor:

Kabarbaru, Opini – Isu “calon Tunggal” dalam Pilkada senter dibahas oleh semua pihak baik kalangan akademisi, kyai, mahasiswa, kepala desa dan masyarakat sekte manapun. banyak narasi negatif menilai ini merupakan tindakan yang jelek oleh elit partai bahkan dinilai mencedrai demokrasi dan konstitusi.

Jasa Penerbitan Buku

Narasi negatifpun sering disematkan pada salah satu paslon dalam pilkada Bangkalan, dengan dugaan negatif yang tidak berdasar, tindakan ini juga merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan secara konstitutif.

Perhelatan pilkada dengan calon tunggal dalam pesta demokrasi pilkada bukanlah fenomenan baru, kondisi ini sering terjadi dibeberapa daerah dikutip data Bawaslu RI, pada Pilkada 2015 ada tiga calon tunggal, lalu Pilkada 2017 bertambah menjadi sembilan calon tunggal, kemudian dalam Pilkada 2018 bertambah menjadi 16 calon tunggal, dan Pilkada 2020 naik menjadi 25 calon tunggal.

Calon tunggal bukan berarti tidak memiliki dasar hukum yang jelas, pesta demokrasi yang dijalankan selama 5 Tahunan tersebut memiliki dasar hukum jelas dan rigit dalam Konstitusi.

UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua UU No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walkot Menjadi UU.

pasal 54C “(1) Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi: a. setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat.

Mengutip pengertian demokrasi dari Hans Kelsen adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. jadi, esensi demokrasi dalam kontestasi pilkada adalah rakyat memilih langsung calon pemimpin agar nantinya bisa memimpin daerahnya, ketika hal ini sudah dilakukan oleh KPU Bangkalan maka sejatinya, demokrasi sudah berjalan sesuai dengan rutenya.

Penulis akan jelaskan Konsep Calon Tunggal dalam pilkada merupakan bagian dari demokrasi yang harus di taati ketika kondisi tersebut terjadi, jika calon tunggal mendaftar ke KPU tidak serta merta calon tersebut di tetapkan sebagai pemenang kontestasi Pilkada, ada mekanisme pemilihan rakyat (Demokrasi, red) melawan kotak kosong. sehingga demokrasi tetap berjalan dan tanpa melanggar aturan.

Apalagi dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomer 60 Tahun 2024 yang bisa merubah ritmen Pilkada dari yang awalnya ambang batas 20 persen menjadi 7,5 persen bagi daerah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 500 Ribu-1 juta Jiwa, Kabupaten Bangkalan dalam rilis KPU Bangkalan DPT mencapai 814.366 dalam pilkada 2024 putusan MK tersebut menujukan partai politik yang hari ini belum menemukan temen koalisi untuk segera berkoalisi mengusung Calon Bupati/Wakil Bupati.

Isu melawan kotak kosong dalam kontestasi Pilkada Bangkalan masih belum bisa diprediksi dengan munculnya putusan tersebut karena masih panjang dan dinamis, toh, jika akhirnya nanti memang harus melawan kotak kosong itu bukan berarti mencederai marwah demokrasi karena proses pemilihan tetap terjadi, Pilkada Bangkalan harus tetap kondusif meskipun ada perbedaan Pandangan masyarakat harus gembira dalam menyambut pesta demokrasi.

Penulis adalah Mas ody, Sarjana Hukum UIN Surabaya.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store