Mahasiswa Fakultas Hukim Universitas Muhammadiyah Malang Sosialisasikan Pentingnya Surat Hak Milik

Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Malang – Tanah yang diwariskan turun-temurun, digunakan bertahun-tahun, atau bahkan dibangun rumah dan usaha, belum tentu tanah tersebut aman secara hukum jika tidak memiliki Surat Hak Milik (SHM). Namun, banyak masyarakat belum menyadari hal itu.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong sekelompok mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM) yaitu Radjak Andika Suleman, Chelfin Nurizal Saifullah, Gusti Ardian Rivandi Prananda, AL GHIFANI ZULKARNAIN, Ratih anggreni turun langsung ke lapangan dalam kegiatan sosialisasi hukum selama magang di Kantor Hukum Rico Ferdiantoro yang di bimbing langsung oleh Dosen Pembimbing Lapang yaitu Rico Ferdianto, S.H.
Lewat program yang difasilitasi oleh Laboratorium Hukum FH UMM, para mahasiswa bukan hanya duduk di balik meja dan membaca pasal-pasal hukum. Mereka ikut mendampingi advokat menangani sengketa tanah, berinteraksi dengan klien, bahkan menyusun solusi hukum nyata.
“Kami ingin mahasiswa tidak hanya bisa bicara hukum di ruang kelas, tapi juga bisa bicara hukum di tengah masyarakat,” kata Rico Ferdiantoro, praktisi hukum sekaligus pembimbing magang.
Dalam beberapa kasus yang mereka temui, sengketa bermula dari hal-hal sederhana: sebidang tanah yang belum bersertifikat. Salah satu contoh yang mencolok adalah kasus di daerah Dau, Kabupaten Malang. Sebuah keluarga besar memperebutkan tanah warisan seluas hampir 2.000 meter persegi yang ternyata masih atas nama kakek mereka dan belum pernah dibalik nama, apalagi dibuat SHM.
“Karena tidak ada dokumen sah, semua mengklaim sebagai ahli waris yang paling berhak. Lalu mulai muncul konflik, bahkan ada yang mau bawa ke pengadilan,” cerita Chelfin Nurizal Saifullah, mahasiswa magang angkatan 2025.
Dari kasus-kasus inilah, mahasiswa FH UMM menyadari pentingnya edukasi hukum sejak dini. “Tanah itu bisa menjadi aset atau bisa juga menjadi sumber masalah, tergantung apakah kepemilikannya jelas atau tidak terutama dalam prespektif hukum,” tambah Radjak Andika Suleman, rekan magang Chelfin.
Program magang di Kantor Hukum Rico Ferdiantoro bukan sekadar tempat belajar praktik hukum. Para mahasiswa juga dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi langsung ke masyarakat, baik melalui forum RT, pertemuan warga, hingga konsultasi hukum gratis. Topik utamanya? Pentingnya segera mendaftarkan tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan memperoleh SHM sebagai bukti kepemilikan yang sah.
Isdian Anggraeny, S.H., M.Kn., Kepala Laboratorium Hukum FH UMM, mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk nyata integrasi antara kampus, praktisi, dan masyarakat.
“Mahasiwa tidak cukup apabila hanya mempelajari hukum dalam ruang lingkup teori dan asas saja, namun bagaimana kemudian mahasiswa dapat melihat secara langsung bagaimana hukum hidup di Masyarakat. Makah program magang merupakan langkah yang signifikan untuk memberikan mahasiwa kesempatan dan pembelajaran praktis sebelum mahasiswa lulus”.
Pengalaman magang ini memberi warna berbeda bagi para mahasiswa. Selain memahami bagaimana cara membuat legal opinion, menyusun draf gugatan, dan menghadapi mediasi hukum, mereka juga belajar berkomunikasi dengan warga yang awam hukum.
“Awalnya kami bicara pakai istilah-istilah hukum, tapi masyarakat bingung. Lalu kami belajar menyederhanakan bahasa, misalnya bilang SHM itu seperti ‘akta lahir’-nya tanah,” ungkap Alya sambil tertawa.
Lewat pendekatan yang komunikatif, mahasiswa berharap masyarakat tidak takut lagi mengurus dokumen hukum. Karena di mata hukum, memiliki sertifikat adalah langkah pertama untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Dari pengalaman magang ini, para mahasiswa FH UMM menyadari satu hal penting: hukum tidak hanya untuk orang yang belajar hukum. Hukum adalah milik semua orang, dan harus dimengerti oleh semua orang.
Salah satu cita-cita dari program ini adalah mendorong kesadaran hukum dari bawah, agar konflik bisa dicegah sebelum membesar. Dengan adanya sosialisasi hukum yang konsisten, masyarakat diharapkan bisa lebih aktif dalam menjaga legalitas asetnya, terutama tanah yang kerap menjadi sumber sengketa.
“Kalau semua orang sadar pentingnya sertifikat, banyak masalah bisa diselesaikan bahkan sebelum muncul,” tutup Rico Ferdiantoro.