Kontras Minta Presiden Reformasi Besar-besaran di Struktur Tubuh Polri
Jurnalis: Haidar Ali
KABARBARU, JAKARTA – Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS), Andi Rezaldi, menyarankan kepada presiden Jokowi agar melakukan reformasi struktural di tubuh Polri.
Kemudian, Andi mengatakan perlu ada reformasi kultural di tubuh Polri, terutama terkait dengan pemahaman soal hak asasi manusia (HAM). Menurut dia, belum ada kesamaan perspektif terkait HAM di tingkat bawah.
Menurut dia, fenomena kekerasan yang dipertontonkan selama ini menjadi indikasi persaingan internal di dalam Polri. Mereka dinilai lambat memberikan layanan kepada masyarakat, dan sering melakukan tindakan non-humanis kepada masyarakat.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa reformasi Polri secara struktural pasca-Orde Baru tidaklah cukup. Harus dilakukan kembali secara besar-besaran dan tidak pandang bulu mereka berpangkat dan berbintang berapa. Semua itu harus dilakukan demi masa depan penegakan hukum Indonesia.
“Ini bisa dilakukan dengan mengubah kurikulum anggota kepolisian, sebagai calon anggota Polri termasuk dalam konteks naiknya jabatan, jadi memang perlu adanya pendidikan secara menyeluruh atau pemahaman yang baik mengenai HAM dan itu bisa dilakukan dengan mengubah kurikulum pendidikan HAM,” ucap Andi di Jakarta, Kamis (21/10/2021).
Dalam kesempatan yang berbeda, Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto kuah mengatakan bahwa reformasi di Polri terhambat sejumlah hal.
Pertama, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri secara politik menempatkan kepolisian menguntungkan rezim yang berkuasa. Kedua, kelangkaan sosok anggota Polri yang benar-benar bertugas secara profesional dan bisa menjadi teladan.
“Meskipun seperti kita ketahui bahwa kepolisian kita ini jenis ruller appointed police, polisi pemerintah yang seringkali tak bisa berjarak dengan kepentingan pemerintah, setidaknya bisa berjarak dengan politik kekuasaan,” pungkas Bambang.