Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Demokrasi Masih Harus Diperjuangkan

Demokrasi
Penulis: Annas Eka Wardhana. (Foto: mutekabiliyet.net).

Jurnalis:

KABARBARU, OPINI- Politik hari ini begitu dicitrakan sebagai akal-akalan serta perebutan kekuasaan saja. Rakyat kini telah kehilangan kedaulatannya, ekonomi semakin tidak jelas arahnya, korupsi kian merajelala, dan kaum politisi hanya sibuk mengurus dirinya atau hanya sekedar mengurusi kepentingan kelompoknya saja. Sementara secara tanpa sadar para oligarki diam-diam telah menggeser spirit dari demokrasi. Agama yang diharapkan mampu menyelesaikan beberapa persoalan justru hanya sebagai jubah para politisi dan lebih sering menggoda masyarakat bahwa politik agama itu sangatlah penting ketimbang membahas demokrasi. Orang-orang lebih sering diajak mengurusi siapa bakal calon presiden dan wakil presiden di tahun 2024 ketimbang mengurusi persoalan perampasan tanah serta tindakan semena-mena yang dilakukan oleh aparat kepada rakyat kecil.

Jasa Penerbitan Buku

Ketidakjujuran serta hukum yang seolah-olah mati suri telah menandakan jika demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya berdiri tegak. Undang-undang yang semestinya berpihak kepada kepentingan rakyat malah cenderung mementingkan golongan yang berada di kekuasaan. Bila dilihat dari kacamata penulis, rasa-rasanya demokrasi saat ini hanya berupa hiasan luar yang bersifat kosmetik daripada sikap yang melandasi pengaturan hidup sesungguhnya. Mungkin pandangan semacam ini berbanding terbalik bagi orang-orang yang duduk di lingkaran kekuasaan yang justru menganggap bahwa demokrasi baik-baik saja.

Baru-baru ini saja kasus permasalahan terkait pembangunan Bendungan Bener serta aktifitas penambangan yang terjadi di Desa Wadas menggambarkan kasus tentang kekuasaan yang mencekam kepada kaum lemah. Warga yang menolak penambangan diperlakukan tidak adil dan tentunya mencoreng nilai demokrasi. Pengorbanan besar mereka berikan untuk mempertahankan tempat tinggal serta mata pencaharian demi menegakkan kebebasan dan demokrasi yang berpihak pada kepentingan rakyat.

Di sisi lain, polemik perihal dana JHT yang baru cair di usia 56 tahun menambah catatan buruk kinerja di pemerintahan Jokowi yang dianggap belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan dan keadilan rakyat. Dilansir laman resmi liputan6.com dalam artikel berjudul “Headline: Polemik Dana JHT Baru Cair di Usia 56 Tahun, Pekerja Untung atau Buntung?” memperlihatkan betapa lucunya para pemangku kebijakan perihal peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua yang dituliskan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan kepada peserta jika telah mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia termasuk bagi peserta yang berhenti bekerja karena mengajukan diri, dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari pernyataan tersebut, berarti karyawan yang terkena PHK baru akan mendapatkan JHT saat berusia 56 tahun. Bagaimana jadinya jika uang JHT yang merupakan hak para pekerja justru baru bisa didapatkan di usia 56 tahun dimana belum tentu umur para pekerja mencapai usia tersebut? Tentu ini menuai kecaman keras dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dalam konteks ini, pemerintah mempunyai fungsi untuk menetapkan mengenai kebijakan, memberikan pelayanan, maupun pelaksanaan pengawasan. Dengan adanya permasalahan tersebut, apakah Indonesia sebetulnya masih membutuhkan demokrasi?

Kalau tidak ada usaha sungguh-sungguh dalam meneggakan demokrasi yang benar, tentu semua hal yang dilakukan oleh segelintir kalangan dalam membela hak dan menuntut keadilan terasa sia-sia. Lantaran suara mereka yang semestinya didengarkan dan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan justru kalah dengan orang-orang yang memiliki kekuataan di pemerintahan dan anti terhadap demokrasi. Indonesia tentunya bukan satu-satunya negara yang belum menerapkan demokrasi secara nyata. Mungkin saja keadaan-keadaan yang terjadi di Desa Wadas ataupun perihal kebijakan JHT merupakan ciri kehidupan hampir di semua negara yang sedang berkembang.

Masyarakat telah menyerahkan dan menggantungkan sebagian dirinya kepada negara dengan harapan negara mampu melihat dan berpihak kepada keadilan ataupun kesejahteraan mereka. Karenanya, dari sekarang kita dituntut untuk bersedia memperjuangkan kebebasan dan menyempurnakan demokrasi yang hidup di negeri ini. Perjuangan haruslah dimulai dari kesadaran diri sendiri dengan turut merasakan penderitaan yang dialami oleh rakyat. Seperti halnya kemerdekaan, demokrasi dalam artian sesungguhnya mesti terlepas predikat apapun yang diletakkan padanya, tidak akan datang begitu saja dengan sendirinya. Ia harus dicapai melalui pengorbanan yang terkadang dibayar mahal.

Jika memang mereka yang duduk di kekuasaan pernah merasakan perderitaan yang sama dengan rakyatnya, semestinya banyak pertimbangan yang harus dipikirkan secara matang sehingga rakyat kecil tidak merasakan penderitaannya lagi.

 

Sumber Referensi:

Wahid, Abdurrahman. 1999. Tuhan Tidak Perlu Dibela. Yogyakarta: LkiS.

 

*) Penulis adalah Penulis: Annas Eka Wardhana, Ketua Rayon Rawamangun PMII UNJ

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store