Bos Sritex Ditangkap, Aktivis Milenial Bilang: Kejagung Berani dan Punya Nyali

Jurnalis: Rizqi Fauzi
Kabar Baru, Jakarta – Langkah Kejaksaan Agung menangkap Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, menuai sorotan. Penangkapan dilakukan pada Selasa malam, 20 Mei, di Solo, Jawa Tengah. Iwan diduga terlibat dalam penyalahgunaan fasilitas kredit dari sejumlah bank milik negara, dengan potensi kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Penindakan ini dinilai sebagai sinyal tegas Kejagung dalam memburu kasus korupsi kelas kakap. Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAMI) menyebut Kejaksaan tak lagi pandang bulu.
“Ini bukti bahwa tidak ada lagi zona nyaman bagi pelaku korupsi, termasuk mereka yang punya kekuasaan ekonomi dan akses politik,” kata Asip Irama, Koordinator Nasional HAMI, saat dihubungi Tempo, Rabu, 21 Mei 2025.
Asip menilai langkah Kejagung patut diapresiasi karena menunjukkan keberanian institusi penegak hukum menghadapi pengusaha besar. Menurut dia, publik kini menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum yang berjalan.
“Kami berharap tidak ada intervensi dalam kasus ini dan kami harap Kejagung tetap berani dan punya nyali. Proses hukum harus bersih dan terbuka,” ujarnya.
Kasus yang menyeret nama Iwan berawal dari penyelidikan Kejagung terhadap fasilitas kredit dari beberapa bank BUMN ke Sritex. Diduga, kredit tersebut disalahgunakan untuk keperluan di luar peruntukan, hingga menimbulkan kerugian negara. Sejumlah saksi telah diperiksa, dan pengumpulan bukti terus dilakukan.
Langkah ini disebut menjadi penanda perubahan iklim penegakan hukum. Bagi HAMI, penangkapan Iwan adalah momentum penting untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, terutama di sektor swasta yang kerap luput dari sorotan publik.
“Pelaku usaha harus sadar, fasilitas negara bukan untuk disalahgunakan. Harus ada efek jera,” kata Asip.
Penangkapan bos tekstil sebesar Sritex dinilai sebagai angin segar di tengah keraguan publik terhadap keberanian aparat penegak hukum menindak nama-nama besar. Kini, mata publik tertuju pada proses hukum berikutnya: apakah Kejagung konsisten, atau berhenti di tengah jalan?