Buruknya Kemampuan Anggota Lembaga Pemilu Raya Mahasiswa dalam Memahami TUPOKSI Lembaga

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Pendidikan politik pada masyarakat di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak ia masih duduk dibangku sekolah dasar. Hal tersebut dibuktikan dengan dipelajarinya tentang tata cara voting, aklamasi atupun pengambilan suara terbanyak untuk menentukan ketua kelasnya. Lebih lanjut mendekati usia remaja pembelajaran dan pendidikan politik diberikan kembali melalui skema pemilhan umum semu (pemilu semu) yaitu dengan diejawantahkan dengan pemilihan ketua osis dan wakil ketua osis.
Pembelajaran ini sebenarnya bertujuan untuk mencetak generasi emas sebagai penerus bangsa agar memiliki mental yang siap dalam menghadapi pemilu yang sesungguhnya. Outputnya adalah dari pemilihan tersebut generasi-generasi bangsa akan lebih jeli dan lebih ojektif terhadap pemilihan pemimpinnya.
Memasuki usia matang, pendidikan politik juga terus dilakukan dengan masuk pada tataran universitas sebagai laboratorium kehidupan disini akan dipelajari secara lebih terperinci tentang mekanisme pembentukan kepanitian pemilihan umum, perekrutan calon peserta hingga penghitungan dan penetapan. Sehingga disini pada tataran universitas sebenarnya telah merujuk dan masuk pada pemilu yang sebenarnya tetapi ruang lingkupnya terbatas pada universitas/kampus.
Pentinganya pemilu dan pendidikan politik bertujuan selain apa yang disebutkan di atas juga bertujuan untuk melatih mahasiswa terkhususnya memiliki problem solver dan berpikir jernih dalam setiap penentuan suatu pasangan calon. Artinya disini pemilu terselenggara dengan baik atau tidak dimulai pada pembentukan kepanitiaan yang akan mengurusi segala tindak tanduk atau proses perjalanan pemilihan hingga dikeluarkannya penetapan pemimpin terpilih.
Jika pada dunia yang sesungguhnya terdapat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di tataran universitas atau kampus sebagai laboratorium kehidupan juga terdapat lembaga yang nantinya menjadi penyelenggara pemilihan. Yang nantinya lembaga-lembaga ini akan memegang peranan penting dalam pesta demokrasi yang akan di jalankan.
Sentralnya lembaga penyelenggara pemilihan ini sebagai langkah awal dalam penyelenggaraan demokrasi baik atau buruknya, maka harus juga di susul dengan proses perekrutan anggota penyelenggara atau anggota lembaga penyelenggara pemilihan umum. Sehingga dengan kriteria yang sesuai dengan kebutuhan dan anggota yang terpilih melalui fet an proper test akan memunculkan suatu bentuk objektivitas pada lembaga tersebut dengan pengetahuan yang dibutuhkan akan memeberikan jaminan dasar dalam menyukseskan pasta demokrasi dalam hal ini tataran kampus.
Sebaliknya, apabila dalam perekrutan calon anggota lembaga pemilihan umumpada tataran kampus sudah tidak berdasar atas integritas dan kemampuan akademik terhadap apa yang dibutuhkan dalam lembaga tersebut akan mengakibatkan buruknya mekanisme pengaturan dan penyelenggaraan pemilihan yang akan di lakukan.
Tegasnya adalah anggota penyelenggara pemilu wajib memiliki tingkat pemahaman dalam mekanisme pemilihan umum, mengerti persoalan terhadap pendataan dan analisis yang tajam hingga yang paling penting adalah mampu dan mengerti dalam memahami peraturan atau regulasi yang ada sehingga dalam setiap produk kebijakannya tidak akan ada yang bertentangan atau singkatnya tidak akan pertentangan norma.
Pada baru ini, tepatnya di kampus Universitas Muhammadiyah Malang akan menghadapi suatu pesta demokrasi mahasiswa yang akan diselenggarakan oleh seluruh mahasiswa. Karena akan menghadapi pesta demokrasi mahasiswa UMM maka dibentuklah badan penyelenggara yang bersifaat ad hoc yaitu Komisi Pemilihan Umum Raya UMM dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BPPU) UMM. Hadirnya lembaga tersebut diharapkan dengan apa yang telah dicita-citakan yaitu anggota yang ada di dalamnya harus dan wajib memiliki kemampuan sebagaimana yang telah diuraikan diatas untuk mensukseskan acara demokrasi dengan adil dan jujur serta idil.
Namun, pada faktanya yang terjadi pada 31 juli 2022 BPPU-UMM menerbitkan Surat Keputusan Rapat Pleno Tertutup dengan nomor 002/BPPU/UMM/VII/2022 tentang permohonan penyelesaian Gugatan dari Partai mahasiswa sebut saja (merah). Setelah permohonan diterima BPPU mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor 003/BPPU/UMM/VII/2022 tentangsanksi pelanggaran pemira yang pada intinya BPPU telah menggugurkan salah satu wakil dari pasangan calon yang secara mutatis mutandis telah lolos verifikasi admnistrasi oleh KPRF dan pada saat itu juga tidak ada gugutan yang masuk pada BPPF yang mengangani sengketa tingkat fakultas.
Surat Keputusan yang dikeluarkan tersebut secara teori telah tidak sesuai dengan due proccces of law yang terdaapat pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Raya dan Peraturan Pelaksana Teknis Badan Pengawas Pemilu Raua Universitas nomor 001 BPPU. Lebih lanjut pada permasalahan ini yang terdapat pada kampus UMM ini, BPPU-UMM mendahlihkan bahwa terdapat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh salah satu wakil pasangan calon Gubernur Mahasiswa Fakultas Hukum.
Akibatnya ia digugurkan oleh BPPU secara sepihak. Padahal pada pokok permasalahan sebelumnya, memang benar salah satu wakil pasangan calon Gubernur Mahasiswa Fakultas Hukum yang digugurkan sebelumnya adalah anggota BPPU-UMM tetapi pada saat ia mencalonkan dan maju sebagai calon wakil gubernur dari salah satu partai mahasiswa telah secara tertulis mengajukan surat pemunduran diri dari keanggotaannya sebagai BPPU-UMM.
Hal ini telah dibuktikan dengan diterbitkannya berita acara pemunduran diri oleh BPPU nomor 010/BPPU/UMM/VII/2022. Namun tidak diikutkan oleh keluarnya surat keputusan oleh BPPU karena memang akibat dari keteledoran suatu lembaga pengawas pemilu mahasiswa. Akhirnya dengan fakta yang muncul tersebut secara hukum BPPU dalam mengeluarkan SK yang menggurkan wakil calon ini adalah tidak sah dan cacat secara hukum. Pun juga ia tidak memiliki implikasi apapun terhadap calon tersebut sebagai wakil ketua BEM-FA yang telah ditetapkan oleh hasil keputusan KPRF nomor : 09/KPR-F/VII/2022.
Sebagai penutup adalah pada permasalahan tersebut terjadi karena seluruh anggota BPPU-UMM tidak memahami terhadap Tupoksi lembaganya, ditambah dengan keanggotaannya yang tidak memahami terhadap mekanisme pelaporan termasuk pada pembacaan dan analisis terhadap peraturan atau regulasi yang telah ditentukan dan digariskan. Dengan hal ini dikatakan bahwa Fit and Proper Test yang dilakukan oleh lembaga sebelumnya adalah gagal dan tidak mampu memberikan hasil pengetahuan yang diharapkan.
Buruknya sistem rekruitmen yang dilakukan mengasilkan suatu bentuk keanggotaan yang buta dan tidak faham terhadap sistem pemilu, analisis peraturan dan tupoksi kelembagaan. Alhasil segala produk yang dibuat menjadi persoalan dan pertentangan terhadap norma-norma yang ada.
*) Penulis adalah Haidar Ali Muqaddas, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.