UMKM Kopi Jatim Perkuat Ekonomi Warga dan Ketahanan Pangan

Jurnalis: Masudi
Kabar Baru Surabaya– Potensi kopi Jawa Timur bukan lagi sekadar peluang. Kini, geliat usaha mikro kecil menengah (UMKM) berbasis kopi mulai menunjukkan peran konkret dalam membangun ekonomi lokal, memperkuat ketahanan pangan, dan mendorong kontribusi ke perekonomian nasional.
Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dewan Pakar Himpunan Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (HIPMIKIMDO) Jawa Timur mengatakan kepada Kabar Baru, Selasa (24/6), bahwa perkembangan UMKM kopi di Jatim saat ini tidak hanya terpusat di daerah-daerah penghasil seperti Bondowoso, Jember, Malang, atau Banyuwangi, melainkan mulai merata hingga ke wilayah yang sebelumnya tidak memiliki tradisi tanam kopi.
“Lamongan itu contohnya. Daerah ini bukan penghasil kopi, tapi kini dikenal dengan UMKM seperti Kopi Jali dan Kopi Giras. Mereka mampu mengemas kopi menjadi produk siap konsumsi, bahkan menjangkau pasar digital,” ujarnya sambil menunjukkan sejumlah produk UMKM kopi.
Kopi Jali misalnya, menajdi salah satu pionir UMKM kopi yang berhasil memanfaatkan pasokan biji kopi dari berbagai daerah di Jatim, lalu diolah menjadi produk khas asli Lamongan dan dipasarkan melalui marketplace seperti Tokopedia dan Shopee, serta melalui jaringan warung kopi lokal. Sementara Kopi Giras mulai dikenal di kalangan pecinta kopi tradisional Lamongan sebagai produk khas yang dipasarkan oleh pelaku usaha lokal dan reseller.
Selain itu, transformasi juga terlihat di lereng Gunung Bromo, tepatnya di Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. Warga yang sebelumnya hanya bertani kopi kini mengembangkan unit produksi kopi bubuk, membuka kafe edukatif, dan mengintegrasikannya dalam konsep agrowisata. Salah satu contoh suksesnya adalah Ida Café Tutur, yang menjadi destinasi ngopi sekaligus edukasi proses kopi dari hulu ke hilir.
“Kita tidak lagi bicara kopi sebagai bahan mentah. Sekarang sudah menyentuh proses roasting, kemasan, pemasaran digital, bahkan wisata berbasis kopi. Ada putaran ekonomi yang hidup dari petani, UMKM, hingga pelaku wisata,” lanjut Heri.
Ia menyebut, tren minum kopi yang kuat di kalangan anak muda juga ikut mendorong pertumbuhan warung kopi modern di kota-kota lapis kedua dan ketiga. Warkop kekinian kini menjadi tempat kerja, diskusi, hingga ruang kreatif komunitas. Kondisi ini menandakan bahwa kopi telah menjadi ruang sosial sekaligus basis ekonomi baru yang lebih inklusif.
“Warung kopi bukan sekadar tempat nongkrong. Ini ruang pertumbuhan ekonomi kreatif dan digital yang digerakkan oleh UMKM,” imbuhnya.
Menurut Heri, keberadaan UMKM kopi juga memberi kontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan berbasis lokal. Kopi menjadi bagian dari diversifikasi hasil bumi yang bernilai tambah tinggi, menyerap tenaga kerja, serta membuka peluang ekspor produk nonmigas dari sektor konsumsi harian.
“Kalau ini kita rawat, Jawa Timur bisa menjadi simpul utama perekonomian kopi nasional. Bukan hanya sebagai penyumbang biji kopi, tapi juga sebagai produsen produk jadi berkualitas yang bisa menembus pasar ekspor,” tegasnya.
Namun demikian, untuk memperkuat kontribusi tersebut, dibutuhkan dukungan lintas sektor. Di antaranya fasilitasi pelatihan petani dan pelaku usaha, akses pembiayaan UMKM, teknologi pengolahan pasca-panen, hingga promosi digital yang terstruktur.
“UMKM kopi telah membuktikan kemampuannya tumbuh dari bawah. Sekarang saatnya membangun ekosistem yang menyatukan kekuatan lokal, teknologi, dan jaringan pasar. Di situlah masa depan kopi Jatim,” pungkas Heri.