Memperingati Dua Tahun Demo PMII Pamekasan, Hingga Sekarang Tambang Ilegal Masih Beroperasi Liar
Jurnalis: Veronika Dian Anggarapeni
Kabar Baru, Pamekasan- Kasus tambang ilegal di Kabupaten Pamekasan, pernah tersebar luas pasca terjadinya aksi represif yang dilakukan oleh oknum polisi kepada salah satu kader PMII Pamekasan. Selasa, 28/6/22.
Aksi yang digelar pada tanggal 25 Juni 2020 tersebut, menelan korban, salah satunya Moh. Rofiki, Demisioner Ketua Rayon Persiapan Sakera, Komisariat PMII IAIN Madura.
Vicky, sapaan akrabnya mengalami luka di bagian kepala, cedera di beberapa bagian tubuh, lebam dan tenggorokannya geser, akibat pukulan, tendangan serta amukan dari beberapa oknun polisi yang bertugas saat aksi berlangsung.
Namun, hingga dua tahun ini, kasus yang nemelan korban tersebut tidak ada ujung pangkalnya pasca Bupati Pamekasan, Kapolres, Ketum PKC PMII Jatim, Ketum PC PMII Pamekasan, dan ketua IKA PMII Pamekasan bergandengan tangan untuk kesepakatan damai, tanpa melibatkan pihak korban.
Kasus tambang ilegal tersebut seakan tertelan bumi pasca terjadi upaya damai tersebut.
Menurut beberapa aktivis di Kab. Pamekasan yang menduga telah terjadi upaya pengkondisian dengan memberikan fasilitas cafe kepada PC. PMII Pamekasan, dengan nama Kendedes Cafe.
Anehnya, kasus yang semula hangat untuk dibicarakan di tongkrongan kopi, kini bagi sebagian aktivis, kasus tersebut seakan asing.
Akibatnya, kini semakin marak beredar pemindahan tanah dan batu maupun pasir galian ilegal di Kab. Pamekasan.
Aktivis PMII Pamekasan yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa jika pengkawalan kasus di daerahnya seperti tersebut, maka bisa dipastikan PMII hanya dijadikan alat untuk memperkaya diri.
Ditempat yang berbeda, Vicky salah satu korban kekerasan oknum Polisi yang ikut andil dalam aksi tersevut juga menyayangkan sikap PC PMII Pamekasan.
“Sangat disayangkan, padahal kalau mau menuntaskan, sejak awal terjadinya pemukulan itu, para pelaku tambang ilegal di Kab. Pamekasan, sudah ketar ketir,” katanya.
Menurutnya, prihal adanya pengkondisian yang menumbalkan dirinya sebagai korban kekerasan oknum polisi setempat, belum bisa dipastikan.
“Kurang paham kalau itu, kalau benar adanya berarti mereka rela mengorbankan kadernya demi kenikmatan sesaat, tapi semoga tidak benar,” pungkasnya. (Red)