Sekolah Swasta di Purwakarta Sepi Pendaftar, Imbas Kebijakan Rombel Sekolah Negeri

Jurnalis: Deni Aping
Kabar Baru, Purwakarta – Sejumlah sekolah swasta di Kabupaten Purwakarta mengaku khawatir terhadap minimnya pendaftar pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025/2026.
Kekhawatiran ini mencuat lantaran kebijakan pemerintah yang memperbolehkan sekolah negeri menerima hingga 50 siswa dalam satu rombongan belajar (rombel), dinilai berdampak langsung pada daya saing sekolah swasta.
Salah satu sekolah yang terdampak adalah SMK Bina Budi, di bawah naungan Yayasan Yasri Purwakarta. Hingga sepekan menjelang tahun ajaran baru yang akan dimulai pada Senin, 14 Juli 2025, sekolah yang berlokasi di Jalan Veteran, Kelurahan Nagri Kaler, Kecamatan/Kabupaten Purwakarta ini baru menjaring tujuh siswa baru.
Jumlah tersebut merosot tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, saat SMK Bina Budi masih mampu mengelola hingga 10 kelas aktif. Kini, hanya tersisa tiga kelas dengan total siswa aktif 36 orang dari kelas 10 hingga kelas 12.
“Bahkan dari tujuh siswa yang sudah mendaftar pun kami belum yakin mereka akan bertahan. Seringkali sekolah negeri membuka gelombang tambahan, sehingga siswa bisa berpindah ke sana,” ujar Kepala SMK Bina Budi, Aam Aminah, kepada wartawan, Senin (7/7).
Aam menambahkan, berbagai upaya promosi telah dilakukan, mulai dari publikasi di media sosial hingga kunjungan langsung ke SMP, namun hasilnya belum sesuai harapan.
“Dari 14 ruangan kelas yang kami miliki, kini hanya tiga ruangan yang aktif. Padahal sekolah kami sudah terakreditasi A,” jelasnya.
Untuk tahun ini, sekolahnya menargetkan satu kelas untuk satu jurusan, dengan kapasitas maksimal 36 siswa, sesuai ketentuan dari Kementerian Pendidikan.
Nasib serupa juga dialami SMK Farmasi Purwakarta, yang juga dikelola oleh Yayasan Yasri. Hingga saat ini, sekolah tersebut baru menerima 14 siswa untuk dua program studi.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Yasri, Agus Muharam, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi ini. Ia menilai, jika tren tersebut terus berlanjut, maka keberlangsungan sekolah swasta di daerah akan semakin terancam.
“Kami tetap berupaya mempertahankan sekolah. Tapi dengan jumlah siswa yang sangat sedikit, kami menghadapi tantangan besar dalam menggaji guru dan staf administrasi. Ini bisa menjadi bumerang bagi sekolah swasta,” kata Agus.
Para pengelola sekolah swasta berharap pemerintah dapat meninjau kembali kebijakan penerimaan siswa dalam jumlah besar di sekolah negeri. Mereka menilai, kebijakan ini secara tidak langsung menciptakan ketimpangan yang merugikan eksistensi sekolah swasta, yang selama ini juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Kami berharap ada kebijakan yang adil dan berimbang. Jika sekolah negeri terus dibolehkan menerima siswa tanpa batas rombel yang wajar, maka sekolah swasta akan semakin terpinggirkan. Harus ada sinergi agar pendidikan kita tumbuh merata dan berkeadilan,” tandas Agus (*)