Puasa Tasua dan Asyura, Kenapa Sangat Dianjurkan untuk Umat Muslim?
Jurnalis: Sulistiana Dewi
Kabar Baru, Jakarta – Sebagai bulan pembuka dalam kalender Hijriyah serta bagian dari bulan hurum (mulia), Muharram menjadi bulan yang diagungkan umat Islam.
Terdapat berbagai macam amalan khusus di bulan ini terutama pada 10 atau sering disebut Asyura. Di antaranya adalah berpuasa.
Namun, terdapat pula tanggal istimewa selain puasa pada 10 Muharram, yaitu berpuasa pada 9 Muharram alias puasa Tasua.
Keutamaan puasa Asyura terdapat dalam hadits-hadits sahih. Salah satunya hadits yang menyatakan bahwa puasa Asyura dapat menghapus dosa setahun kemarin. Nabi SAW bersabda:
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Adapun puasa pada hari Asyura, aku memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR Muslim no 1162)
Imam an-Nawawi (w 676 H) menjelaskan maksud dosa yang diampuni pada hadits di atas adalah dosa kecil, atau paling tidak mendapat keringanan atas dosa besar atau pengangkatan derajat seorang hamba. (an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 8, hlm 51)
Jadi, bukan pengampunan dosa seluruhnya, karena dosa besar kemungkinan besar Allah SWT ampuni hanya apabila hamba bertobat nasuha, tobat yang sungguh-sungguh.
Kemudian keutamaan lain dari puasa Asyura adalah antusiasnya Nabi SAW dalam melaksanakan puasa tersebut. Diceritakan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Abbas RA:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
“Tidak pernah aku melihat Nabi ﷺ sengaja berpuasa pada suatu hari yang Beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari Asyura dan bulan ini, yaitu Ramadhan.” (HR Bukhari)
Sedang perintah untuk puasa Tasua, juga terdapat dalam hadits sahih riwayat Muslim dari Ibnu Abbas Ra. sebagai berikut:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Saat Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.”
Maka Rasulullah SAW bersabda, “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharam).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, karena Rasulullah SAW wafat.” (HR Muslim)
Berdasarkan hadits ini dapat dipahami bahwa puasa Tasua dan Asyura merupakan Sunnah Nabi. Adapun di antara hikmah di balik dianjurkannya puasa Tasua atau puasa tanggal 9 Muharram agar tidak serupa dengan Nasrani dan Yahudi. (an-Nawawi, al-Majmu’, juz 6, hlm 383).
Namun, perlu dipahami bahwa anjuran puasa di bulan Muharram tidak hanya Tasua dan Asyura saja. Berdasarkan hadits:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ ؛ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ ؛ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa paling utama setelah Ramadhan adalan berpuasa di bulan Allah, yaitu Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, Ibn Majah, Darimi, dan Ahmad)
Imam an-Nawawi (w. 676 H) menjelaskan bahwa ternyata, puasa pada Muharram tidak hanya pada hari ke sepuluh saja yang populer disebut puasa Asyura atau Suro.
Menurutnya, hadits di atas menunjukkan keutamaan berpuasa pada Muharram seluruhnya.
Bahkan dengan jelas hadits di atas menunjukkan bahwa puasa pada Muharram adalah puasa paling utama setelah puasa Ramadhan. (Lihat selengkapnya an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn Hajjaj, juz 8, hlm 55). Wallahu A’lam.