PKUB Fasilitasi KAICIID International Fellows Programme, Dorong Diplomasi Kerukunan

: Ramdani
Kabar Baru, Jakarta—Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) memfasilitasi pelaksanaan KAICIID International Fellows Programme yang berlangsung di Operation Room Kementerian Agama RI, Jakarta. Kegiatan ini mempertemukan pemimpin agama, pemuda lintas iman, dan fellow dari berbagai negara untuk memperkuat jejaring perdamaian berbasis nilai-nilai spiritual dan kerja sama lintas budaya.
KAICIID (King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue) merupakan organisasi antar-pemerintah yang beranggotakan Austria, Spanyol, Arab Saudi, dan Vatikan sebagai pengamat pendiri. Melalui struktur yang melibatkan negara dan tokoh agama, KAICIID bertujuan mempertemukan pemuka agama dan pembuat kebijakan untuk membangun solusi atas tantangan kerukunan global secara setara dan independent.
Dalam forum ini, hadir perwakilan dari STABN Sriwijaya Tangerang, unsur Bimas Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, serta Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu. Para fellow internasional berasal dari berbagai negara, seperti Arab Saudi, Irlandia Utara, Sri Lanka, Kosovo, Uzbekistan, Bosnia, Portugal, Brasil, dan Jepang.
Kepala PKUB Kemenag RI, Muhammad Adib Abdushomad, M.Ag., M.Ed., Ph.D., menyampaikan sejumlah program prioritas kerukunan yang tengah dijalankan sepanjang 2025. Di antaranya adalah Kurikulum Berbasis Cinta untuk memperkuat nilai empati dan penghormatan terhadap perbedaan; pendekatan ekoteologi yang mengintegrasikan ajaran agama dengan kepedulian lingkungan; serta penguatan system deteksi dini konflik antarumat beragama sebagai instrument strategis untuk mencegah potensi konflik social berbasis keagamaan sejak dini.
Dalam sesi dialog, peserta KAICIID menaruh perhatian khusus pada Early Warning System (EWS), sebuah system deteksi dini yang dikembangkan PKUB untuk memantau potensi gangguan kerukunan di tengah masyarakat. Gus Adib menjelaskan bahwa EWS dirancang sebagai instrument pemantauan berbasis data yang mampu memberikan sinyal awal terhadap kemungkinan munculnya ketegangan antarumat beragama di berbagai daerah.
Menurutnya, manfaat Utama EWS adalah sebagai alat pengambilan kebijakan berbasis bukti, membantu memitigasi potensi konflik, serta mencegah eskalasi konflik kecil menjadi perpecahan social yang lebih luas. Sistem ini dibangun secara kolaboratif dengan melibatkan tokoh agama local, pemantauan media, dan indicator social-keagamaan, serta diintegrasikan ke dalam system respons cepat lintas Lembaga.
Dengan semangat “Bersatu dalam Perbedaan, Harmoni dalam Keberagaman,” kegiatan ini menegaskan komitmen Indonesia sebagai episentrum Gerakan kerukunan dunia dan pelaku aktif dalam diplomasi perdamaian lintas iman.