Meneguhkan Pendidikan Non-Formal sebagai Pilar Pendidikan Alternatif
Editor: Ahmad Arsyad
Pendidikan di Indonesia, meskipun telah mengalami banyak kemajuan dalam dua dekade terakhir, masih menghadapi sejumlah tantangan yang besar. Salah satu masalah utama yang terus berulang adalah tingginya angka putus sekolah serta ketimpangan akses terhadap pendidikan berkualitas di berbagai daerah. Di tengah semakin mahalnya biaya pendidikan formal dan terbatasnya ruang untuk menampung seluruh calon siswa di sekolah-sekolah negeri, bagi saya pendidikan non-formal hadir sebagai solusi yang relevan. Sayangnya, potensi besar yang dimilikinya belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan dengan optimal. Padahal, Pendidikan non-formal, yang mencakup kursus, pelatihan keterampilan, pendidikan kejar paket, dan berbagai lembaga pendidikan alternatif, dapat menjadi kunci untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, meningkatkan keahlian tenaga kerja, dan memperluas akses pendidikan di kalangan masyarakat yang kurang beruntung.
Solusi untuk Mengurangi Angka Putus Sekolah
Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), meskipun Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam memperluas akses pendidikan formal, masalah angka putus sekolah tetap menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan. Berdasarkan laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat 2024 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), angka putus sekolah di tahun ajaran 2023/2024 tercatat mengalami peningkatan di seluruh jenjang dibanding tahun ajaran sebelumnya, kecuali di tingkatan SMA. Rincian angka putus sekolah tingkat SD mencapai 0,17%. Nilainya kemudian naik di tahun ajaran ini menjadi 0,19%. Adapun untuk jenjang SMP, angka putus sekolah mencapai 0,18% di tahun ajaran 2023/2024, naik dari 0,14% di tahun sebelumnya. Lebih lanjut, penurunan angka putus sekolah terjadi di jenjang SMA, dari 0,20% di tahun ajaran 2022/2023 menjadi 0,19% di tahun ajaran berikutnya. Di tingkatan SMK, kembali terjadi peningkatan angka putus sekolah dari 0,23% menjadi 0,28%.
Berbagai faktor, mulai dari kondisi ekonomi keluarga, kualitas pendidikan di daerah terpencil, hingga kesulitan mengikuti sistem pendidikan formal yang kaku, telah menjadi penghalang utama.
Di tengah situasi ini, pendidikan non-formal menawarkan solusi yang fleksibel dan terjangkau. Misalnya, Program Pendidikan Kejar Paket yang menjadi salah satu contoh yang dapat mengurangi angka putus sekolah tersebut. Program ini dapat menjadi alternatif bagi siswa yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan formal untuk mengejar pendidikan setara SMA/SMK melalui ujian yang diselenggarakan secara mandiri dan lebih terjangkau. Artinya, program Kejar Paket tidak hanya memberikan akses pendidikan lebih luas, tetapi juga menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang mungkin kesulitan memenuhi biaya pendidikan formal.
Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan non-formal lainnya, seperti kursus keterampilan, pelatihan vokasional, dan pendidikan berbasis masyarakat, menjadi pilihan bagi anak-anak dan orang dewasa yang ingin meningkatkan kapasitas diri tanpa harus terikat dengan kurikulum formal yang panjang dan mahal. Di daerah-daerah yang minim fasilitas pendidikan formal, pendidikan non-formal seringkali menjadi pilihan utama. Di beberapa wilayah terpencil, lembaga pendidikan non-formal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) telah membantu masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi mereka dalam berbagai bidang.
Meski demikian, pendidikan non-formal di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Kurangnya akreditasi dan standarisasi lembaga-lembaga ini membuat kualitas pendidikan yang mereka tawarkan bervariasi. Tanpa pengawasan yang jelas dari pemerintah, program-program pendidikan non-formal berisiko kehilangan relevansi dan kualitas. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan dampaknya, penting bagi pemerintah untuk memastikan kualitas dan kredibilitas lembaga-lembaga pendidikan non-formal yang ada melalui regulasi dan akreditasi yang lebih ketat.
Butuh Sinergi Antara Pendidikan Formal dan Non-Formal
Pendidikan non-formal tidak hanya berfungsi sebagai alternatif bagi mereka yang tidak dapat mengakses pendidikan formal. Lebih dari itu, ia dapat menjadi pelengkap yang memperkaya sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah mengembangkan sinergi yang lebih kuat antara pendidikan formal dan non-formal. Seperti yang diungkapkan oleh Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, dalam beberapa kesempatan, pendidikan non-formal harus dilihat sebagai bagian integral dari ekosistem pendidikan nasional, yang dapat mengatasi kesenjangan antara mereka yang mampu mengakses pendidikan formal dan yang tidak.
Selain itu, mendorong kerja sama antara lembaga pendidikan formal dan non-formal bisa memberikan hasil yang lebih optimal. Misalnya, di beberapa daerah, program pelatihan keterampilan yang dilakukan oleh lembaga non-formal sering kali berfokus pada kebutuhan pasar kerja yang spesifik, seperti teknologi informasi, kecantikan, atau pertanian modern. Hal ini memberikan peluang bagi anak-anak muda untuk memperoleh keterampilan yang relevan dan langsung dapat diaplikasikan di dunia kerja. Kolaborasi antara sekolah dan lembaga pendidikan non-formal akan memungkinkan siswa untuk mendapatkan pelatihan tambahan di luar jam pelajaran reguler yang sudah mereka ikuti.
Pendidikan non-formal juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan keterampilan soft skills yang sangat dibutuhkan di dunia kerja, seperti kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, dan kerja tim. Dengan semakin berkembangnya dunia digital, kursus dan pelatihan online juga dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk menjangkau lebih banyak orang dan memberikan keterampilan yang lebih fleksibel.
Namun, tantangan terbesar dalam mengintegrasikan pendidikan formal dan non-formal adalah perbedaan dalam pengakuan, terutama terkait sertifikasi dan pengakuan atas kompetensi yang diperoleh peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan sistem yang lebih jelas dalam mengakui dan menghubungkan kualifikasi pendidikan non-formal dengan dunia kerja serta lembaga pendidikan formal.
Membangun Infrastruktur yang Mendukung Pendidikan Non-Formal
Pendidikan non-formal di Indonesia, meskipun memiliki potensi yang luar biasa, masih belum sepenuhnya diberdayakan untuk memberikan dampak maksimal. Ke depan, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat mulai menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan pendidikan non-formal, baik dari segi kualitas maupun aksesibilitas. Penguatan regulasi, kerja sama dengan sektor swasta, serta penyediaan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja menjadi langkah penting untuk menjadikan pendidikan non-formal sebagai pilar pendidikan nasional yang tangguh.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan non-formal, penting bagi Indonesia untuk terus berinovasi dalam memanfaatkan teknologi. Pendidikan berbasis teknologi seperti kursus online dan platform pembelajaran daring dapat meningkatkan jangkauan dan efisiensi pendidikan non-formal, serta membuatnya lebih terjangkau. Dengan begitu, pendidikan non-formal bukan hanya menjadi pelengkap, tetapi juga menjadi solusi nyata dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih terdidik dan terampil.
Pendidikan non-formal merupakan bagian integral dari pembangunan pendidikan di Indonesia. Dengan memaksimalkan potensi pendidikan non-formal, kita dapat memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas dan meningkatkan daya saing di dunia global.
Dr. Subayil, M.Pd
Pemerhati Pendidikan Non-Formal