Indonesia Katalisator Perdamaian Rusia dan Ukraina

Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Apa yang ditakutkan masyarakat dunia kini benar benar terjadi. Ketika situasi global masih dihantui pandemi yang berkepanjangan, kini harus dihadapkan dengan ancaman baru lainnya yakni krisis yang terjadi di Ukraina. Dimana perang Rusia dan Ukraina semakin membuat dunia krisis menghadapi ketidakpastian.
Dalam beberapa minggu ini dunia dihebohkan dengan sikap Rusia. Ketika Rusia sangat serius menggunakan great powernya untuk melakukan operasi militer khusus, setelah dinginnya hubungan Kiev dengan Moskow selama 8 tahun terakhir.
Bahkan Putin tak segan segan mengancam melalui pidato tak terduga di televisi nasional, dimana akan ada konsekuensi berat bagi negara-negara yang berupaya mengintervensi konflik Rusia dengan Ukraina.
Ini juga bagian dari signal yang diberikan Putin kepada Amerika Serikat dan NATO untuk tidak membuat provokasi di Eropa Timur. Karena bila kita melihat akar masalahnya yang melatarbelakangi Rusia menyatakan Perang terhadap Ukraina adalah ketika keinginan Ukraina yang ingin bergabung dengan NATO dan disinyalir membuat Rusia merasa terancam dengan kehadiran NATO di Eropa Timur.
Kemesraan Ukraina dengan Barat pun pada akhirnya membuat Rusia cemburu buta. Karena seperti yang kita ketahui bersama Dulu Ukraina sangat harmonis dengan Rusia. Namun semenjak Viktor Yanukovich Presiden Ukraina yang pro Rusia digulingkan oleh Parlemen, lalu Rusia yang menganeksasi wilayah Krimea. Membuat situasi semakin meruncing.
Selain itu sikap Ukraina akhir-akhir ini membuat Rusia cemburu dan geram. Puncaknya pada Januari tahun lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Presiden AS Joe Biden untuk membiarkan Ukraina bergabung dengan NATO.
Ini membuat marah Rusia, dan mulai mengirim 100.000 pasukan di dekat perbatasan Ukraina. Rusia mengklaim pengiriman pasukan itu untuk latihan pada April 2021 dan meningkatkannya selama Juni 2021. Pada Desember 2021, AS mulai meningkatkan pengerahan pasukan Rusia dan Presiden Biden memperingatkan sanksi berat jika Rusia menginvasi Ukraina.
Rusia telah menuntut agar Barat memberikan jaminan yang mengikat secara hukum bahwa NATO tidak akan mengadakan kegiatan militer apa pun di Eropa Timur dan Ukraina. Vladimir Putin menuduh Ukraina adalah sekutu Barat dan dia tidak akan pernah mengakui Ukraina menjadi negara yang sah.
Nampaknya nasi sudah menjadi bubur, Putin sudah kadung melancarkan serangan ke Ukraina. Berbagai kecaman dan kutukan yang dilayangkan kepada Mantan KGB ini sepertinya tak dihiraukan. Secara kekuatan politik, militer dan ekonomi Rusia pun diuntungkan. Ketika secara politik Rusia mendapat dukungan kuat dari Tiongkok sesama anggota Dewan Keamanan PBB, lalu kekuatan militer Rusia menjadi yang terkuat nomor 2 di dunia menurut data yang dirilis Globalfire power, serta kekuatan ekonomi salah satunya ada di Gas Alam dan Eropa sangat bergantung dengan pasokan Gas dari Rusia, terlebih saat ini di seluruh daratan Eropa sudah memasuki musim dingin. Tentunya ketika semakin ditekan, Rusia akan semakin jumawa dan semangat melancarkan serangannya.
Melihat situasi ini dibutuhkan jalan damai untuk menghentikan peperangan. Karena Peperangan yang tak bisa dihindarkan akan menimbulkan korban jiwa dari masyarakat sipil serta tentunya memberikan efek domino dari segala sektor, baik ekonomi maupun geopolitik.
Disini menurut saya peluang dan tantangan Indonesia sebagai presidensi G20 perlu diuji, dengan melalukan langkah langkah yang inspiratif dengan memainkan peran penting untuk mencegah terjadinya konflik di Ukraina agar tidak meluas, menganalisis dampak yang ditimbulkan dari konflik ini, serta bisa membawa Rusia dan Ukraina ke meja perundingan. Tentunya hal tersebut harus didasari penuh dengan memegang prinsip atas nama kemanusiaan adalah segalanya.
Apalagi dalam anggota G20 sendiri didalamnya negara negara adidaya, tentunya dengan presidensi ini. Segala langkah yang dilakukan Indonesia, pastinya bisa menjadi pertimbangan yang kuat bagi negara negara di dunia saat ini dalam memberikan jalan perdamaian untuk Rusia dan Ukraina. Minimalnya adalah pemerintah Jokowi, bisa menghimbau kepada semua pihak untuk menahan diri menghindari perang yang lebih meluas.
Disinilah yang dimaksud dengan katalisator perdamaian, ketika Indonesia mampu melakukan konsolidasi percepatan resolusi damai diantara negara yang bertikai tanpa harus berpihak, agar tidak menimbulkan gesekan yang lebih kuat lagi. Sesuai dengan tema G20 tahun ini, Recover Together, Recover Stronger. Melalui tema tersebut, Indonesia mengajak seluruh negara di dunia untuk saling bahu-membahu, mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan
*) Penulis adalah Muhammad Sutisna, Direktur Maritime Strategic Center.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co