Fakta Baru Dugaan Korupsi BLT DD di Desa Ngemplak Kabupaten Bojonegoro

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabarbaru, Bojonegoro – Kasus dugaan pemangkasan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Desa Ngemplak, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, terus memicu kegaduhan di tengah masyarakat.
Setelah video pengakuan Kepala Desa (Kades) Ngemplak terkait pemotongan bantuan viral di media sosial, kini kasus ini mendapat sorotan lebih luas, termasuk pemberitaan di sejumlah media massa lokal, regional, maupun nasional.
Fakta baru berupa rekaman telepon yang beredar di masyarakat semakin memperdalam kontroversi terkait siapa yang bertanggung jawab atas kebijakan tersebut.
Rekaman tersebut menunjukkan percakapan antara salah satu penerima sah BLT dengan seorang Kepala Dusun (Kasun) berinisial S, yang mengungkap bahwa Pemerintah Desa diduga tidak mengetahui inisiatif pemerataan BLT yang dilakukan di luar ketentuan resmi.
Dalam percakapan tersebut, Kasun S menyatakan bahwa keputusan untuk membagi rata BLT dari dua penerima sah per RT menjadi empat hingga enam penerima per RT diambil oleh Ketua RT, bukan dari Pemerintah Desa.
Kontroversi ini semakin memanas ketika Kasun S menyebutkan bahwa Pemerintah Desa, baik Lurah maupun Kamituwo, tidak terlibat dalam keputusan perubahan pembagian tersebut.
Hal ini bertentangan dengan pernyataan Kades Ngemplak dalam video yang sebelumnya viral, di mana Kades mengaku bahwa keputusan pemerataan bantuan diambil untuk membantu lebih banyak warga yang membutuhkan.
“Kami memutuskan untuk meratakan bantuan agar lebih banyak warga yang bisa merasakan manfaatnya,” ungkap Kades dalam video tersebut.
Namun, warga yang masuk dalam daftar penerima sah BLT merasa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Salah satu penerima BLT menyatakan ketidakpuasannya: “Kami merasa dirugikan karena bantuan yang seharusnya penuh untuk dua penerima justru dibagi lagi tanpa pemberitahuan,” ujarnya.
Fakta baru juga muncul dari salah satu narasumber berinisial U, yang disebut sebagai penerima tidak sah BLT Dana Desa karena namanya tidak tercantum dalam data publikasi resmi. Narasumber U mengungkapkan bahwa dirinya menerima uang sebesar Rp300 ribu.
Namun, ia juga menunjukkan foto dirinya sambil memegang banner yang menyebutkan bahwa ia menerima tiga kali BLT masing-masing sebesar Rp300 ribu, atau total Rp900 ribu. Parahnya, setelah difoto, uang tersebut diminta kembali dan ia hanya menerima Rp300 ribu saja.
Masyarakat Desa Ngemplak semakin mempertanyakan transparansi dalam penyaluran BLT Dana Desa. Data penerima sah yang telah ditetapkan oleh pihak pemerintah justru diubah tanpa sepengetahuan para penerima bantuan.
Ketua RT yang disebut-sebut bertanggung jawab atas perubahan ini belum memberikan tanggapan resmi, sementara desakan dari warga agar dilakukan penyelidikan semakin menguat.
“Kami meminta agar pemerintah segera menyelidiki kasus ini. Jika ada pihak yang melakukan pelanggaran, harus ditindak tegas. Bantuan ini sangat berarti bagi kami, jadi harus diberikan sesuai dengan aturan yang ada,” ujar salah satu warga setempat yang tidak mau disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terkait perkembangan terbaru kasus ini.
Masyarakat berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelesaikan polemik ini secara transparan dan adil.
Dengan viralnya rekaman telepon yang semakin memperjelas adanya perbedaan pandangan di antara aparatur desa, masyarakat menanti kejelasan terkait siapa yang bertanggung jawab dalam kebijakan kontroversial ini.
Diharapkan adanya penyelesaian yang memadai untuk memastikan bahwa penyaluran BLT dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.