Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Membahas Dua Tokoh Besar, Prof Wajidi Bahas Tentang Arti Hidup Moderat

Kabarbaru.co
Diskusi Publik bertajuk "Buya Syafi'i dan GusDur dalam Kenangan" (Foto: Dokumen/Kabarbaru.co).

Jurnalis:

Kabar Baru, Pontianak- Tokoh Agama, Prof. Dr. H. Wajidi Sayadi mengatakan bahwa dalam pembahasan dua tokoh besar antara buya Syafi’i dan GusDur ini adalah hal yang menarik untuk dibahas masa kini bersama anak-anak muda.

“Yang mana antara dua tokoh ini wafat pada 69 untuk GusDur dan usia 87 untuk buya Syafi’i. Nah, jika dilihat menurut angka untuk 69 dengan 87 itu termasuk pendek. Tetapi jika berbicara umur inilah yang akan berlaku secara massa dan kita kenang,” ujar prof Wajidi saat menjadi narasumber Diskusi Publik bertajuk “Buya Syafi’i dan GusDur dalam Kenangan” di Aula SD Muhammadiyah 2 Pontianak, Jum’at (10/6/2022) malam.

Jasa Backlink

Jadi, menurutnya usia boleh pendek tetapi umur itu yang harus panjang. Lalu apa bedanya ? Yakni kalau usia itu hitungannya secara fisik. Kalau umur itu adalah makmur atau hasil dari kebaikan yang kita lukis yang kita ciptakan selama kita hidup.

Namun, selain dua tokoh ini ada juga tokoh lain yakni cak Nur atau Nurkholis Majid.

“Kalau berbicara tentang Buya Syafi’i, yang mana ini sama-sama dari program Chicago kemudian banyak berpengaruh pemikiran Islam di Indonesia. Jadi tiga tokoh ini luar biasa,” tuturnya.

Ia menjelaskan, ketiga ini disebut dengan guru bangsa, menjadi kompas moral di Indonesia.

“Maka dari itulah sebabnya, kalau kedua tokoh, jika berbicara substansi isinya adalah umur. Maka, jika ada masalah-masalah muncul itu dilihat pada persoalan yang disampaikan orang ini yang masuk aksesoris atau substansi. Inilah yang dinamakan cara berpikir seseorang,” ucap guru besar IAIN Pontianak.

Berbicara mengenai pemikiran, Prof Wajidi menuturkan bahwa kedua tokoh ini adalah inklusif dan substansif itu yang menjadi ciri khas.

“Jadi GusDur, Buya, dan Cak Nur pemikirannya ini sama. Dimana, ini melihat masalah dari yang sifatnya kokoh,” ujarnya.

Berbicara mengenai keagamaan, Beliau menjelaskan mereka melihat sesuatu yang memang mungkin dipersoalkan lalu kemudian dilihat konteksnya.

Akan tetapi, untuk Cak Nur sendiri lebih kemodernan. Jika berbicara keagamaan, Ia mengungkapkan bahwa yang pertama menggunakan pemikiran yang substansif dan kedua moderat.

“Yang mana moderat ini lah yang saat ini menjadi baik kemenag maupun tidak atau semua elemen bangsa ini adalah sesuatu niscaya bagi kita semua. Karena selama kita tidak moderat, maka kemungkinan-kemungkinan untuk munculnya persoalan, karena kita hidup ditengah-tengah yang sangat pluralitas. Maka sikap moderat yang ditampilkan oleh kedua tokoh ini. Guru bangsa ini yang menjadi cerminan kita,” ungkapnya.

“Jadi bergerak dengan pemikiran tersebutlah yang menjadi patut. Yang ketiga dalam beberapa hal, baik Buya ataupun GusDur, berbicara tentang persoalan-persoalan keIndonesiaan yang akhirnya kepada kebangsaan. Ada satu yang dikutip yakni piagam Madinah,” tambahnya.

Menurutnya, Piagam Madinah sebagai wujud contoh yang ditampilkan dalam mengelola tatanan kehidupan bermasyarakat, tatanan kehidupan berbangsa dan tatanan kehidupan bernegara.

“Sekaligus disitu akan ditampilkan relasi antara agama dan negara. Yang dimana disitu ada berbagai agama, tetapi pluralitas yang ada di Madinah itu, tidak menjadi sebuah ancaman. Malah menjadi kekuatan untuk merangkul antara yang besar dengan yang kecil,”pungkasnya.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store