Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Begini Aristoteles Mengajarkan Negara Ideal di Abad Ke-4 SM

Penulis: Muhammad Hasbullah, Mahasiswa S1 Akidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga.

Editor:

Kabar Baru, Kolom- Jauh sebelum sistem demokrasi di bentuk oleh Abraham Lincoln, Aristoteles sudah mengajarkan kepada pemerintahan Yunani untuk membentuk sistem demokrasi agar pemerintahannya tidak sakarabe dewe (seenaknya sendiri), sofis (Hakim), dan pemegang konstitusinya.

Berbeda dengan arti sesungguhnya di era sekarang. Istilah Tirani, Oligarki, dan Demokrasi adalah petakan pemikiran Aristoteles. Tirani, seperti yang dikatakan, adalah monarki yang menetapkan aturan majikan terhadap masyarakat politik. Oligarki adalah ketika orang kaya memegang tampuk kekuasaan, dan Demokrasi adalah ketika orang miskin, bukan yang tidak mempunyai harta benda, yang memegang tampuk pemerintahan.

Jasa Penerbitan Buku

Aristoteles menganggap pemegang kendali negara yang paling aman adalah kelompok masyarakat penengah, karena mereka tidak iri sebagaimana orang kaya yang tidak iri terhadap harta tetangganya dan orang miskin yang iri terhadap harta orang kaya. “Basis dasar sebuah negara demokrasi adalah kebebasan yang menurut pendapat umumnya hanya dapat dinikmati negara tersebut. Ini yang mereka sebut dengan tujuan agung dari setiap demokrasi. Satu prinsip kebebasan adalah semua orang memerintah dan diperintah pada saatnya dan sesungguhnya keadilan demokrasi adalah aplikasi numerik bukan kesetaraan yang proposional” Aristoteles (La Politica).

Bagaimana Negara Terbentuk?

“Negara itu adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai bila terciptanya kebahagiaan individu (Perseorangan). Sebaliknya bila manusia ingin bahagia ia harus bernegara, karena manusia saling membutuhkan satu sama dengan yang lainnya dalam kepentingan hidupnya” Aristoteles.

Melihat kelakuan pemerintah di tempat penulis tinggal (Indonesia), sama sekali tidak mencerminkan sikapnya sebagai manusia (Naskah Tempo, Mengapa DPR Sekarang Bukan Wakil Rakyat). Rakus, manut pimpinan partainya, dan takluk kepada materi merupakan contoh negara yang gagal. Dengan contoh kasus ketika pemegang konstitusi dibelokkan para tangan besi. Keadilan menjadi langka untuk dirasakan rakyatnya (Tempo, Cipta Kerja Kangkangi Konstitusi). Orang yang benar (Contoh Mahfud MD) dihantam oleh komisi tiga di rapat perwakilan rakyat (Tribun 02/04/23) padahal sudah big data yang beliau bawa untuk mengusut tuntas transaksi mencurigakan 349 T, Kemenkeu (Kementrian keuangan).

Mereka sebagai warga negara yang menganut sistem demokrasi harusnya saling menyokong antar satu konstitusi dengan konstitusi yang lain. Maka, pemikiran Aristoteles disini menyuguhkan bahwa bernegara yang baik itu untuk tujuan demi kebaikan, karena manusia senantiasa bertindak untuk mencapai sesuatu yang mereka anggap baik. Wajib seluruh masyarakat bertujuan kebaikan. Dan negara atau masyarakat politik yang memiliki kedudukan tertinggi daripada yang lain dan meliputi elemen-elemen penunjang lainnya, harus bertujuan pada kebaikan tertinggi.

Buku “La Politica” Aristoteles sangat rinci menjabarkan konsep bernegara dengan 8 bentuk buku. Beberapa topik utama yang dibahas dalam buku tersebut antara lain:

Pengenalan dan definisi negara dan politik Aristoteles memberikan definisi tentang negara, pengertian negara dan bagaimana negara dibentuk.

Teori Keadilan Aristoteles membahas tentang teori keadilan, yaitu bagaimana keadilan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Bentuk pemerintahan Aristoteles membahas berbagai bentuk pemerintahan, seperti monarki, oligarki, demokrasi, dan polity (republik), serta mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan masing-masing bentuk pemerintahan.

Pembagian kekuasaan dalam negara Aristoteles membahas pembagian kekuasaan dalam negara, yaitu antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Sistem pemilu Aristoteles juga membahas tentang sistem pemilu, yaitu bagaimana pemilihan pejabat pemerintahan dilakukan, termasuk kriteria pemilih dan pemilihannya.

Sistem pendidikan dalam negara Aristoteles memberikan pandangan tentang pentingnya pendidikan dalam membentuk karakter warga negara yang baik, dan bagaimana sistem pendidikan dalam negara harus diatur.

Hubungan internasional Aristoteles membahas tentang hubungan internasional dan diplomasi, termasuk bagaimana negara harus bersikap dalam menghadapi ancaman dari negara lain.

Pembahasan tentang perang dan hubungan antarnegara.

Teori Keadilan

Aristoteles mebagi dua konsep keadalan yakni keadilan Universal dan keadilan Partikular

Keadilan Universal (Distributif) 

Keadilan universal (distributif) adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian sumber daya yang tersedia dalam masyarakat atau negara. Aristoteles berpendapat bahwa keadilan distributif harus mempertimbangkan kemampuan, prestasi, dan kontribusi individu dalam masyarakat, sehingga setiap orang menerima bagian yang adil dari kekayaan dan sumber daya yang tersedia dalam masyarakat.

Keadilan Partikular (Kompensatori) 

Keadilan partikular (kompensatori) berkaitan dengan koreksi atas ketidakadilan yang terjadi pada level individual. Aristoteles berpendapat bahwa keadilan partikular terjadi ketika seseorang menerima kompensasi atau ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, baik itu berasal dari tindakan pemerintah maupun individu lain.

Aristoteles juga menyatakan bahwa keadilan itu sendiri adalah suatu kebajikan, dan kebajikan itu terletak pada tengah-tengah antara kekurangan dan kelebihan. Dalam hal ini, Aristoteles berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan yang melibatkan tindakan untuk memberikan apa yang benar-benar pantas bagi setiap orang. Oleh karena itu, tindakan yang tepat akan tergantung pada situasi dan kondisi yang berbeda.

Teori keadilan Aristoteles menjadi penting dalam sejarah pemikiran politik dan hukum, karena memberikan landasan untuk prinsip-prinsip dasar keadilan yang masih relevan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti dalam bidang hukum, ekonomi, dan politik.

Identifikasi Bentuk Pemerintahan Murni (Pemerintahan yang Ideal), Monarki, Aristokrasi, dan Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh rakyat secara langsung atau melalui wakil yang dipilih. Aristoteles mengakui bahwa demokrasi dapat menjadi bentuk pemerintahan yang baik jika rakyat mempunyai pengetahuan dan kebijaksanaan yang cukup, serta mempunyai kesadaran untuk memilih pemimpin yang kompeten dan tidak korup.

Tapi apakah negara penulis (Indonesia) ini benar-benar menganut sistem demokrasi? Secara teori dan gagasan mungkin sistem yang dibangun adalah benar, tapi secara praktik dan perlakuan pejabatnya? Sebaliknya, karena fakta dilapangan yang terjadi mereka yang memegang kekuasaan justru orang-orang oligarki, praktik demokrasinya busuk, dan banyaknya perlakuan Tirani. (Naskah Tempo, Suram Kebebasan Sipil Di Era Jokowi).

Identifikasi tiga bentuk pemerintahan yang berasal dari percampuran bentuk-bentuk pemerintahan murni tersebut, yaitu:

Oligarki

Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh sekelompok orang kaya atau golongan tertentu yang mempunyai kekuasaan politik. Aristoteles menganggap oligarki akan menjadi bentuk pemerintahan yang buruk jika kebijakan-kebijakan yang diambil hanya untuk kepentingan golongan tertentu dan tidak memperhatikan kepentingan umum.

Demokrasi Busuk 

Demokrasi busuk terjadi ketika demokrasi menjadi korup atau tidak stabil, sehingga keputusan-keputusan yang diambil hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bukan untuk kepentingan umum.

Tirani

Tirani adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang tiran atau pemimpin yang memperoleh kekuasaan secara tidak sah atau melalui kekerasan. Aristoteles menganggap tirani sebagai bentuk pemerintahan yang buruk, karena seorang tiran cenderung menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan tidak memperhatikan kepentingan umum.

Bentuk-bentuk pemerintahan yang diidentifikasi oleh Aristoteles masih menjadi acuan penting dalam sejarah pemikiran politik dan menjadi landasan bagi berbagai sistem pemerintahan yang ada di dunia hingga saat ini.

Jadi, sudah idealkah Indonesia bernegara? Maka dari itu Pemerintahan yang baik harus bertujuan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Karena pemerintahan yang baik harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan dalam mengambil keputusan dan kebijakan.

Pemerintahan yang baik harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dan memperhatikan pendapat mereka.

Ada berbagai bentuk pemerintahan yang mungkin, tetapi tidak ada bentuk yang sempurna. Setiap bentuk pemerintahan memiliki kelebihan dan kekurangan.

Masyarakat yang sejahtera dan stabil memerlukan adanya aturan dan regulasi yang jelas, serta lembaga-lembaga yang efektif untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan.

Kebijaksanaan dan kebijakan pemerintah harus didasarkan pada realitas dan kondisi masyarakat yang ada, dan tidak bisa dibentuk hanya berdasarkan teori atau idealisme semata.

Kesimpulan-konklusi ini mencerminkan pemikiran Aristoteles tentang prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang baik dan kebijaksanaan politik yang benar.

 

*) Penulis adalah Muhammad Hasbullah, Mahasiswa S1 Akidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga. Pengurus Rayon PMII Rayon Pembebasan.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store