Aktivis GP Ansor Tantang KPK Periksa Kahar Muzakir dalam Kasus Korupsi CSR Bank Indonesia

Jurnalis: Ramdani
Kabar Baru, Jakarta – Aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa mantan Ketua Komisi XI DPR RI, Dr. Kahar Muzakir, terkait dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) yang terjadi pada 2022-2023.
Kahar, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI, disebut-sebut memiliki peran sentral dalam kebijakan distribusi dana CSR BI saat masih memimpin Komisi XI.
“KPK berani tidak periksa keterlibatan elite Golkar dalam kasus PSBI? Jangan hanya gimmick,” tegas Bagaskara Dwy Pamungkas, aktivis GP Ansor Jawa Timur.
Pernyataan ini mencuat setelah pekan lalu KPK memanggil anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Satori, yang mengungkap bahwa seluruh anggota Komisi XI turut menggunakan dana CSR BI untuk kegiatan di daerah pemilihan (Dapil) mereka. Satori menyebut aliran dana tersebut disalurkan melalui yayasan sebagai kedok distribusi.
“Dr. Kahar Muzakir, yang saat itu menjabat Ketua Komisi XI, apakah memang sekebal itu sehingga KPK tidak mau memeriksanya?” lanjut Bagaskara.
Dugaan korupsi dana CSR BI ini menyeret sejumlah anggota DPR lintas fraksi, termasuk Satori (NasDem), Heri Gunawan (Gerindra), Kahar Muzakir (Golkar), Fathan Subchi (PKB), Ecky Awal Mucharram (PKS), Fauzi H. Amro (NasDem), Rajiv (NasDem), Dolfie Othniel (PDIP), dan Amir Uskara (PPP).
KPK memperkirakan nilai korupsi ini mencapai triliunan rupiah, meskipun angka pastinya belum diumumkan. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menyatakan bahwa investigasi masih berlangsung dan akan mengarah pada aktor-aktor utama.
Namun, aktivis GP Ansor itu keberanian KPK dalam menindak para petinggi partai, terutama Kahar Muzakir. Sebagai Ketua Komisi XI saat dugaan penyelewengan ini terjadi, posisinya sangat strategis dalam pengelolaan dan pengawasan dana CSR BI.
Bagaskara sangat menyayangkan kejadian tersebut, menurutnya CSR adalah instrumen yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, serta program sosial lainnya yang langsung menyentuh kehidupan rakyat kecil.
“Ketika CSR dikorupsi, dampaknya sangat nyata bagi masyarakat, yang seharusnya menerima manfaat langsung dari dana tersebut justru dirampas haknya oleh elite yang rakus,” ujas pria kelahiran Jember itu.
“CSR itu bukan dana pribadi pejabat, tapi hak rakyat. Jangan sampai uang yang seharusnya membantu UMKM, sekolah-sekolah, atau fasilitas kesehatan malah masuk ke kantong anggota DPR,” tegas Bagaskara.
Lebih lanjut, Bagaskara menginginkan KPK dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat di Akademi Militer Magelang beberapa waktu lalu, yang menurut dia relevan dalam konteks ini.
“Ikan busuk dari kepalanya,” ujar Prabowo, menegaskan bahwa kebobrokan sebuah sistem sering kali dimulai dari pimpinan tertingginya.
“Jika KPK ingin serius dalam pemberantasan korupsi, maka logikanya mereka harus berani menindak para pemimpin Komisi XI yang menjadi pusat kendali anggaran kala itu,” imbuhnya.
Melanjutkan, “tanpa pemeriksaan terhadap Kahar Muzakir, KPK dikhawatirkan hanya tebang pilih dalam penegakan hukum. Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen lembaga antirasuah tersebut dalam menindak para elite politik yang diduga kuat terlibat dalam skandal dana CSR BI.”
“Apakah KPK akan berani melangkah lebih jauh, ataukah mereka justru membiarkan “kepala ikan” tetap membusuk tanpa tersentuh hukum?” Tanya Bagaskara.