KKN UINSA 2025 Diduga Jadi Ladang Bisnis Terselubung ATR/BPN Jatim dan Kampus

Jurnalis: Masudi
Kabar Baru, Surabaya – Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tahun 2025 menuai sorotan tajam dari mahasiswa. Alih-alih menjadi momen pengabdian dan penerapan ilmu di tengah masyarakat, pelaksanaan KKN tahun ini justru dituding menjadi proyek terselubung yang menguntungkan pihak kampus dan ATR/BPN Jawa Timur.
Kolaborasi antara UINSA dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim dalam kegiatan pendataan tanah wakaf disinyalir telah menyimpang dari semangat KKN. Para mahasiswa mengaku dijadikan tenaga kerja gratis tanpa kompensasi memadai, untuk menyelesaikan pekerjaan teknis yang sejatinya merupakan tugas lembaga resmi.
“Pendataan tanah wakaf bukan bagian dari program kerja kami di desa, tapi malah jadi beban utama. Tanpa fasilitas, tanpa transportasi, kami dipaksa menempuh lokasi yang jauh dari posko. Ini bukan pengabdian, ini eksploitasi,” keluh salah satu mahasiswa peserta KKN
Tak hanya satu wilayah, keluhan serupa datang dari berbagai lokasi seperti Probolinggo, Ngawi, Lamongan, Banyuwangi hingga Bondowoso. Banyak mahasiswa merasa program ini dirancang bukan untuk pengabdian, melainkan sebagai alat kampus dan BPN untuk menghemat biaya dan tenaga dengan memanfaatkan status mahasiswa.
Seorang mahasiswa Hukum Tata Negara UINSA, inisial CK, menyoroti kemungkinan adanya konflik kepentingan di balik kerja sama tersebut. Ia menduga program ini berkaitan erat dengan sertifikasi aset tanah milik UINSA 2 yang tengah diproses, sehingga mahasiswa dijadikan alat bantu untuk mempercepat proses tersebut.
“Program ini terlihat seperti upaya balas budi atau saling menguntungkan antara UINSA dan ATR/BPN, tapi mahasiswa tidak mendapat bagian dari keuntungan itu—justru kami yang dikorbankan,” ujarnya.
Lebih jauh, mahasiswa mengkritisi kurangnya transparansi dalam program kolaborasi ini. Tidak ada kejelasan anggaran, tidak ada kontrak kerja, dan tidak tersedia perlindungan hukum bila terjadi hal-hal tidak diinginkan di lapangan. Mahasiswa merasa dijadikan tameng moral agar proyek ini tampak bernuansa sosial, padahal berujung pada keuntungan birokratis.
AB, mahasiswa Prodi Ilmu Ekonomi, menyampaikan bahwa mahasiswa sebenarnya tidak menolak program KKN atau pengabdian. Namun, mereka menolak dijadikan alat eksploitasi dalam program yang tidak memiliki transparansi dan tidak menjunjung nilai-nilai keadilan.
“Mahasiswa UINSA tidak anti program. Kami tidak anti kontribusi. Tapi kami menolak dijadikan alat. Kami menuntut evaluasi total terhadap sistem KKN kolaboratif ini, transparansi anggaran, akomodasi yang layak, dan hak mahasiswa untuk menjalankan program desa sesuai esensi KKN,” tegasnya.
Gerakan protes mahasiswa juga mulai menguat di media sosial dengan tagar seperti #MahasiswaBukanAlat, #KKNBukanProyekBisnis, dan #StopEksploitasiMahasiswaUINSA.
Mereka menuntut LP2M UINSA dan Kanwil ATR/BPN Jawa Timur segera membuka ruang dialog, menjelaskan secara terbuka alur kerja sama, serta mengembalikan esensi KKN sebagai ajang pengabdian yang edukatif, bukan proyek tersembunyi.