Stop Self Diagnose: Psikoedukasi oleh Silvia Rukmana untuk Tingkatkan Kesadaran Kesehatan Mental di Kalangan Anggota Polri
Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Daerah – Pada tanggal 16 Desember 2024, Silvia Rukmana, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar, mengadakan kegiatan psikoedukasi bertema “Stop Self Diagnose: Mental Illness is Not a Trend.” Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya anggota Polri, mengenai risiko melakukan diagnosis mandiri terhadap kesehatan mental tanpa bantuan profesional.
Self-diagnosis, atau kecenderungan seseorang untuk menentukan kondisi kesehatan mentalnya sendiri berdasarkan informasi yang tidak terverifikasi, dapat menyebabkan salah paham yang berbahaya. Dalam kegiatan ini, Silvia dan timnya mengedukasi audiens tentang bagaimana self-diagnosis dapat memperburuk kondisi seseorang, memberikan informasi yang salah, atau bahkan menyebabkan keterlambatan dalam penanganan yang tepat.
Silvia menggunakan pendekatan interaktif untuk memastikan pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Salah satu media utama yang digunakan adalah banner informatif yang berisi pesan edukatif tentang risiko self-diagnosis. Banner tersebut ditempatkan di lokasi strategis di lingkungan Ditreskrimum Polisi Daerah Sulawesi Selatan, sehingga mudah diakses oleh anggota Polri dan pengunjung.
Banner ini dirancang dengan informasi visual dan teks yang menarik, sehingga mampu memancing perhatian dan rasa ingin tahu dari para audiens. Di dalamnya, terdapat pesan-pesan penting yang disampaikan secara jelas, mulai dari penjelasan tentang definisi dan bahaya self-diagnosis, tanda-tanda umum masalah kesehatan mental yang memerlukan perhatian profesional, hingga langkah-langkah praktis untuk mencari bantuan dari ahli, seperti psikolog atau psikiater.
Kegiatan psikoedukasi ini mendapat sambutan hangat dari anggota Polri Ditreskrimum. Banyak dari mereka yang menyampaikan apresiasi atas inisiatif ini karena dinilai relevan dan mendidik. Interaksi langsung yang dilakukan Silvia dengan audiens memungkinkan anggota untuk memberikan pertanyaan atau tanggapan terkait materi yang disajikan, sehingga diskusi yang terjadi menjadi lebih dinamis dan efektif.
Selain itu, pemasangan banner di lokasi strategis juga berhasil menjangkau banyak pihak yang mungkin sebelumnya tidak menyadari risiko self-diagnosis. Dengan cara ini, pesan-pesan penting dapat tersebar lebih luas, memberikan dampak yang lebih signifikan dalam peningkatan kesadaran.
Melalui kegiatan ini, Silvia berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang pentingnya menghindari kesalahan dalam memahami kondisi mental. Dia juga ingin mendorong masyarakat untuk lebih terbuka terhadap konsultasi dengan profesional kesehatan mental ketika merasakan gejala yang mengkhawatirkan.
Selain itu, Silvia juga menekankan pentingnya mengurangi stigma terkait kesehatan mental, terutama di lingkungan kerja seperti Polri, di mana tekanan pekerjaan dapat mempengaruhi kondisi psikologis. Dengan membangun kesadaran ini, diharapkan tercipta lingkungan yang lebih suportif dan sehat secara mental bagi semua pihak.
Kegiatan psikoedukasi yang dilakukan Silvia Rukmana menjadi langkah awal yang penting dalam menciptakan budaya yang lebih peduli terhadap kesehatan mental. Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk institusi Polri, inisiatif ini dapat menjadi model bagi upaya serupa di masa depan.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental tidak hanya memberikan manfaat individu tetapi juga meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan secara keseluruhan. Silvia berharap langkah kecil ini dapat memberikan dampak besar dalam membangun masyarakat yang lebih peduli dan bijaksana dalam menangani isu kesehatan mental.
“Kesehatan mental adalah fondasi dari kesejahteraan hidup. Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan profesional ketika membutuhkannya,” pesan Silvia kepada para peserta.