Polemik Danau Kematian, Pemerintah Didesak Cabut Status Tbk PT Ifishdeco

Jurnalis: Hanum Aprilia
Kabar Baru, Jakarta – Polemik Danau Kematian yang muncul di area konsesi tambang PT Ifishdeco, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, terus meluas.
Setelah mendapat sorotan publik karena air danau berwarna hitam kehijauan yang diduga mengandung limbah tambang, kini desakan muncul agar status perusahaan sebagai emiten Tbk di Bursa Efek Indonesia dicabut.
Ketua DPP Asosiasi Industri Mineral Republik Indonesia (AIMRI) Bidang Tata Kelola Industri, Ravindra, menyatakan bahwa kasus ini telah mencoreng integritas sektor pertambangan nasional dan mempermalukan wajah hilirisasi Indonesia di mata dunia.
“Kita sedang berbicara tentang perusahaan publik, bukan perusahaan pinggir jalan. Ketika perusahaan Tbk menciptakan bencana lingkungan, maka negara harus bertindak. Cabut status Tbk-nya, bekukan operasionalnya, dan periksa seluruh jajaran direksinya secara hukum dan etik,” tegas Ravindra kepada Jurnalis Kabarbaru di Jakarta, Selasa (22/07/2025).
Menurutnya, status Tbk bukan hanya legalitas korporasi, tapi komitmen terhadap akuntabilitas, keterbukaan, dan kepatuhan pada prinsip ESG (Environment, Social, Governance).
Jika PT Ifishdeco terbukti membiarkan bekas tambangnya membentuk danau mati yang mencemari lingkungan hidup, maka perusahaan tersebut telah melanggar prinsip dasar tata kelola korporasi yang baik.
“Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang mencemari tanah dan air, menimbulkan risiko kesehatan bagi warga, dan tidak melakukan mitigasi kerusakan ekologis tetap diizinkan melantai di bursa? Ini penghinaan terhadap kedaulatan,” ujarnya.
Ravindra menambahkan, AIMRI mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Kementerian ESDM untuk segera melakukan suspensi perdagangan saham PT Ifishdeco sebagai tindakan preventif dan melakukan investigasi terhadap jajaran direksi dan komisaris atas dugaan kelalaian lingkungan serta membuka dokumen AMDAL, izin tambang, dan laporan CSR perusahaan kepada publik.
“Kami juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera menurunkan tim audit forensik lingkungan. Jangan tunggu korban bertambah. Ini soal kredibilitas negara dalam menegakkan keadilan ekologis,” kata Ravindra.