Pengamat: Soal Pemulangan Mahasiswa Asal Papua di Luar Negeri, Tak Perlu Jadi Polemik
Jurnalis: Wafil M
Kabar Baru, Jakarta- tersiar kabar isu pemulangan mahasiswa Papua penerima Program Beasiswa Otonomi Khusus mendapatkan perhatian publik dengan dimintanya beberapa mahasiswa Papua yang berada di luar Negeri seperti di New Zealand dan Amerika untuk kembali pulang ke Indonesia.
Lantas issue ini mendapatkan respon dari berbagai kalangan, salah satunya dari Muhammad Sutisna selaku Co Founder Forum Intelektual Muda melalui keterangan tertulisnya saat dihubungi awak media (Selasa, 21 Juni, 2022).
Menurut Sutisna, pemerintah pastinya punya sudut pandang yang teruji, kenapa ada Mahasiswa asal Papua yang harus dipulangkan. Mengingat terdapat 143 mahasiswa penerima beasiswa Otsus Papua di lima negara (80 orang di AS, 14 orang di Australia, 5 orang di Filipina, 3 orang di Kanada dan 41 orang Selandia Baru) akan dipulangkan, karena tidak memenuhi persyaratan akademik yaitu IPK minimal 2,00 dan batas maksimal masa studi.
Sehingga tak ayal membuat pemerintah melalui kementerian Luar Negeri melakukan kajian mendalam bersama BPSDM Papua guna memperbaiki sistem dalam perekrutan calon penerima beasiswa agar dapat menghasilkan output yang lebih baik dan juga berkualitas. “Ungkap Sutisna”
Namun Sutisna menyayangkan pihak yang membuat pemulangan ini menjadi polemik dengan memunculkan narasi negatif didalamnya bahkan dikaitkan dengan situasi politik yang ada, seperti issue UU Otonomi Khusus di Papua. Bahkan adanya surat terbuka yang dilayangkan oleh Aliansi Internasional Asosiasi Pelajar Papua di Luar Negeri (IAPSAO) pada Januari silam, bernada sentimen terhadap dengan menuding pemerintah telah membunuh sumber daya manusia Papua dengan kebijakan politik.
Tentunya pemulangan ini tidak perlu dikonotasikan secara negatif, karena bila merujuk pada SK Gubernur Papua tahun 2016 menyebutkan bahwa batas penyelesaian pendidikan adalah 5 tahun + 1 tahun perpanjangan untuk s1, 2 sampai 5 tahun bervariasi untuk studi S2 dan 48 bulan + 6 bulan bagi mahasiswa S3. Sedangkan bila merujuk pada list mahasiswa yang dipulangkan itu, telah melewati batas masa studi. Padahal perlu adanya regenerasi mahasiswa asal Papua lainnya agar terciptanya bibit unggul yang baru untuk keberlangsungan pembangunan di tanah Papua, “Ujar Sutisna”.
Sutisna juga menyarankan kepada pemerintah agar kedepannya dalam proses perekrutan beasiswa ke luar negeri perlu memperhatikan sistem follow up dan pengawasan internal beasiswa yang berkala dan koordinasi dengan pihak kampus.
Serta BPSDM Papua selaku pemegang kendali di lapangan, untuk lebih komprehensif melakukan pendekatan secara personal dari hati ke hati kepada calon penerima beasiswa untuk lebih memiliki komitmen yang jelas agar setelah menuntut ilmu di luar negeri, bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan di tanah Papua. “Tutup Sutisna”.